1. Nabi memberitahukan bahwa dengan semakin dekatnya hari kiamat maka mimpi seorang Muslim akan banyak yang menjadi kenyataan, hampir-hampir tidak meleset. Mimpi yang baik memiliki kedudukan yang mulia, ia merupakan sisa-sisa dari tanda kenabian, sebagaimana yang beliau sabdakan ketika mengalami sakit menjelang kematiannya, “Wahai manusia, sesungguhnya tidak tersisa dari berita gembira kenabian kecuali mimpi yang baik, yang dialami oleh seorang Muslim atau dia dimimpikan (baik) oleh orang lain.” [1]

  2. Orang yang paling jujur perkataannya ketika itu akan mengalami mimpi yang menjadi kenyataan. Seorang mukmin yang jujur, ia berusaha jujur dalam perkataannya, niscaya akan mendapatkan berita gembira di dunia dan akhirat, sebagaimana dalam kehidupan nyatanya ia berlaku jujur, maka mimpinya pun demikian. Lain halnya dengan seorang pendusta dan fasik, karena kebanyakan mimpinya bercampur aduk dan merupakan mimpi yang kacau.

  3. Mimpi yang baik merupakan salah satu tanda kenabian. Apabila Nabi dengan kedudukannya yang mulia dikhususkan oleh Allah  dengan empat puluh lima tanda, maka mimpi yang baik adalah salah satu tanda tersebut. Beliau mengalami mimpi selama enam bulan sebelum turunnya wahyu, mimpi tersebut datang seperti terangnya waktu subuh.

  4. Kemudian beliau memberitahukan bahwa apa yang dilihat oleh seorang manusia di dalam mimpinya ada tiga jenis: mimpi yang baik sebagai berita gembira berupa kebaikan dari Allah Ta’ala atau berita beberapa perkara gaib yang merupakan tanda kenabian;

  5. Atau mimpi dari setan, yaitu mimpi yang dialami oleh seseorang sehingga ia merasa gelisah dan sedih, entah itu mimpi buruk, hantu, dan yang semisal;

  6. Atau akibat bisikan jiwanya, yaitu apa yang diangan-angankan seseorang ketika ia dalam kondisi terjaga. Sebagai contoh: ia berambisi ingin menjadi orang kaya, lantas pada mimpinya ia mendapatkan harta yang berlimpah dan hal lain yang serupa.

  7. Lalu Nabi mengarahkan seorang Muslim, jika ia mendapati mimpi yang menyedihkan, maka sebaiknya ia bangun, berwudu, dan mengerjakan shalat karena Allah sekehendaknya. Kemudian tidak perlu memberitahukan mimpinya kepada siapa pun, karena sesungguhnya itu tidak akan membahayakan dirinya.


  1. (1) Mimpi yang benar dialami oleh seorang mukmin, namun bisa saja ada orang kafir atau orang fasik mendapati mimpinya benar. Akan tetapi mimpi yang paling benar dialami oleh manusia adalah apa yang dialami oleh seorang mukmin yang benar-benar berusaha keras bersikap jujur dalam tutur katanya.

  2. (2) Sudah selayaknya seorang mukmin berusaha berlaku jujur dalam kehidupannya, baik itu perkataan atau perbuatan. Ketika hidupnya lurus, niscaya dia akan mendapati berita gembira di dunia dan akhirat.

  3. (3) Bersemangatlah untuk berhias dengan salah satu perilaku para nabi, jika berperilaku jujur, maka akan dikaruniai mimpi yang baik.

  4. (4) Mimpi yang baik adalah berita gembira dari Allah Ta’ala yang diberikan kepada hamba-hamba-Nya. Nabi pernah menafsirkan firman-Nya Ta’ala,

    “Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan di akhirat.”

    (QS. Yunus: 64)

    bahwa itu merupakan, “Mimpi baik yang dialami oleh seorang Muslim atau dia dimimpikan (baik) oleh orang lain.”[2]

  5. (4) Mimpi baik bukan sekadar berita gembira berupa kebaikan semata, namun terkadang dalam mimpi tersebut terlihat beberapa kabar yang buruk, entah itu kematian, sakit, musibah yang menimpa dirinya atau keluarganya, karena maksud dari mimpi yang baik di sini adalah mimpi yang bisa ditakwil.

  6. (4) Apabila seorang Muslim bermimpi, maka ia berhak menceritakannya kepada ulama yang dikenal ketakwaannya dan mencintai kebaikan pada manusia. Namun dia tidak boleh menceritakannya kepada orang yang membencinya atau musuhnya.

  7. (4) Seseorang yang mendapati dirinya mampu untuk menafsirkan mimpi, maka hendaknya dia membersamai manusia lain dan menakwilkan mimpi mereka, sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Nabi setelah shalat Subuh. Beliau pernah bersabda kepada para sahabatnya, “Apakah di antara kalian, tadi malam ada yang bermimpi sesuatu?”[3]

  8. Jangan sampai engkau bersandar pada mimpimu, sehingga bermalas-malasan dalam beramal, tetapi sebaiknya tetap bersungguh-sungguh dalam ketaatan, dan bergembiralah dengan berita gembira yang diberikan Allah Ta’ala kepadamu.

  9. (5) Mimpi yang di dalamnya terlihat penampakan hantu, sesuatu yang mengerikan atau yang semisalnya, dan tidak didapati sifat mimpi yang sebenarnya, maka tidak perlu dihiraukan dan tidak perlu juga ditakwil, karena itu bersumber dari setan yang ingin melemahkan iman seorang hamba, menimpakan kesedihan dan kegelisahan kepadanya.

  10. (6) Wajar saja jika orang yang lapar lantas ia bermimpi melihat makanan yang ingin ia makan; seorang fakir yang mendapati harta karun dan kebaikan, dan seorang pelajar melihat hasil ujiannya. Ini semua akibat bisikan jiwa yang emosional yang ia alami ketika terjaga.

  11. (7) Apabila seorang Muslim bermimpi buruk, maka disunnahkan untuk bangun dan mengerjakan shalat, serta tidak memberitahukan mimpinya kepada siapa pun. 

  12.  Di antara etika yang diajarkan Nabi, jika seorang Muslim bermimpi sesuatu yang menggelisahkan, maka dia hendaknya memohon perlindungan kepada Allah Ta’ala, meludah sedikit ke arah kirinya sebanyak tiga kali, dan mengubah posisi tidurnya ke arah lain. Nabi  bersabda, “Apabila salah seorang di antara kalian bermimpi buruk, maka meludahlah ke sebelah kirinya, lalu mohonlah perlindungan kepada Allah dari setan sebanyak tiga kali, dan ubahlah posisi berbaringnya ke arah lainnya.”[4]

references

  1. HR. Muslim (479).
  2. HR. Ahmad (23063), Ibnu Majah (3898), dan At-Tirmizi (2273).
  3. HR. Ahmad (8296, Abu Daud (5017), dan At-Tirmizi (2294).
  4. HR. Muslim (2262).


  1. Para sahabat sangat bersemangat untuk menghafal dan mempelajari hadis Nabi . Dalam hadis ini, Umar bin Khaþþabmempelajari hadis Nabi,bersama para sahabat. Beliau bertanya tentang hadis fitnah untuk belajar bersama, saling mengingatkan atau saling memberi nasihat.

  2. Lalu sebagian sahabat yang hadir berkata, “Kami pernah mendengarnya dari Nabi .” Umar segera bertanya kepada mereka, apakah yang mereka maksud adalah hadis, “Fitnah seseorang terkait keluarga, harta, jiwa, anak dan tetangganya, semua itu akan dihapuskan oleh puasa, shalat, sedekah dan amar makruf nahi munkar.”[1]Mereka menjawab, “Benar, itulah yang kami maksud.” Umar berkata, “Fitnah seperti itu akan dihapuskan oleh shalat, puasa, dan sedekah. Ini adalah fitnah yang ringan, karena termasuk dalam sabda Nabi, “Shalat lima waktu, shalat Jumat menuju shalat Jumat berikutnya, puasa Ramaðán menuju puasa Ramaðán berikutnya akan menghapuskan dosa-dosa antara keduanya, jika dosa besar ditinggalkan.” [2]

Yang dimaksud dengan fitnah seseorang terkait keluarga, harta, diri, dan anaknya adalah seorang hamba melakukan sesuatu yang berhubungan dengan hal-hal tersebut yang bisa menyebabkan murka Allah, seperti melakukan kemaksiatan dan meninggalkan kewajiban. Sebagaimana firman Allah ,

“Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah pahala yang besar.”

(QS. At-Tagábun: 15) 

Yang dimaksud dengan fitnah seseorang terkait tetangganya adalah apabila ia iri dengan nikmat yang dimilikinya atau melihat aurat/aib tetangganya yang tidak bisa dilihat orang lain. [3]

3.  Namun Umar berkata, “Bukan hadis itu yang aku maksud. Yang aku maksud adalah hadis mengenai fitnah yang menerpa seluruh manusia dan datangnya bertubi-tubi seperti ombak samudra. Siapa di antara kalian yang hafal hadis tersebut?” Semua sahabat pun terdiam karena tidak ada yang mengetahui hadis yang dimaksud oleh Umar Al-Faruq . Kemudian Huæaifah berdiri dan berkata, “Aku mendengar hadis itu.” Umar kemudian memujinya dengan mengatakan, “Lillahi abuka (betapa bangga ayahmu kepadamu). Ini adalah ungkapan yang diucapkan oleh orang Arab untuk memuliakan dan mengagungkan, seperti ketika menisbahkan sesuatu kepada Allah Ta’ala, misalnya ketika mengatakan, ‘Rumah Allah, unta Allah,’ Mereka memuji seorang ayah yang melahirkan anak yang sepertinya.”

4.  Kemudian Huæaifah menyampaikan hadis yang menjelaskan bahwa fitnah demi fitnah dibentangkan kepada hati tanpa jeda; datang terus-menerus seperti anyaman tikar. Orang yang menganyam tikar merangkai daun-daun kurma menjadi satu kemudian menganyamnya satu sama lain tanpa ada celah. 

5.  Apabila hati sudah tercampur dengan fitnah tersebut maka akan disematkan padanya satu noktah hitam. Namun, apabila dia meninggkarinya dan memohon perlindungan kepada Allah Ta’ala, maka akan disematkan pada hatinya satu titik putih.

Noktah hitam itulah yang disebut dengan ar-rán (penutup) yang ada di hati sebagaimana firman Allah Ta’ala,  

“Sekali-kali tidak! Bahkan apa yang mereka kerjakan itu telah menutupi hati mereka.”

(QS. Al-Muþaffifin: 14)

6.Demikianlah fitnah yang terus-menerus dan pengaruhnya terhadap hati. Setiap fitnah akan menimbulkan satu titik putih pada hati seorang yang beriman dan satu noktah hitam pada hati orang yang kafir. Pada akhirnya, hati manusia terbagi menjadi dua jenis hati; hati yang putih bersih seperti batu putih yang licin yang tidak akan terdampak dengan cobaan apapun selama langit dan bumi masih ada, seperti batu licin yang tidak terpengaruh oleh hujan, debu dan lain sebagainya. Sebagaimana firman Allah ,

“Perumpamaannya (orang itu) seperti batu yang licin yang di atasnya ada debu, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, maka tinggallah batu itu licin lagi.”

(QS. Al-Baqarah: 264)

Jenis yang kedua adalah hati yang hitam legam tertutup debu. Tidak ada manfaat yang bisa diharapkan dari hati yang seperti ini, bagaikan panci terbalik yang tidak bisa menampung air, karena berbagai fitnah telah bertumpuk-tumpuk hingga menutupi fitrahnya. Sehingga tidak mengetahui yang makruf dan tidak menolak yang mungkar. Ia mengikuti hawa nafsunya yang selalu menyuruh pada kemaksiatan dan mencegahnya dari ketaatan.

7.Setelah itu, Huæaifah menenangkan Umar bahwa tidak ada yang perlu beliau khawatirkan, karena antara dirinya dan fitnah tersebut ada pintu yang menghalanginya. Akan tetapi, pintu itu akan segera rusak dalam waktu dekat. Maka Umar pun bertanya, “Apakah pintu itu akan dirusak atau dibuka?” Karena jika dibuka, maka pintu tersebut dapat ditutup kembali. Huæaifah menjawab, “Pintu itu akan dirusak.” Jika pintu itu telah hancur, maka tidak ada yang bisa menghalangi fitnah tersebut menerpa manusia. Huæaifah ingin mengatakan bahwa pintu itu sebenarnya adalah seseorang yang bisa menjadi penghalang munculnya fitnah. Apabila ia meninggal, maka fitnah itu akan bebas menerpa. Tentu yang disampaikan oleh Huæaifah adalah sebuah pengetahuan yang didapatkan dari Rasulullah, bukan karangan dan khurafat manusia atau sesuatu yang didapatkan dari ahli kitab ataupun nalar manusia.

Ucapan Umar, Lá abán laka (tidak ada ayah bagimu). ” Secara harfiah bermakna tidak ada ayah bagimu, ucapan tersebut adalah ungkapan yang diucapkan oleh bangsa Arab untuk memotivasi seseorang untuk melakukan suatu perbuatan. Karena seorang ayah dapat menolak dan menyingkirkan musibah dan kemudaratan yang menimpa anaknya. Apabila ayahnya meninggal, maka tidak ada orang yang bisa melindunginya lagi. Makna ungkapan itu adalah bersungguh-sungguhlah engkau, singsingkan bajumu dan bersiap-siagalah!

Dalam beberapa riwayat yang lain, para sahabat bertanya kepada Huæaifah mengenai pintu tersebut, beliau menjawab, “Pintu itu adalah Umar.” Kemudian Huæaifah memberitahu mereka bahwa Umar juga sudah mengetahuinya.[4]

Hadis ini termasuk di antara tanda-tanda kenabian Rasulullah. Terbukti, setelah syahidnya Umar, berbagai fitnah datang terus-menerus yang diawali dengan pemberontakan yang dilakukan oleh sebagian kaum Muslimin terhadap Ušman hingga menyebabkannya terbunuh. Setelah itu, terjadi peperangan antara para sahabat pada zaman kekhalifahan Ali bin Abi ±alib diikuti dengan munculnya kaum Khawarij, Murji’ah, dan Syiah ekstrem.


  1. (1) Para sahabat sangat bersemangat untuk menghafal dan mempelajari hadis Nabi . Kesibukan dunia tidak menghalangi mereka untuk melakukan hal tersebut. Seyogianya setiap Muslim meneladan mereka untuk bersemangat dalam menuntut ilmu.

  2. (1) Hendaknya para dai dan pendidik mengkaji hadis-hadis Nabi bersama dengan masyarakat dan melibatkan mereka secara aktif agar mereka mendapatkan manfaat yang maksimal dan membuat mereka bersemangat mendengarkan topik yang dibahas.

  3. (1) Hendaknya para ulama, dai, dan khatib memilih tema-tema penting sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Jangan menyampaikan tema dan masalah yang tidak mempunyai dampak yang besar dalam kehidupan sehari-hari. 

  4. (1) Seorang Muslim boleh mempelajari ilmu-ilmu cabang setelah menguasai ilmu-ilmu pokok yang harus diketahui oleh setiap Muslim. Jika sudah memahami hukum-hukum syariat yang utama, ia boleh menekuni dan berspesialisasi dalam ilmu bahasa, kedokteran, teknik dan ilmu-ilmu lain yang bermanfaat. Dia bisa juga memilih untuk berspesialisasi dalam ilmu-ilmu agama seperti ilmu tafsir, fikih, hadis, akidah, dan lain sebagainya. Dalam hadis ini dijelaskan bahwa Umar hanya menanyakan hadis-hadis tentang fitnah. Demikian juga Huæaifah yang mempunyai perhatian terhadap hadis-hadis tentang fitnah karena khawatir terjatuh ke dalamnya. 

  5. (2) Tidak ada satu pun sahabat yang berani berbicara bohong atas nama Rasulullah  dengan mengucapkan sesuatu yang tidak pernah mereka dengar dari beliau. Inilah alasan mengapa mereka diam ketika Umar bertanya kepada mereka. Sehingga tidak boleh bagi seseorang memberi fatwa tanpa didasari ilmu atau berdebat dalam masalah yang tidak ia kuasai.

  6. (2) Seberapa pun banyaknya dosa dan keburukan yang engkau lakukan, bersegeralah untuk bertobat dan kembali kepada Allah serta mengganti dosa tersebut dengan amal saleh, karena amal saleh dapat menggugurkan dan menghapuskan dosa.

  7. (3) Tidak selayaknya bagi penuntut ilmu untuk malu menjawab pertanyaan atau fatwa yang ia ketahui hukumnya dengan baik. Jangan ada sesuatu yang menghalanginya untuk menjelaskan hukum syariat kepada masyarakat.

  8. (3) Seyogianya para pendidik dan dai memberikan penghargaan kepada murid-murid yang berprestasi agar semakin termotivasi untuk menuntut ilmu. Minimal dengan memberikan kata-kata motivasi dan doa untuk keberhasilan mereka di masa depan.

  9. (4) Cobaan dan ujian terus akan menerpa hati manusia, dan tidak ada yang mampu melindunginya kecuali iman kepada Allah Ta’ala. Hendaklah engkau selalu mendekat kepada Allah ketika lapang, agar Dia menolongmu ketika kesusahan.

  10. (5) Waspadailah fitnah dan maksiat, karena keduanya akan meninggalkan noda hitam di hati seorang hamba hingga akhirnya menjadi hati yang sengsara.

  11. (5) Jika engkau berdosa atau terjatuh pada kemaksiatan maka segeralah bertobat kepada Allah Ta’ala agar noda hitam tersebut dihapuskan dari hatimu.

  12. (5) Perbanyaklah amal saleh. Jangan sampai tergoda untuk jatuh kepada fitnah, baik kecil maupun besar. Dengan demikian, hatimu akan menjadi putih dan tidak terpengaruh fitnah dan syahwat.

  13. (6) Mintalah perlindungan kepada Allah Ta’ala agar dijauhkan dari orang-orang yang sesat, karena yang mereka melihat hanyalah kemungkaran. Mereka juga selalu mengikuti kesesatan dan hawa nafsu.

  14. (6) Jangan menyepelekan fitnah dan maksiat. Jika maksiat terus-menerus menempel pada hati seorang Muslim, ia akan menghapuskan fitrahnya dan membalikkan hatinya hingga menjadi hamba bagi nafsu dan syahwatnya.

  15. (6) Ada empat jenis hati: pertama, hati yang bersih, di hati ini ada cahaya yang terang memancar, itulah hati seorang mukmin. Kedua, hati yang tertutup, itulah hati seorang kafir. Ketiga, hati yang terbalik, itulah hati seorang munafik. Ia mengetahui kebaikan tapi menolaknya. Ia melihat cahaya petunjuk tapi memilih untuk memejamkan mata. Keempat, hati yang diperebutkan oleh dua kekuatan; kekuatan iman dan kemunafikan. Kekuatan yang menang akan mengubah hati tersebut.[5] Maka pilihlah hati mana yang engkau inginkan! 

  16. (7) Seorang mukmin hendaklah semakin bertambah imannya kepada Allah dan Rasul-Nya ,  semakin membenarkan keduanya. Ketahuilah bahwa Nabi tidak pernah berbicara dengan hawa nafsu. Di setiap hadis yang beliau sampaikan, engkau melihat tanda-tanda kenabian dapat meruntuhkan segala keraguan dan kebohongan orang-orang kafir.

  17. Seorang penyair menuturkan, 

Aku melihat dosa dapat mematikan kalbu

kecanduannya membawa pada kehinaan

Meninggalkan dosa dapat menghidupkan kalbu 

Menentangnya adalah yang terbaik bagimu 

references

  1. HR. Al-Bukhari (7096) dan Muslim (144).
  2. HR. Muslim (233).
  3. Irsyád As-Sári karya Al-Qusþullaní (1/480).
  4. HR. Al-Bukhari (1435).
  5. Igášah Al-Lahfán Min Maÿáyid Asy-Syaiþán karya Ibn Al-Qayyim (1/12).




Nabi menjelaskan agungnya keutamaan beribadah pada zaman fitnah. Yaitu zaman ketika manusia sibuk mengumbar syahwat dan berlomba-lomba untuk memperoleh kenikmatan dunia sehingga banyak terjadi kemaksiatan dan pertumpahan darah. Nabi menjelaskan bahwa ibadah pada waktu-waktu tersebut pahalanya menyamai pahala orang yang berhijrah yang meninggalkan keluarga

harta, dan tanah airnya dalam rangka berjuang di jalan Allah dan taat kepada Nabi  . Ibadah adalah istilah yang mencakup segala hal yang dicintai dan diridai oleh Allah , berupa ucapan dan perbuatan, lahir maupun batin. Misalnya shalat, zakat, 

puasa, haji, berbicara jujur, menunaikan amanah, berbakti kepada orang tua, menyambung silaturahim, menepati janji, amar makruf nahi munkar, berjihad memerangi orang-orang kafir dan orang-orang munafik, berbuat baik kepada tetangga, anak yatim, orang miskin, ibnu sabil, hamba sahaya, berbuat baik kepada binatang, berdoa, berzikir, membaca Al-Qur`an dan ibadah-ibadah lainnya. Demikian juga mencintai Allah , mencintai Rasulullah , takut kepada Allah, berserah diri kepada-Nya, mengikhlaskan beragama kepada-Nya, bersabar dengan hukum-hukum-Nya, bersyukur terhadap nikmat-nikmat-Nya, rida dengan takdir-Nya, tawakal kepada-Nya, meminta rahmat-Nya, berharap rahmat-Nya, takut terhadap azab-Nya dan lain-lain. Semua ini termasuk dalam kategori ibadah kepada Allah.

Al-Harj berarti banyaknya fitnah (kekacauan) dan tersebarnya pembunuhan, seperti sabda Nabi , “Zaman saling berdekatan, amalan menjadi berkurang, sikap pelit ditanamkan dalam hati manusia dan banyaknya Al-Harj.” Para sahabat bertanya, “Apakah Al-Harj?” Nabi  menjawab, “Pembunuhan, pembunuhan.”

Ibadah pada waktu tersebut mendapatkan pahala yang besar karena kebanyakan manusia ketika itu larut dalam fitnah dan kekacauan serta tidak peduli dengan yang halal dan haram. Orang yang melakukan uzlah dari khalayak ramai mempunyai kedudukan yang sama dengan orang yang berhijrah yang meninggalkan kaumnya dengan kemusyrikan dan kekafiran mereka dalam rangka menjaga agamanya.

Implementasi


  1. Sibukkanlah dirimu dengan ketaatan. Jika tidak, maka kemaksiatan pasti akan menyibukkanmu.
  2. Jangan tertipu dengan banyaknya orang yang rusak, dan jangan berputus asa karena sedikitnya orang yang taat, karena sesungguhnya pengikut kebatilan selalu banyak.
  3. Dalam hadis ini terdapat dalil disunahkan mengisi waktu dengan ketaatan ketika manusia sedang dilanda kelalaian. Hal tersebut dicintai oleh Allah . Sejumlah ulama salaf terdahulu senang mengisi waktu antara shalat Magrib dan Isya dengan melakukan banyak shalat. Mereka mengatakan, “Waktu ini adalah waktu yang banyak manusia lalai.” Oleh karena itu, qiamulail diutamakan untuk dilakukan di tengah malam ketika banyak manusia sedang lalai dari berzikir.[1]
  4. Pahala ibadah pada zaman fitnah dan waktu lalainya manusia sama seperti berhijrah dari negeri kafir ke negeri Islam. Tidak ada pahala yang melebihi pahala berhijrah.

Bahkan Allah berfirman,

“Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah, dengan harta dan jiwa mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah. Mereka itulah orang-orang yang memperoleh kemenangan.”

(QS. At-Taubah: 20)

5.Nabi mengabarkan akan terjadinya fitnah di akhir zaman agar setiap Muslim mempersiapkan diri untuk menghadapinya dengan bersegera melaksanakan ketaatan dan berpegang teguh dengan tali Allah Ta’ala.


6.Ibadah pada waktu lalai mewujudkan jaminan rasa aman bagi manusia. Seandainya bukan karena para ahli ibadah pada zaman fitnah, pastilah Allah Ta’ala menghancurkan bumi dan seluruh isinya. Maka berusahalah menjadi orang-orang yang mewujudkan rasa aman bagi kaum Muslimin.


7.Seorang penyair menuturkan,

Jika tidak menemukan sahabat yang bertakwa, maka kesendirianku

lebih nikmat dan menyenangkan daripada bergaul dengan pemuja syahwat

Aku duduk sendiri untuk beribadah dengan rasa aman

Hidupku tenang bebas dari kawan yang aku takutkan keburukannya


Referensi

  1. Laþá`if Al-Ma’árif karya Ibnu Rajab hal. 131.














Nabi menjelaskan salah satu bentuk anugerah Allah Ta’ala kepada hamba-hamba-Nya yang beriman. Yakni seluruh urusan seorang mukmin menjadi kebaikan untuknya. Sebagaimana sabda Nabi , “Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin. Sungguh, seluruh urusannya baik baginya. Dan hal itu tidak berlaku kecuali bagi seorang mukmin. Jika mendapatkan kelapangan, dia bersyukur maka itu baik baginya. Dan jika mendapatkan keburukan, dia bersabar maka itu baik baginya.[1]” 

Dalam hadis ini, Nabi  menjelaskan bahwa semua musibah yang

seorang Muslim berupa rasa lelah, rasa sakit, kerisauan dalam hati karena khawatir dengan sesuatu yang terjadi di masa depan, kesedihan atas kejadian di masa lalu, segala jenis musibah, atau kesempitan dalam hati yang membuatnya sedih, baik sedikit maupun banyak, hingga duri yang menusuknya; semua musibah tersebut bisa menghapus dosa-dosanya. Nabi bersabda, “Dan cobaan itu terus-menerus menimpa seorang mukmin laki-laki dan perempuan, pada dirinya, anak, dan hartanya, hingga dia bertemu dengan Allah Ta’ala tanpa menanggung satu pun dosa.”[2]

Akan tetapi, untuk mendapatkan pahala, dan dosa dihapuskan ada syarat yang harus dipenuhi yaitu sabar dan mengharap pahala dari Allah atas musibah yang diterima. Adapun jika seseorang mengeluh karena musibah yang menimpanya, maka hal itu justru menjadi dosa baginya.


1.Hadapilah musibah dengan jiwa yang ikhlas dan mengharap pahala dari Allah maka engkau akan mendapatkan pahala dan kafarat dosa karena penyakit tersebut.

2.Dengan kedermawanan-Nya, Tuhan benar-benar memberikan berbagai macam pahala dan ganjaran kepada hamba-hamba-Nya. Maka jangan sampai, lisan lalai untuk bersyukur kepada-Nya, dan jasad untuk selalu tunduk dan pasrah terhadap perintah-perintah-Nya dengan rasa cinta.

3.Orang yang mendapatkan musibah bukanlah orang yang ditimpa bala. Akan tetapi orang yang mendapatkan musibah sebenarnya adalah orang yang tertimpa bala namun ia tidak mendapatkan pahala atas apa yang menimpanya.

4.Bala (cobaan) pasti akan menimpamu. Tidak seorang pun yang terbebas darinya. Maka bersabarlah atas apa yang menimpamu dan jangan berkeluh kesah. Ali bin Abi ±alib berkata kepada Asy’aš bin Qais , “Sesungguhnya, jika engkau bersabar, takdir akan tetap berjalan dan engkau mendapatkan pahala atasnya. Dan jika engkau berkeluh kesah, takdir akan tetap berjalan dan engkau mendapatkan dosa atasnya.[3]”

5.Seorang penyair menuturkan,

Biarkan hari-hari berlalu sebagaimana mestinya

bersenang hatilah atas segala takdir yang menimpa

Jangan bersedih karena musibah pada malam hari

karena semua musibah di dunia tak ada yang abadi

Rezekimu tidak berkurang karena berhati-hati

juga tidak akan bertambah karena kepayahan

Kesedihan tak akan abadi dan tiada pula kebahagiaan

demikian pula kesengsaraan atasmu dan kelapangan


6.Penyair lain menuturkan,

Jika musibah menimpamu maka bersabarlah seperti sabarnya orang mulia

karena Al-Karím Yang paling tahu tentang dirimu

Jika engkau mengadu kepada bani Adam, engkau hanyalah

mengadukan kasih sayang kepada yang tidak mengasihi

Referensi

  1.  HR. Muslim (2999).
  2.  HR. At-Tirmizi (2399)
  3. .Adab Ad-Dun-yá wa Ad-Dín karya Al-Máwardí.


1. Karena manusia lemah secara fitrah, dia kalah dengan nafsu dan syahwatnya, nafsu dan syahwat memperindah dunia dan gemerlapnya. Terkadang setan menipu dan menyesatkannya- maka sangat wajar apabila manusia jatuh ke dalam dosa dan maksiat. Oleh karena itu, Nabi menjelaskan bahwa semua anak keturunan Adam banyak melakukan dosa dan kemaksiatan. Tidak ada seorang pun yang maksum kecuali para nabi.

2. Ini bukan berarti manusia boleh terus-menerus berkubang dalam dosa dan terjebak dalam kemaksiatan. Nabi menjelaskan bahwa orang yang paling baik ketika terjatuh ke dalam dosa adalah mereka yang banyak bertobat dan kembali kepada Allah Ta’ala dengan segera. Artinya, setiap kali seseorang terjatuh ke dalam dosa, dia segera bertobat dan menyesal namun tidak terus-menerus melakukan dosa tersebut. Sebagaimana firman Allah ketika memberikan menjelaskan sifat orang yang bertakwa,

“Dan orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menzalimi diri sendiri, (segera) mengingat Allah, lalu memohon ampunan atas dosa-dosanya.”

(QS. Áli Imrán: 135)


1. (1) Jangan pernah mencela seseorang karena dosa yang dilakukannya karena setiap orang pasti pernah terjatuh ke dalam dosa.

2. (1) Jangan melanggengkan perbuatan dosa dengan dalil bahwa semua manusia bersalah. Itu bukan argumentasi yang bisa diterima untuk melakukan dosa.

3. (1) Jangan berputus asa dari rahmat Allah Ta’ala karena banyaknya dosa. Karena sesungguhnya, jika Allah berkehendak manusia tidak berdosa, pastilah Allah menciptakan kita sebagai malaikat. Nabi bersabda, “Demi †at yang jiwaku berada di tangan-Nya, seandainya kalian tidak berdosa, maka pastilah Allah akan membinasakan kalian dan kemudian menciptakan kaum yang berdosa. Mereka kemudian meminta ampun kepada Allah dan Allah mengampuni mereka.”[1]

4. (1) Jangan sekali-sekali meremehkan dosa dan melihatnya sebagai sesuatu yang ringan, karena hal itu akan menjadikanmu terus-menerus melakukan dosa tersebut dan tidak bertobat. Abdullah bin Abbas pernah mengatakan, “Wahai pelaku dosa, jangan merasa aman dari akibat dosa yang engkau lakukan. Tidak ada dosa yang lebih besar daripada melakukan dosa setelah dosa yang lain, jika engkau mengetahuinya. Sedikitnya rasa malu yang engkau miliki terhadap malaikat yang berada di samping kanan dan kirimu ketika engkau sedang melakukan dosa, lebih besar dari dosa yang engkau lakukan. Tertawamu ketika berbuat dosa dan engkau tidak tahu apa yang akan Allah lakukan terhadapmu, lebih besar daripada dosa. Kebahagiaanmu ketika berbuat dosa, lebih besar daripada dosa. Rasa sedihmu ketika tidak bisa berbuat dosa, lebih besar daripada dosa tersebut ketika kamu melakukannya. Perasaan takutmu terhadap angin yang akan membuka pintu persembunyianmu ketika sedang berbuat dosa dan hatimu sama sekali tidak bergetar atas pandangan Allah terhadapmu, lebih besar dari dosa yang engkau lakukan.” [2]

5. (2) Bersegeralah bertobat kepada Allah Ta’ala setiap kali engkau terjatuh dalam perbuatan dosa atau suatu kemaksiatan. Jangan berputus asa terhadap rahmat Allah Ta’ala karena Allah  berfirman dalam hadis qudsi, “Wahai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya kalian selalu berdosa pada malam dan siang hari, sedangkan Aku mengampuni semua dosa. Maka mintalah ampun kepada-Ku, Aku akan mengampuni kalian.”[3]

6. (2) Orang yang Allah inginkan kebaikan untuknya akan dibukakan baginya jalan untuk merendahkan diri kepada Allah Ta’ala, selalu berharap kepada-Nya, merasa membutuhkan-Nya, merasa hina di depan-Nya karena keburukan-keburukan yang dia lakukan, kebodohannya, dan pembangkangannya. Dia melihat agungnya anugerah Allah, karunia-Nya, rahmat-Nya, kedermawanan-Nya, kebajikan yang selalu dia anugerahkan dan kekayaan serta kemuliaan-Nya.[4]

7. (2) Teruslah berharap kepada Rabbmu walaupun engkau banyak berdosa dan banyak keburukan, karena sungguh Allah sangat bergembira dengan tobat hamba-Nya, sebagaimana sabda Nabi Muhammad, “Allah lebih gembira untuk menerima tobat hamba-Nya yang mukmin daripada salah seorang dari kalian yang berada di gurun pasir yang membinasakan bersama tunggangannya, di atas tunggangannya tersebut ada makanan dan minumannya, kemudian ia tidur. Ketika bangun, tunggangannya itu terlepas darinya. Ia mencarinya hingga kehausan, kemudian berkata, ‘Aku akan kembali tempaku semula, kemudian aku akan tidur hingga mati.’ Ia pun tidur dengan meletakkan kepalanya di atas lengannya dengan berharap agar ia mati. Ketika ia bangun, tunggangannya kembali beserta makanan dan minumannya. Maka Allah itu lebih berbahagia dengan tobat hamba-Nya yang beriman dari orang yang mendapatkan kembali tunggangan dan bekalnya tersebut.” [5]

8. (2) Bertobat dari dosa mengharuskan adanya penyesalan atas kedurhakaanmu terhadap hak Allah Ta’ala. Maka jangan pernah sekali-sekali berbangga dengan maksiat, walaupun engkau sudah bertobat darinya.

9. (2) Jangan karena engkau sering mengulang dosa yang sama membuatmu tidak berani bertobat. Tetaplah mengikhlaskan niat untuk bertobat dan berazamlah untuk tidak mengulangi dosa yang sama. Bertobatlah kepada Allah , maka setelah itu, tidak menjadi masalah jika engkau jatuh kembali pada dosa selama engkau tetap mengulangi tobat itu sendiri. Nabi bersabda, “Ada seorang hamba yang berbuat dosa. Setelah itu, ia berdoa dan bermunajat, ‘Ya Allah, ampunilah dosaku!’ Kemudian Allah berfirman, ‘Sesungguhnya hamba-Ku mengaku telah berbuat dosa, dan ia mengetahui bahwasanya ia mempunyai Tuhan yang dapat mengampuni dosa atau memberi siksa karena dosa.’ Kemudian orang tersebut berbuat dosa lagi dan ia berdoa; ‘Ya Allah, ampunilah dosaku!’ Maka Allah berfirman, ‘Hamba-Ku telah berbuat dosa, dan ia mengetahui bahwasanya ia mempunyai Tuhan yang mengampuni dosa atau menyiksa hamba-Nya karena dosa. Oleh karena itu, berbuatlah sekehendakmu, karena Aku pasti akan mengampunimu (jika kamu bertobat).’”[6]

10. (2) Jangan pernah berprasangka buruk bahwa dosamu tidak akan diampuni, karena itu adalah bentuk pendustaan terhadap firman Allah,

“Dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu.” 

(QS. Al-A’ráf: 156)

11. (2) Jika engkau ingin bertobat maka ketahuilah syarat-syaratnya, yaitu: menyesal terhadap maksiat yang dilakukan, meninggalkan maksiat tersebut, berazam untuk tidak mengulanginya, dan mengembalikan hak kepada pemilik hak tersebut jika dosa itu berhubungan dengan hak orang lain atau berkaitan dengan keridaan mereka.

12. (2) Tobat tidak hanya menghapuskan maksiat. Tobat juga mampu menggantikan maksiat itu menjadi kebaikan. Maka berbahagialah orang yang bertobat karena dosanya dihapuskan dan kebaikan bertambah.

13. Seorang penyair menuturkan,

Wahai jiwa, berhentilah dari berbuat kemaksiatan dan lakukanlah

amalan yang baik, semoga Allah memberikan rahmat-Nya kepadaku

Wahai jiwa, celakalah engkau, segeralah bertobat dan beramal saleh

semoga engkau diberi balasan pahala kebaikan setelah kematian

14. Penyair lain menuturkan,

Wahai Tuhanku jika dosa-dosaku besar dan banyak

sungguh aku tahu bahwa ampunan-Mu lebih agung

Jika tidak boleh berharap kepada-Mu kecuali muhsin

kepada siapa orang yang berdosa bisa berdoa dan berharap

Aku berdoa kepada-Mu Tuhanku sebagaimana Engkau perintahkan

maka jika Engkau menolak tanganku siapakah yang akan mengasihiku

Aku tidak punya wasilah mencapai-Mu kecuali harapan

dan ampunan-Mu kemudian karena aku seorang Muslim


Referensi

1. HR. Muslim (2749).

2. Ôilyah Al-Auliyá’ karya Abu Nu’aim Al-Asfahaní (1/324).

3. HR. Muslim (2477).

4. Al-Wábilu Aÿ-Ÿayyib min Al-Kalimi Aþ-þayyib karya Ibn Al-Qayyim (7).

5. HR. Al-Bukhari (6308) dan Muslim (2744).

6. HR. Al-Bukhari (7507) dan Muslim (2758).




1. Nabi  memotivasi untuk segera bertobat dan mengembalikan hak orang yang dizalimi. Barang siapa yang pernah mengambil hak saudaranya sesama Muslim secara zalim, baik itu dengan mencaci atau menjelekkannya, mengadu domba dan sejenisnya; memakan hartanya, merampas haknya, memukulnya dan lain-lain, maka dia harus meminta keikhlasan orang yang diambil haknya atau dizalimi tersebut sebelum hari kiamat. Karena pada saat itu, tidak ada lagi interaksi dengan harta sehingga tidak mungkin seseorang dapat mengembalikan hak orang lain dengan harta. Meminta dihalalkan (diikhlaskan) dapat dilakukan dengan cara mengembalikan hak orang yang dizalimi dan meminta kerelaan serta meminta maaf dari mereka.

2. Jika seorang Muslim belum meminta kehalalan dari kezaliman yang dilakukannya terhadap saudaranya di dunia, maka di akhirat ia akan memenuhi pembalasan dengan kebaikan dan keburukan. Kebaikan orang yang zalim akan diambil dan diberikan kepada orang yang dizalimi, jika ia mempunyai kebaikan. Jika orang yang menzalimi tidak mempunyai kebaikan, maka keburukan orang yang dizalimi akan dibebankan kepada yang menzalimi dan kemudian dilemparkan ke dalam api neraka.  

Ini sesuai dengan hadis Nabi

“Tahukah kalian siapakah orang yang bangkrut itu?” Para sahabat menjawab, “Orang yang bangkrut menurut kami adalah orang yang tidak memiliki uang dan harta.” Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya orang yang bangkrut dari umatku adalah orang yang pada hari kiamat datang membawa pahala shalat, puasa, dan zakat, namun dia juga membawa dosa mencaci maki orang ini, memfitnah berbuat zina orang ini, memakan harta orang ini, membunuh orang ini, dan memukul orang ini. Karena itu, pahala amal kebajikannya diberikan kepada mereka. Jika pahala kebajikannya sudah habis, sedangkan urusannya belum selesai, maka dosa orang yang dizaliminya diberikan kepadanya. Kemudian dia dicampakkan ke dalam neraka.”[1]


1. (1) Berhati-hatilah dengan harta, jiwa, dan kehormatan orang lain, karena Allah Ta’ala menyegerakan balasan bagi orang yang berbuat zalim.

Rasulullah ﷺ bersabda

“Tidak ada dosa yang lebih layak untuk Allah Ta’ala segerakan azabnya kepada orang yang melakukannya di dunia namun tetap ada azab yang Allah simpan baginya di akhirat kecuali kezaliman dan memutuskan silaturahim.” [2]


2. (1) Jika Allah  saja yang merupakan penguasa langit dan bumi mengharamkan kezaliman atas diri-Nya

dan berfirman

“Wahai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya Aku mengharamkan kezaliman atas diri-Ku dan Aku jadikan kezaliman itu haram di antara kalian, maka janganlah saling berbuat zalim.”[3] 

Lalu bagaimana dengan hamba yang lemah, yang tidak bisa keluar dari keputusan dan hukum Allah Ta’ala?

3. (1) Bersegeralah untuk meminta kehalalan dari kezaliman yang engkau lakukan kepada orang lain sebelum engkau menyesal.

4. (1) Disyaratkan dalam bertobat untuk mengembalikan hak yang diambil dengan zalim kepada pemiliknya dan meminta maaf dari mereka. Maka usahakan agar tobatmu diterima.
5. (1) Berhati-hatilah dengan doa orang yang terzalimi, karena doa mereka mustajab dan pintu langit dibuka untuk doa tersebut.

Rasulullah ﷺ bersabda

“Berhati-hatilah dengan doa orang yang dizalimi karena tiada penghalang antara doa tersebut dengan Allah.” 


6. (2) Berhati-hatilah, jangan sampai menzalimi orang lain,

karena Rasulullah ﷺ bersabda,

“Takutlah kalian dari berbuat zalim karena kezaliman adalah kegelapan pada hari kiamat.” 

7. (2) Jagalah pahala kebaikan yang engkau raih dengan susah payah dan usaha yang keras di hadapan Allah Ta’ala. Jangan sampai pahala itu diambil oleh orang yang engkau zalimi atau orang yang engkau gunjingkan kehormatannya.

8. (2) Jika engkau khawatir bangkrut di dunia, maka ketahuilah bahwa kebangkrutan di akhirat jauh lebih berat dan jauh lebih menyengsarakan.

9. (2) Bayangkan jika engkau memikul dosa-dosa yang tidak pernah engkau lakukan. Dosa-dosa itu dibebankan kepadamu karena ucapan yang keluar dari mulutmu terhadap kehormatan saudaramu sesama Muslim.

10. (2) Bersegeralah mengembalikan hak orang yang dizalimi sebelum adanya pembalasan dengan menggunakan kebaikan dan keburukan; bukan dengan harta dan barang dagangan.

11. Seorang penyair menuturkan,
Di antara manusia ada yang kebiasaannya menzalimi orang lain 
dengan berbagai alasan yang ia kemukakan
Ia berani memakan yang haram dan mengklaim 
ada kemungkinan kehalalan pada harta benda itu 
Wahai orang yang memakan harta yang haram terangkan kepada kami 
dengan dalil kitab mana engkau menghalalkan yang kau makan?
Tidak tahukah engkau bahwa Allah mengetahui apa yang terjadi 
dan Ia akan mengadili seluruh perkara manusia di hari kiamat

12. Penyair lain menuturkan,
Jangan sekali-kali berbuat zalim ketika engkau kuasa 
karena kezaliman selalu berakhir dengan penyesalan 
Matamu tertidur sedangkan orang yang dizalimi tidak bisa tidur 
mendoakan keburukan untukmu dan mata Allah tidak pernah tertidur

Referensi

  1. HR. Muslim (2581)
  2. HR. Abu Daud (4902), Ibnu Majah (4211), dan At-Tirmizi (2511).
  3. HR. Muslim (2577).
  4. HR. Al-Bukhari (1496) dan Muslim (19).
  5. HR. Muslim (2578).



1. Ketika Allah  membuka hati Amr bin Al-Aÿ  untuk masuk Islam, beliau datang menemui Nabi  dan meminta Nabi  agar mengulurkan tangannya supaya beliau dapat berjabat tangan dan mengikat janji di atas Islam, sebagaimana kebiasaan membaiat kaum laki-laki yang berlaku pada masa itu.

2. Ketika Nabi  mengulurkan tangan kanannya kepada Amr  untuk membaiatnya, namun Amr mengepalkan tangannya. Nabi  pun terkejut dengan sikapnya yang mengurungkan baiatnya, dan beliau menanyakannya hal itu kepadanya. Lalu Amr  berkata, “Aku ingin mengajukan sebuah syarat sebelum aku berbaiat,” dan beliau mensyaratkan agar diberi jaminan ampunan dosa dari Allah Ta’ala terkait kesalahan-kesalahan yang pernah dikerjakannya dan telah memerangi agama Allah Ta’ala.

3. Nabi  memberikan kabar gembira kepadanya bahwa hanya dengan masuk Islam, dosa dan kesyirikan yang dilakukan seseorang sebelumnya dihapuskan.

4. Demikian pula, hijrah dari negeri kafir menuju negeri Islam dapat meruntuhkan dosa-dosa sebelumnya. Hijrah pada awal-awal Islam ialah berangkat menuju Madinah Al-Munawarah, menuju Rasulullah . Setelah Fatñu Makkah, hijrah menjadi luas artinya meninggalkan negeri kafir menuju negeri Islam, di mana pun keberadaannya. Adapun hadis, “Tidak ada hijrah setelah Fatñu Makkah.”[1]  Maknanya, tidak ada hijrah dari Makkah ke Madinah, karena penduduknya sudah menjadi Muslim semuanya, dan Makkah berubah menjadi negeri Islam, hijrah hanyalah dari negeri perang. [2]

5. Begitu juga haji, ibadah tersebut dapat menghapuskan dosa-dosa sebelumnya. Nabi  bersabda, “Barang siapa yang menunaikan haji dan tidak berkata-kata rafas dan tidak berbuat fasik, maka ia pulang dalam kondisi seperti bayi yang baru dilahirkan ibunya.” [3]


1. (1) Apabila hatimu dilapangkan untuk mengerjakan suatu amal ketaatan, maka bersegeralah untuk menunaikannya, jangan ragu atau menunda-nundanya.

2. (1) Tatkala Allah Ta’ala memberikan hidayah kepada Amr untuk masuk Islam, beliau tidak peduli dengan akibatnya yaitu kehilangan kemuliaan dan kedudukannya di kalangan kaum Quraisy karena masuk Islam dan menjadi salah seorang dari kaum Muslimin. Engkau harus menyibukkan diri dengan kebenaran dan tidak perlu menghiraukan selain itu.

3. (1) Seseorang berjabat tangan dengan saudaranya (sesama Muslim) merupakan sunnah. Dahulu Nabi membaiat kaum laki-laki dengan berjabat tangan. Adapun jabat tangan antara laki-laki dan wanita yang bukan mahram, maka tidak boleh. Aisyah  berkata, “Demi Allah, tangan Rasulullah tidak pernah berjabat tangan dengan seorang wanita (bukan mahram atau istrinya), beliau hanya membaiat mereka dengan lisan. Demi Allah, Rasulullah tidak mengambil perjanjian dengan kaum wanita kecuali dengan apa yang diperintahkan oleh Allah, beliau bersabda kepada mereka saat mengambil perjanjian dengan mereka, ‘Aku telah membaiat kalian semua.’” [4]

4. (2) Syarat yang diajukan oleh Amr bin Al-Aÿ kepada Nabi  bukan agar diposisikan sebagai komandan pasukan, menjadi penguasa suatu wilayah yang telah ditaklukkan, atau mendapatkan sesuatu berupa harta benda sebagai timbal balik keislamannya, tetapi menyaratkan ampunan dan maaf. Maka hendaknya tujuanmu yang paling besar adalah meraih ampunan Allah Ta’ala, memperoleh derajat yang tinggi, dan masuk surga, bukan untuk tujuan lainnya seperti kesenangan dan kepuasan duniawi.

5. (3) Para dai dan ulama serta para pendidik sebaiknya memotivasi manusia agar masuk Islam, menjelaskan kepada mereka bahwa Islam menghapus dosa dan kemaksiatan yang dilakukan di masa lalu.

6. (3) Sesungguhnya Islam menghapus dosa yang telah diperbuat oleh seorang hamba sebelum keislamannya, apabila dia menjadi Muslim yang taat. Adapun bila ternyata kualitas agamanya buruk, banyak bermaksiat, dan melakukan dosa-dosa besar setelah masuk Islam, serta tidak bertobat darinya, maka akan disiksa atas semua dosanya.

Beliau  bersabda,

“Barang siapa yang berperilaku baik setelah masuk Islam, maka dia tidak akan disiksa atas dosa yang telah dilakukan semasa jahiliah. Dan barang siapa yang berperilaku buruk setelah masuk Islam, maka dia akan disiksa atas dosa yang lalu dan setelahnya.” [5]


7. (3) Di antara bentuk kemuliaan Islam, bahwasanya dosa dan kesalahan yang telah diperbuat seorang hamba sebelumnya akan dihapus. Amal saleh dan perbuatan baik yang dilakukannya sebelum masuk Islam, tetap akan diberi pahala, sebagai bentuk penghormatan dan kebaikan dari Tuhan seluruh alam.

8. (4) Apabila hijrah telah terlewat, lantaran agama Islam telah tersebar di negeri kita, maka hijrah terbesar saat ini ialah dengan merutinkan amalan ketaatan, dan berhijrah dari kemaksiatan dan para pelaku amalan bidah dan hawa nafsu.

9. (5) Rutinkanlah beribadah haji dan umrah, karena kedua amalan tersebut dapat menghapus dosa seorang Muslim hingga kembali bersih dari dosa-dosa seperti bayi yang baru dilahirkan ibunya.

Referensi

  1. HR. Al-Bukhari (2783) dan Muslim (1353).
  2. Lihat: Mirqáh Al-Mafátíh Syarñ Misykáh Al-Maÿábíñ karya Al-Mulla Ali bin Muhammad Al-Qárí (1/102).
  3. HR. Al-Bukhari (1521) dan Muslim (1320).
  4. HR. Al-Bukhari (5288) dan Muslim (1866).
  5. HR. Al-Bukhari (6921 dan Muslim (120).



1. Hakim bin Hizam  bertanya kepada Nabi ﷺ  tentang amal salehnya yang dikerjakan sebelum masuk Islam dan beliau niatkan sebagai ibadah, seperti: sedekah, memerdekakan budak, menyambung silaturahmi, dan lain sebagainya. Hakim  sosok yang sangat dermawan. Pada masa jahiliah beliau pernah memerdekakan sebanyak 100 orang budak, dan menghibahkan 100 ekor unta. Ketika masuk Islam, beliau melakukan amalan yang serupa. Beliau pernah berkata, “Demi Allah, aku tidak akan melewatkan satu pun amalan yang pernah aku kerjakan di masa jahiliah, melainkan aku juga akan mengerjakan amalan semisal setelah masuk Islam.” [1]

2. Lalu Nabi  menjawabnya bahwa ôakim mendapatkan pahala amalan kebaikan atas apa yang dikerjakan. Artinya, sesungguhnya Allah Ta’ala akan memberimu pahala atas kebaikan yang sudah engkau lakukan sebelum masuk Islam, dan Dia tidak akan menghukummu atas perbuatan buruk yang engkau lakukan semasa jahiliah.


1. (1) Hakim  tidak malu bertanya kepada Nabi  mengenai masa lalunya sebelum masuk Islam. Sehingga engkau pun tidak boleh malu atau angkuh untuk bertanya.

2. (1) Hakim  berusaha agar setiap amal perbuatan yang beliau kerjakan menjadi pemberat timbangan kebaikannya kelak, supaya pahalanya dilipatgandakan dan ditinggikan derajatnya. Maka berusahalah agar jangan sampai amalmu ternoda dengan sesuatu yang bisa menggugurkannya dan tidak mendapatkan pahala.

3. (2) Janganlah engkau mencegah orang kafir atau orang fasik yang sedang mengerjakan amal kebaikan, barangkali suatu saat ia akan masuk Islam dan Allah  akan memberikan pahala atas perbuatannya tersebut.

4. (2) Lihatlah kebesaran rahmat dan kecintaan Allah Ta’ala kepada hamba-hamba-Nya; bagaimana Dia memberikan pahala kepada mereka atas amalan yang sudah dikerjakan sebelum ia bertobat dan kembali kepada-Nya, dan Dia pun tidak menghukum mereka atas perbuatan buruk yang sudah mereka lakukan sebelum itu!

Referensi

  1. HR. Muslim (123).



1. Nabi Muhammad g menjelaskan bahwa Allah Ta’ala membagi rahmat-Nya menjadi seratus bagian.
Sabda Nabi g ini adalah ungkapan untuk memudahkan pemahaman. Allah lebih mengetahui hakikatnya, tapi kemungkinan yang dimaksud adalah ada banyak sekali rahmat yang Allah siapkan untuk hamba-hamba-Nya. Dan bahwa yang ada di sisi Allah jauh lebih banyak daripada yang diturunkan kepada manusia.  [1]

2. Kemudian Nabi g menjelaskan secara rinci dengan mengatakan bahwa sembilan puluh sembilan dari seratus rahmat itu akan Allah anugerahkan kepada hamba-hamba-Nya di akhirat kelak. Setiap yang kita lihat dari pengaruh rahmat Allah di dunia, seperti kasih sayang ibu kepada bayinya, kasih sayang di antara manusia dan saling merelakan dalam masalah penuntutan hak, bahkan interaksi antara binatang, baik kita ketahui maupun tidak; semuanya ini adalah pengaruh dari satu bagian rahmat yang Allah turunkan di dunia.
Jika yang kita lihat di dunia hanya merupakan pengaruh satu bagian rahmat dari seratus bagian yang ada, maka alangkah besarnya rahmat yang Allah siapkan bagi hamba-Nya di akhirat! Rahmat itu Allah simpan dan Allah akhirkan sampai hari kiamat. Maka manusia akan mendapatkan rahmat yang berlipat-lipat dibandingkan dengan apa yang diterimanya di dunia. Allah mengampun dan memaafkan, Allah memudahkan manusia saling memaafkan dan mengampuni.

3. Kemudian Nabi g memberikan contoh rahmat Allah b yang diturunkan kepada hamba-Nya di dunia. Yaitu berupa kasih sayang yang ada pada binatang termasuk binatang buas, induk binatang buas tidak akan memakan anaknya, dan kuda betina dengan sangat cepat dan tangkas mengangkat kakinya karena khawatir akan menyakiti anaknya dengan menginjaknya.  
Ini hanyalah contoh kecil dari satu bagian rahmat Allah yang diturunkan di dunia. Dan dengannya menjadi jelas bahwa rahmat Allah Ta’ala sangat luas.


1. Rahmat Allah sangat luas. Rahmat itu diberikan kepada seluruh makhluk. Akan tetapi, Dia mempunyai rahmat khusus yang jauh lebih agung dan lebih sempurna bagi orang yang beriman dan bertakwa,

sebagaimana dalam firman-Nya,

“Dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka akan Aku tetapkan rahmat-Ku bagi orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami.” . 

(QS. Al-A’ráf: 156)


Barang siapa yang menginginkan bagian rahmat Allah yang lebih agung tersebut maka hendaklah ia segera meniti jalan orang-orang yang bertakwa dengan menegakkan syariat Allah, melaksanakan perintah-Nya dan meninggalkan larangan-larangan-Nya.

2. Jika binatang -termasuk binatang buas- yang tidak diberikan akal dan hikmah saling menyayangi di antara mereka, bagaimana mungkin kita sebagai manusia bisa kehilangan rasa belas kasihan? Sesungguhnya orang yang tidak mengasihi, tidak akan dirahmati oleh Allah. 

3. Setiap kali engkau melihat Allah mengujimu atau menguji seseorang, maka ketahuilah bahwa hal itu bersumber dari kebijaksanaan Allah yang agung, karena rahmat Allah c tidak pernah berkurang. Dan setiap kali engkau melihat-Nya melaknat seseorang dan memutuskannya masuk neraka yang kekal, maka ketahuilah bahwa orang tersebut memang layak mendapatkannya.

4. Jangan sampai hatimu merasa sempit karena musibah yang menimpa. Rahmat Allah begitu luas, dan rahmat-Nya sangat dekat kepada hamba-hamba-Nya yang lemah yang selalu memohon dan berbaik sangka kepada-Nya. 

5. Allah adalah Tuhan yang Maha Pengasih, yang menurunkan rahmat-Nya agar kita hidup dengan nyaman di dunia. Allah menyimpan sebagian rahmat-Nya untuk suatu hari ketika uang dinar dan dirham tidak berarti. Yang berlaku hanyalah balasan kebaikan dan keburukan. Orang yang bangkrut adalah mereka yang kebaikannya habis untuk membayar keburukannya di dunia. Rahmat Allah diwujudkan dalam bentuk doa para malaikat kepada kita agar mendapatkan rahmat, ampunan, dan derajat yang tinggi. Bagian paling besar dari rahmat Allah adalah ketika Allah menghapus dan mengampuni dosa-dosa kita serta memaafkan kealpaan kita dalam beribadah dan melaksanakan perintah-Nya. Sungguh, orang yang mengetahui hal ini dan masih tidak bersyukur dan tunduk kepada Allah, dia benar-benar orang yang merugi dan lalai.

6. Seorang penyair menuturkan,
Kepadamu wahai Tuhan semua makhluk aku mempersembahkan cintaku 
walaupun aku ini, wahai †at Yang Maha Memberi, seorang pendosa
Ketika hatiku menjadi keras dan dunia terasa sempit 
Aku jadikan harapanku atas ampunan-Mu sebagai tangga (menuju-Mu)
Dosaku menjulang tinggi, namun ketika aku bandingkan 
dengan ampunan-Mu, sungguh ampunan-Mu lebih agung
Engkau selalu mempunyai ampunan terhadap dosa 
Engkau terus memberi dan mengampuni karena kedermawanan-Mu

Referensi

  1. Lihat: Syarñ Ÿañīñ Al-Bukhárí karya Ibnu Baþþál (9/213-214) dan Irsyād As-Sārí karya Al-Qasþalání (9/19).



1. Allah  menunjukkan kasih sayang dan anugerah-Nya kepada hamba-hamba-Nya dengan memotivasi mereka untuk segera beristigfar dan bertobat. Setiap kali seorang hamba berdoa kepada Allah  dan meminta ampunan-Nya, Allah  pasti mengampuni semua dosanya. Allah  tidak peduli berapa banyak dan berapa besar dosa yang dilakukannya.

Allah  berfirman,

“Sesungguhnya Allah mengampuni semua dosa. Sesungguhnya Dialah †at Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

(QS. Az-Zumar: 53)

2. Kemudian Allah memanggil hamba-hamba-Nya kembali untuk mengabarkan kepada mereka bahwa walaupun dosa-dosa mereka sangat besar hingga memenuhi seluruh bumi dan mencapai awan, akan tetapi jika hamba tersebut datang untuk meminta ampun dan bertobat kepada Allah Ta’ala, pasti Allah akan mengampuninya dan tidak peduli (dengan dosanya yang banyak itu).

3. Kemudian Allah menjelaskan mengenai keutamaan tauhid. Allah menyebutkan bahwa seorang hamba datang dengan dosa sepenuh bumi tapi dia bertauhid kepada Allah dan tidak melakukan kesyirikan sedikit pun, maka Allah  akan mengganti dosa tersebut dengan ampunan.

Ini sesuai dengan firman Allah Ta’ala,

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni (dosa) karena mempersekutukan-Nya (syirik), dan Dia mengampuni apa (dosa) yang selain syirik bagi siapa yang Dia kehendaki.”

(QS. An-Nisá`: 48)


1. (1) Rendahkan dirimu di hadapan Allah Ta’aladan mohonlah perlindungan kepada-Nya. Karena siapakah yang bisa mengabulkan doa selain-Nya?

2. (1) Beribadahlah kepada Allah Ta’aladengan doa, karena doa adalah salah satu bentuk ibadah.

Rasulullah ﷺ bersabda,

“Doa adalah ibadah.” [1]


3. (1) Jangan menganggap dosa terlalu besar untuk diampuni oleh Allah karena sesungguhnya Allah mengampuni semua dosa.

4. (1) Berharaplah ampunan Allah dan jangan sombong terhadap †at Yang menciptakanmu.

5. (1) Jika engkau berdoa kepada Allah dan engkau berharap Dia mengabulkan doamu, maka penuhilah syarat-syarat doa, yaitu: ikhlas karena Allah Ta’ala, memakan makanan yang halal, tidak meminta sesuatu yang mengandung dosa, terus memohon kepada Allah tanpa bosan, dan menghadirkan hati ketika berdoa.

6. (1) Berprasangkalah yang baik kepada Allah ketika berdoa dan memohon ampun. Allah berfirman dalam hadis qudsi, “Aku sesuai dengan persangkaan hamba-Ku kepada-Ku.”[2] 

7. (2) Istigfar adalah sebab diampuninya dosa dan kemaksiatan, walaupun dosa tersebut mencapai langit. Maka bersemangatlah untuk melakukannya.

8. (2) Senantiasa beristigfar adalah sunnah Nabi ﷺ .

beliau bersabda

“Demi Allah, sesungguhnya aku memohon ampun kepada Allah dan bertobat kepada-Nya dalam satu hari lebih dari 70 kali.”[3] 

9. (2) Istigfar dapat menghapuskan dosa, menambahkan pahala, mengangkat derajat, dan memberi keberkahan pada rezeki.

Allah Ta’ala berfirman

“Maka aku (Nuh) berkata (kepada mereka), ‘Mohonlah ampunan kepada Tuhanmu, sungguh, Dia Maha Pengampun. Niscaya Dia akan menurunkan hujan yang lebat dari langit kepadamu. Dan Dia memperbanyak harta dan anak-anakmu, dan mengadakan kebun-kebun untukmu dan mengadakan sungai-sungai untukmu.’”

(QS. Núh: 10-12)

10. (2) Istigfar adalah penyebab keamanan dari azab di dunia dan di akhirat.

Allah berfirman

“Dan tidaklah (pula) Allah akan menghukum mereka, sedang mereka (masih) memohon ampunan.”

(QS. Al-Anfál: 33)

11. (2) Diriwayatkan dari Lukman , dia pernah berkata kepada putranya, “Wahai anakku, biasakan lisanmu mengatakan, ‘Allahummag firlí (Ya Allah, ampunilah aku)’ karena Allah mempunyai waktu-waktu yang Dia tidak menolak orang yang memohon kepada-Nya.”  [4]

12. (2) Rutinkanlah istigfar. Hasan Al-Baÿri  pernah berkata, “Perbanyaklah istigfar di rumah kalian, ketika sedang makan, dalam perjalanan, di pasar-pasar, di majelis-majelis kalian dan di manapun kalian berada. Karena sesungguhnya kalian tidak tahu kapan turunnya ampunan.” [5]

13. (2) Seorang Muslim harus segera bertobat dan beristigfar serta beramal saleh karena Allah Mahaluas ampunan-Nya. Dia membentangkan tangan-Nya pada malam hari, agar orang-orang yang berdosa pada siang hari bertobat. Dia membentangkan tangan-Nya di siang hari, agar orang-orang yang melakukan dosa di malam hari bertobat. Dan Allah mengampuni semua dosa dan tidak peduli dengan banyaknya dosa tersebut.

14. (3) Jangan sampai engkau melakukan syirik, karena kesyirikan menghapuskan pahala amalan dan tidak akan diampuni kecuali dengan tobat.

15. (3) Tauhid adalah penghalang seseorang untuk kekal di neraka dan menjadi sebab ampunan dan dihapuskannya dosa.

16. (3) Sudah selayaknya setiap Muslim untuk memohon perlindungan kepada Allah dari syirik kecil dan syirik besar.

17. (3) Tuhan yang memberi anugerah dan karunia kepada hamba-hamba-Nya padahal Dia tidak membutuhkan mereka. Kita wajib menunjukkan kasih sayang kepada Tuhan Yang Mahamulia dan Maha Pengasih dengan melakukan ketaatan dan amalan-amalan sunnah.

18. (3)

Nabi bersabda

“Sesungguhnya Allah akan membebaskan seseorang dari umatku di antara sekian banyak makhluk pada hari kiamat kelak. Allah membentangkan kepadanya sembilan puluh sembilan catatan amalnya. Setiap buku catatan itu panjangnya sejauh mata memandang. Kemudian Allah berfirman kepadanya, ‘Apakah kamu mengingkari sesuatu dari buku-buku catatan ini. Apakah para malaikat-Ku yang mencatat amal dan mengawasi perbuatanmu telah berlaku zalim terhadapmu?’ Dia menjawab, ‘Tidak, wahai Tuhanku.’ Allah kembali bertanya, ‘Apakah kamu memiliki sebuah pembelaan?‘ Dia merasa bingung, lalu ia menjawab, ‘Tidak, wahai Tuhanku?’ Allah kembali berfirman, ‘Ya. Sesungguhnya kamu memiliki amal kebaikan di sisi Kami. Dan sungguh tidak ada kezaliman atasmu pada hari ini. Lalu Allah mengeluarkan sebuah kartu. Di dalamnya tertulis kalimat, ‘Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.’ Lalu Allah berfirman, ‘Datangilah timbanganmu!‘ Dia berkata, ‘Wahai Tuhanku, Apa artinya kartu ini dibandingkan dengan buku catatan amal ini?’ Allah berfirman, ‘Sesungguhnya kamu tidak dizalimi.’” Nabi melanjutkan, “Selanjutnya catatan amal itu diletakkan di daun timbangan, sementara kartu tersebut diletakkan pada daun timbangan yang lain. Ternyata buku catatan amal itu ringan dibandingkan dengan kartu tersebut. Tidak ada sesuatu pun yang lebih berat daripada nama Allah.” [6]

19. Seorang penyair menuturkan,
Kerendahan diriku dan lantunkan doaku 
dengan air mata seorang yang bermaksiat 
Aku terus berdoa dan berharap dengan 
mengharapkan turunnya rahmat-Mu
Rahmatilah hamba yang lemah ini, yang mengakui 
dosa-dosanya, dan dia sudah mendatangi-Mu
Ibadah dan shalatku 
aku berdoa dan berharap rida-Mu
Maka ampuni dosa-dosaku dan karuniakan 
dalam setiap urusanku petunjuk-Mu

20. Penyair yang lain menuturkan,
Tuhanku, janganlah Engkau mengazabku karena 
aku mengakui segala dosa yang telah aku lakukan 
Aku tidak mempunyai cara kecuali harapanku 
pada ampunan-Mu, jika mengampuni dan prasangka baikku 
Betapa banyak dosa yang aku lakukan di dunia 
Engkau adalah Pemilik anugerah dan karunia
Manusia menyangka aku ini baik padahal 
aku adalah manusia terburuk jika Engkau tidak mengampuniku

Referensi

  1. HR. Abu Daud (1479), At-Tirmizi (3247), An-Nasá`i (3828), dan Ibnu Majah (3828). At-Tirmizi berkata, “Hadis ini hasan sahih.” Hadis ini juga dinyatakan sahih oleh Al-Albani dalam Ÿañíñ Sunan Abí Daud (3247).
  2. HR. Al-Bukhari (7405) dan Muslim (2675).
  3. HR. Al-Bukhari (6308).
  4. Jámi’ Al-‘Ulúm wa Al-Ôikam karya Ibnu Rajab Al-ôanbalí (2/408).
  5. Jámi’ Al-‘Ulúm wa Al-Ôikam karya Ibnu Rajab Al-ôanbalí (2/408).
  6. HR. At-Tirmizi (2639).