32 - Dampak Positif Beriman dengan Qadar

عن ابن عبَّاسٍ رضي الله عنهما قال: كنتُ خَلْفَ رسولِ الله ﷺ يومًا، فقال: «يا غلامُ، إنِّي أُعلِّمُكَ كلماتٍ: احْفَظِ اللهَ يَحْفَظْكَ،احفَظِ اللهَ تَجِدْه تُجاهَكَ،إذا سألْتَ فاسأَلِ اللهَ، وإذا استَعَنْتَ فاستَعِنْ باللهِ، واعلَمْ أنَّ الأُمَّةَ لوِ اجتَمَعَتْ على أنْ يَنفَعوكَ بشيءٍ، لم يَنفَعوكَ إلَّا بشيءٍ قد كتَبَه اللهُ لكَ، ولوِ اجْتَمَعوا على أنْ يَضُرُّوكَ بشيءٍ، لم يَضُرُّوكَ إلَّا بشيءٍ قد كتَبَه اللهُ عليكَ، رُفِعَتِ الأقلامُ وجَفَّتِ الصُّحُفُ»

Dari Ibnu Abbas i, beliau berkata, Suatu hari, aku dibonceng oleh Rasulullah g, kemudian beliau bersabda, 1,“Nak, aku akan mengajarimu beberapa kalimat: 2, Jagalah Allah, 3,maka Allah akan menjagamu. 4,Jagalah Allah, maka engkau mendapati-Nya bersamamu, 5,Jika engkau meminta, mintalah kepada Allah, 6,Jika engkau memohon pertolongan, mohonlah pertolongan kepada Allah. 7,Ketahuilah, seandainya seluruh manusia bersatu untuk memberimu manfaat dengan sesuatu, mereka tidak akan dapat melakukannya kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan untukmu; dan jika mereka bersatu untuk memudaratkanmu dengan sesuatu, mereka tidak akan dapat melakukannya kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan untukmu. 8,Pena telah diangkat dan lembaran-lembaran telah mengering.”

 


  1. Nabi ingin mengajarkan kepada Ibnu Abbás i beberapa pelajaran tentang iman kepada Allah Ta’ala. Untuk menarik perhatian dan menyiapkan pemahamannya agar dapat menerima ilmu yang akan disampaikan, beliau memanggilnya dengan panggilan yang sesuai dengan umurnya. Pada saat itu, Ibnu Abbás i berusia antara sebelas hingga empat belas tahun. Kemudian beliau bersabda, “Aku akan mengajarimu beberapa kalimat.” Maksudnya, hafalkan, pahami, dan amalkanlah.
  2. Pelajaran pertama yang beliau sampaikan adalah agar Ibnu Abbás i menjaga Allah Ta’ala. Yakni, dengan menjaga hukum-hukum dan perintah-perintah-Nya. Hal tersebut direalisasikan dengan melaksanakan apa yang diperintahkan dan meninggalkan apa yang dilarang-Nya.

    Allah Ta’ala berfirman,

    “Dan orang-orang yang menjaga hukum-hukum Allah.”

    (QS. At-Taubah: 112)

  3.  Jika seorang manusia menjaga hukum Allah dan melaksanakan perintah-perintah-Nya, maka ia akan diberikan balasan sesuai amalnya. Sebagaimana ia menjaga Allah, maka Allah Ta’ala akan menjaganya.hanya kepada dirinya saja, bahkan juga diberikan kepada keluar anya.

    Allah f berfirman

    , Dan ayahnya seorang yang saleh”

    (QS. Al-Kahfi: 82)

    Penjagaan Allah yang paling tinggi terhadap hamba-Nya adalah dengan menjaga agamanya. Dia menjauhkan hamba-Nya dari  langkah-langkah setan dan memalingkannya dari bisikan-bisikan setan.

    Allah Ta’ala berfirman

    , “Demikianlah, Kami palingkan darinya keburukan dan kekejian. Sungguh, dia (Yusuf) termasuk hamba Kami yang terpilih.”

    (QS. Yúsuf: 24)

     
  4. Kemudian Rasulullah menjelaskan balasan lain bagi orang yang menjaga hukum Allah Ta’ala, yaitu bahwa ia mendapati Allah selalu bersamanya dalam setiap kondisi; Allah akan menolongnya, membelanya, mengokohkannya serta mengabulkan doa dan menerima amalnya. Nabi bersabda (dalam hadis qudsi), “Hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan-amalan nafilah (sunnah) hingga Aku mencintainya. Apabila Aku telah mencintainya, maka Aku menjadi pendengarannya yang dia gunakan untuk mendengar, Aku menjadi penglihatannya yang dia gunakan untuk melihat, Aku menjadi tangannya yang dia gunakan untuk memegang dan Aku menjadi kakinya yang dia gunakan untuk melangkah. Jika dia meminta kepada-Ku, pasti Aku memberinya dan jika dia meminta perlindungan kepada-Ku pasti Aku akan melindunginya.”[1] 

    Allah menganggap bahwa tidak mau berdoa merupakan bentuk kesombongan seorang hamba.

    (QS. Gáfir: 60). [2]

  5. Kemudian Rasulullah membimbing Ibnu Abbás i pada masalah yang sangat agung dalam pembahasan akidah dan tauhid, yaitu menauhidkan Allah Ta’ala semata dengan meminta dan memohon hanya kepada Allah serta tidak berdoa kepada selain-Nya. Karena doa adalah salah satu bentuk ibadah yang tidak boleh ditujukan kepada selain Allah Ta’ala. Oleh karena itu, Rasulullah bersabda, “Doa adalah ibadah.” Kemudian beliau membaca firman-Nya, “Dan Tuhanmu berfirman, ‘Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu.’ Sesungguhnya orang-orang yang sombong tidak mau menyembah-Ku akan masuk ke neraka Jahanam dalam keadaan hina dina.”
  6. Kemudian Rasulullah juga memerintahkan kepada Ibnu Abbas untuk meminta pertolongan hanya kepada Allah semata. Al-Isti’ánah (meminta pertolongan) maksudnya meminta bantuan dan pertolongan dari Allah untuk mendapatkan apa yang dimaksudkan oleh seorang hamba terkait urusan agama dan akhiratnya, disertai dengan keyakinan terhadap Allah. Ungkapan ini merupakan penegas untuk ungkapan sebelumnya. Jadi Isti’ánah berisi permintaan dan doa. Ucapan Nabi, "Jika engkau meminta, mintalah kepada Allah, jika engkau memohon pertolongan, mohonlah pertolongan kepada Allah" selaras artinya dengan firman

    Allah Ta'ala,

    “Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan.”

    (QS. Al-Fátiñah: 5). [4]

    • Kemudian Rasulullah  mengajarkan kepada sepupunya tersebut hakikat berserah diri dan rida dengan qada dan qadar Allah 7. serta tawakal yang murni kepada Allah . Karena sesungguhnya segala sesuatu yang ada di alam semesta ini hanyalah milik Allah . Segala sesuatu yang terjadi pada seorang hamba -baik hal yang menyenangkan atau tidak- berasal dari-Nya. Allah telah mencatatnya sebelum menciptakan langit dan bumi. Seandainya seluruh makhluk bersepakat untuk mencegah apa yang telah Allah c tulis untuk terjadi, maka mereka tidak akan mampu melakukannya. Seandainya mereka bersepakat untuk menimbulkan kebaikan atau keburukan kepada seorang hamba dengan sesuatu yang tidak ditulis oleh Allah maka mereka juga tidak akan mampu melakukannya. Allah berfirman,

    “Dan jika Allah menimpakan suatu bencana kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tidak ada yang dapat menolak karunia-Nya.” .

    (QS. Yúnus: 107)

    • 8. Setelah itu, Rasulullah  memberitahu Ibnu Abbas  bahwa semua takdir sudah selesai dituliskan. Seorang hamba tidak akan ditimpa sesuatu melainkan sesuai dengan apa yang sudah dituliskan untuknya.

      Allah Ta’ala berfirman,

      “Setiap bencana yang menimpa di bumi dan yang menimpa dirimu sendiri, semuanya telah tertulis dalam kitab (Al-Lauñ Al-MañfúÈ) sebelum Kami mewujudkannya. Sungguh, yang demikian itu mudah bagi Allah.”

      (QS. Al-Ôadíd: 22).

      Rasulullah  juga bersabda, “Dan Allah menulis takdir semua makhluk-Nya lima puluh ribu tahun sebelum menciptakan langit dan bumi.” [5]

Implementasi

  1. Hadis ini berisi wasiat-wasiat agung terkait akidah dan tauhid yang sangat dibutuhkan oleh seorang Muslim. Oleh karena itu sebagian ulama mengatakan, "Saya perhatikan hadis ini, sayapun terkejut dan hampir saja saya terpeleset. Sungguh merugi saya karena tidak mengetahui hadis ini, dan sedikitnya pemahaman saya terhadapnya.[6] Oleh karena itu, seharusnya  kita memperhatikan hadis ini dengan baik, memahami maknanya, dan mengamalkan wasiat-wasiat yang bermanfaat tersebut.
  2. Nabi g sangat perhatian dengan pendidikan anak-anak terkait dasar-dasar agama, karena mereka adalah pemuda masa depan, tiang dan sumber kekuatan umat. Jadi, seorang dai, murabbi dan ulama tidak pantas untuk melalaikan pendidikan mereka.
  3. Nabi g memulai pembicaraannya dengan panggilan, “Nak, aku akan mengajarimu beberapa kalimat,” sehingga dapat menarik perhatian, mudah dipahami, dan membuat fokus. Seyogianya seseorang ketika memberi nasihat mengikuti apa yang dilakukan oleh Nabi g ini. Hendaknya ia memulai ucapannya dengan kalimat yang membuat orang lain tertarik untuk mendengarkan.
  4. Di antara tanda-tanda keelokan adab seorang murid dengan gurunya adalah dia memahami dan mengerti apa yang dikatakan oleh gurunya, dia mengamalkannya dan menyampaikannya kepada orang lain. Ibnu Abbas h belajar dan mengamalkan apa yang ada dalam hadis tersebut, kemudian menyampaikannya kepada seluruh umat.
  5. Seorang ulama salaf berkata, “Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, maka ia telah menjaga dirinya. Dan barang siapa menghilangkan ketakwaannya, maka ia telah menghilangkan dirinya sendiri. Dan Allah tidak butuh kepadanya.”[7]
  6. Dahulu, ada seorang ulama yang telah berusia lebih dari seratus tahun, tapi mempunyai fisik dan akal yang sangat bugar. Dalam sebuah perjalanan, ia harus melewati aliran air, maka ia pun melompat dengan sangat kuat, hingga murid-muridnya merasa takjub dengan kekuatannya. Padahal ia sudah tua. Lalu ia berkata, “Aku telah menjaga anggota badanku dari berbuat maksiat ketika muda, maka Allah menjaganya untukku pada masa tua.”[8]
  7. Nabi g menuntuk ke beberapa rumah dan bersabda kepada para sahabatnya. Dahulu di  dalam rumah ini ada seorang perempuan yang ikut dalam ekspedisi militer bersama kaum Muslimin. Ia meninggalkan dua belas kambing betina dan tongkat yang dipakai untuk menenun. Ketika pulang dari berjihad, ia kehilangan seekor kambing dan tongkat tenunnya. Maka ia berkata, “Ya Tuhanku, Engkau telah menjamin untuk memberi penjagaan bagi orang yang berjihad di jalan-Mu. Aku kehilangan kambing dan tongkat tenunku. Aku memohon kepada-Mu agar mengembalikan kambing dan tongkatku.” Lalu Rasul  menyebutkan kesungguhan wanita itu berdoa kepada Tuhannya. Rasulullah bersabda, "Pada pagi harinya, tongkatnya kembali dan bersama tongkat lain yang sama, kambingnya juga kembali bersama kambing lain yang sama. Itulah wanita itu, tanyakanlah kepadanya jika kamu mua."[9]
  8. Jika seorang hamba ingin dijaga oleh Allah Ta’ala, dijaga keluarga dan hartanya, maka hendaklah ia bertakwa kepada Allah Ta’ala. Ibn Al-Munkadir berkata, “Sesungguhnya Allah menjaga seorang yang saleh dengan menjaga anaknya, cucunya dan rumah-rumah yang ada di sekitarnya. Mereka terus mendapatkan penjagaan dan perlindungan dari Allah.”[10]

Said bin Al-Musayyib r berkata kepada anaknya,

“Sesungguhnya aku menambah shalatku demi untukmu, agar Allah menjagaku dengan [14]cara menjagamu. Kemudian beliau membaca ayat, Dan ayahnya seorang yang saleh.

(QS. Al-Kahfi: 82)

9. Nabi sangat antusian mengajarkan umatnya untuk selalu meminta tolong kepada Allah. Beliau bersabda, “Bersemangatlah dalam meraih apa yang bermanfaat bagimu. Mohonlah pertolongan kepada Allah, jangan engkau lemah.”[11] Nabi bersabda kepada Muaz , “Wahai Muaz, aku akan menasihatimu. Jangan tinggalkan setiap selesai shalat untuk berdoa, ‘Alláhumma a’inní ‘alá æikrika wasyukrika wañusni ‘ibádatik (Ya Allah, tolonglah aku untuk senantiasa mengingat-Mu, bersyukur kepada-Mu dan beribadah dengan baik kepada-Mu).’”[12] Maka seorang Muslim harus berkomitmen untuk melaksankan wasiat yang sering disampaikan Nabi tersebut karena sangat urgen.

10. Di antara nasehat agung yang harus senantiasa hadir di hadapan seorang hamba adalah ucapan Wahb bin Munabbih r terhadap seorang lelaki yang sering mendatangi para raja, “Celakalah engkau! Apakah engkau mendatangi orang yang menutup pintunya darimu, memperlihatkan kebutuhannya dan menyembunyikan kekayaannya? Dan engkau meninggalkan †at yang membuka pintunya di tengah malam dan siang hari, menampakkan kekayaan-Nya seraya berkata, ‘Berdoalah kepada-Ku, maka akan aku kabulkan untukmu?’”[13]

  • 11. Seorang penyair menuturkan,

Jangan sekali-kali minta kepada manusia satu kebutuhan pun

dan mintalah kepada †at yang pintunya tidak pernah tertutup

Allah akan murka jika engkau 'tak pernah meminta kepada-Nya

Sedangkan bani Adam, mereka akan marah jika dimintai

 

Referensi

  1.  HR. Al-Bukhari (6502) dari Abu Hurairah
  2. HR. Abu Daud (1479), At-Tirmizi (3247), dan An-Nasá`í dalam As-Sunan Al-Kubrá (3828). At-Tirmizi berkata, “Hadis ini hasan sahih.” 
  3.  Lihat: Núr Al-Iqtibás fí Waÿiyyah An-Nabiyy li Ibn ‘Abbás karya Ibnu Rajab, hal. 9.
  4.  HR. Muslim (2653)
  5. ” Jámi’ Al-‘Ulúm wa Al-Ôikam karya Ibnu Rajab (1/462)
  6. Núr Al-Iqtibás fí Waÿiyyah An-Nabiyy li Ibn ‘Abbás karya Ibnu Rajab, hal.54
  7.  . Jámi’ Al-‘Ulúm wa Al-Ôikam karya Ibnu Rajab (1/466).
  8. (HR. Ahmad dalam Al-Musnad (20664
  9.  Jámi’ Al-‘Ulúm wa Al-Ôikam karya Ibnu Rajab (1/467).
  10.  Jámi’ Al-‘Ulúm wa Al-Ôikam karya Ibnu Rajab (1/467).
  11.  HR. Muslim (2664).
  12.  HR. Abu Daud (1522) dan An-Nasá`i (1303). Hadis ini disahihkan oleh An-Nawawi dalam Khuláÿah Al-Añkám (1/468).
  13.  Jámi’ Al-‘Ulúm wa Al-Ôikam karya Ibnu Rajab (1/481).


Proyek Hadis