عَنْ أَنَسِ بْن مَالِكٍ رضي الله عنه، أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ قَالَ: «كُلُّ ابْنِ آدَمَ خَطَّاءٌ، وَخَيْرُ الخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ»
عَنْ أَنَسِ بْن مَالِكٍ رضي الله عنه، أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ قَالَ: «كُلُّ ابْنِ آدَمَ خَطَّاءٌ، وَخَيْرُ الخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ»
Dari Anas bin Malik , bahwasanya Nabi bersabda, 1. “Setiap anak keturunan Adam berbuat salah, 2. dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah orang-orang yang bertobat.”
1. Karena manusia lemah secara fitrah, dia kalah dengan nafsu dan syahwatnya, nafsu dan syahwat memperindah dunia dan gemerlapnya. Terkadang setan menipu dan menyesatkannya- maka sangat wajar apabila manusia jatuh ke dalam dosa dan maksiat. Oleh karena itu, Nabi menjelaskan bahwa semua anak keturunan Adam banyak melakukan dosa dan kemaksiatan. Tidak ada seorang pun yang maksum kecuali para nabi.
2. Ini bukan berarti manusia boleh terus-menerus berkubang dalam dosa dan terjebak dalam kemaksiatan. Nabi menjelaskan bahwa orang yang paling baik ketika terjatuh ke dalam dosa adalah mereka yang banyak bertobat dan kembali kepada Allah Ta’ala dengan segera. Artinya, setiap kali seseorang terjatuh ke dalam dosa, dia segera bertobat dan menyesal namun tidak terus-menerus melakukan dosa tersebut. Sebagaimana firman Allah ketika memberikan menjelaskan sifat orang yang bertakwa,
“Dan orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menzalimi diri sendiri, (segera) mengingat Allah, lalu memohon ampunan atas dosa-dosanya.”
(QS. Áli Imrán: 135)
1. (1) Jangan pernah mencela seseorang karena dosa yang dilakukannya karena setiap orang pasti pernah terjatuh ke dalam dosa.
2. (1) Jangan melanggengkan perbuatan dosa dengan dalil bahwa semua manusia bersalah. Itu bukan argumentasi yang bisa diterima untuk melakukan dosa.
3. (1) Jangan berputus asa dari rahmat Allah Ta’ala karena banyaknya dosa. Karena sesungguhnya, jika Allah berkehendak manusia tidak berdosa, pastilah Allah menciptakan kita sebagai malaikat. Nabi bersabda, “Demi †at yang jiwaku berada di tangan-Nya, seandainya kalian tidak berdosa, maka pastilah Allah akan membinasakan kalian dan kemudian menciptakan kaum yang berdosa. Mereka kemudian meminta ampun kepada Allah dan Allah mengampuni mereka.”[1]
4. (1) Jangan sekali-sekali meremehkan dosa dan melihatnya sebagai sesuatu yang ringan, karena hal itu akan menjadikanmu terus-menerus melakukan dosa tersebut dan tidak bertobat. Abdullah bin Abbas pernah mengatakan, “Wahai pelaku dosa, jangan merasa aman dari akibat dosa yang engkau lakukan. Tidak ada dosa yang lebih besar daripada melakukan dosa setelah dosa yang lain, jika engkau mengetahuinya. Sedikitnya rasa malu yang engkau miliki terhadap malaikat yang berada di samping kanan dan kirimu ketika engkau sedang melakukan dosa, lebih besar dari dosa yang engkau lakukan. Tertawamu ketika berbuat dosa dan engkau tidak tahu apa yang akan Allah lakukan terhadapmu, lebih besar daripada dosa. Kebahagiaanmu ketika berbuat dosa, lebih besar daripada dosa. Rasa sedihmu ketika tidak bisa berbuat dosa, lebih besar daripada dosa tersebut ketika kamu melakukannya. Perasaan takutmu terhadap angin yang akan membuka pintu persembunyianmu ketika sedang berbuat dosa dan hatimu sama sekali tidak bergetar atas pandangan Allah terhadapmu, lebih besar dari dosa yang engkau lakukan.” [2]
5. (2) Bersegeralah bertobat kepada Allah Ta’ala setiap kali engkau terjatuh dalam perbuatan dosa atau suatu kemaksiatan. Jangan berputus asa terhadap rahmat Allah Ta’ala karena Allah berfirman dalam hadis qudsi, “Wahai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya kalian selalu berdosa pada malam dan siang hari, sedangkan Aku mengampuni semua dosa. Maka mintalah ampun kepada-Ku, Aku akan mengampuni kalian.”[3]
6. (2) Orang yang Allah inginkan kebaikan untuknya akan dibukakan baginya jalan untuk merendahkan diri kepada Allah Ta’ala, selalu berharap kepada-Nya, merasa membutuhkan-Nya, merasa hina di depan-Nya karena keburukan-keburukan yang dia lakukan, kebodohannya, dan pembangkangannya. Dia melihat agungnya anugerah Allah, karunia-Nya, rahmat-Nya, kedermawanan-Nya, kebajikan yang selalu dia anugerahkan dan kekayaan serta kemuliaan-Nya.[4]
7. (2) Teruslah berharap kepada Rabbmu walaupun engkau banyak berdosa dan banyak keburukan, karena sungguh Allah sangat bergembira dengan tobat hamba-Nya, sebagaimana sabda Nabi Muhammad, “Allah lebih gembira untuk menerima tobat hamba-Nya yang mukmin daripada salah seorang dari kalian yang berada di gurun pasir yang membinasakan bersama tunggangannya, di atas tunggangannya tersebut ada makanan dan minumannya, kemudian ia tidur. Ketika bangun, tunggangannya itu terlepas darinya. Ia mencarinya hingga kehausan, kemudian berkata, ‘Aku akan kembali tempaku semula, kemudian aku akan tidur hingga mati.’ Ia pun tidur dengan meletakkan kepalanya di atas lengannya dengan berharap agar ia mati. Ketika ia bangun, tunggangannya kembali beserta makanan dan minumannya. Maka Allah itu lebih berbahagia dengan tobat hamba-Nya yang beriman dari orang yang mendapatkan kembali tunggangan dan bekalnya tersebut.” [5]
8. (2) Bertobat dari dosa mengharuskan adanya penyesalan atas kedurhakaanmu terhadap hak Allah Ta’ala. Maka jangan pernah sekali-sekali berbangga dengan maksiat, walaupun engkau sudah bertobat darinya.
9. (2) Jangan karena engkau sering mengulang dosa yang sama membuatmu tidak berani bertobat. Tetaplah mengikhlaskan niat untuk bertobat dan berazamlah untuk tidak mengulangi dosa yang sama. Bertobatlah kepada Allah , maka setelah itu, tidak menjadi masalah jika engkau jatuh kembali pada dosa selama engkau tetap mengulangi tobat itu sendiri. Nabi bersabda, “Ada seorang hamba yang berbuat dosa. Setelah itu, ia berdoa dan bermunajat, ‘Ya Allah, ampunilah dosaku!’ Kemudian Allah berfirman, ‘Sesungguhnya hamba-Ku mengaku telah berbuat dosa, dan ia mengetahui bahwasanya ia mempunyai Tuhan yang dapat mengampuni dosa atau memberi siksa karena dosa.’ Kemudian orang tersebut berbuat dosa lagi dan ia berdoa; ‘Ya Allah, ampunilah dosaku!’ Maka Allah berfirman, ‘Hamba-Ku telah berbuat dosa, dan ia mengetahui bahwasanya ia mempunyai Tuhan yang mengampuni dosa atau menyiksa hamba-Nya karena dosa. Oleh karena itu, berbuatlah sekehendakmu, karena Aku pasti akan mengampunimu (jika kamu bertobat).’”[6]
10. (2) Jangan pernah berprasangka buruk bahwa dosamu tidak akan diampuni, karena itu adalah bentuk pendustaan terhadap firman Allah,
“Dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu.”
(QS. Al-A’ráf: 156)
11. (2) Jika engkau ingin bertobat maka ketahuilah syarat-syaratnya, yaitu: menyesal terhadap maksiat yang dilakukan, meninggalkan maksiat tersebut, berazam untuk tidak mengulanginya, dan mengembalikan hak kepada pemilik hak tersebut jika dosa itu berhubungan dengan hak orang lain atau berkaitan dengan keridaan mereka.
12. (2) Tobat tidak hanya menghapuskan maksiat. Tobat juga mampu menggantikan maksiat itu menjadi kebaikan. Maka berbahagialah orang yang bertobat karena dosanya dihapuskan dan kebaikan bertambah.
13. Seorang penyair menuturkan,
Wahai jiwa, berhentilah dari berbuat kemaksiatan dan lakukanlah
amalan yang baik, semoga Allah memberikan rahmat-Nya kepadaku
Wahai jiwa, celakalah engkau, segeralah bertobat dan beramal saleh
semoga engkau diberi balasan pahala kebaikan setelah kematian
14. Penyair lain menuturkan,
Wahai Tuhanku jika dosa-dosaku besar dan banyak
sungguh aku tahu bahwa ampunan-Mu lebih agung
Jika tidak boleh berharap kepada-Mu kecuali muhsin
kepada siapa orang yang berdosa bisa berdoa dan berharap
Aku berdoa kepada-Mu Tuhanku sebagaimana Engkau perintahkan
maka jika Engkau menolak tanganku siapakah yang akan mengasihiku
Aku tidak punya wasilah mencapai-Mu kecuali harapan
dan ampunan-Mu kemudian karena aku seorang Muslim
1. HR. Muslim (2749).
2. Ôilyah Al-Auliyá’ karya Abu Nu’aim Al-Asfahaní (1/324).
3. HR. Muslim (2477).
4. Al-Wábilu Aÿ-Ÿayyib min Al-Kalimi Aþ-þayyib karya Ibn Al-Qayyim (7).
5. HR. Al-Bukhari (6308) dan Muslim (2744).
6. HR. Al-Bukhari (7507) dan Muslim (2758).