143 - Ibadah pada Masa Fitnah (Huru-hara)

عن مَعْقِلِ بْنِ يَسَارٍ رضي الله عنه ، قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ : «الْعِبَادَةُ فِي الْهَرْجِ كَهِجْرَةٍ إِلَيَّ»

Dari Ma’qil bin Yasár , beliau berkata, Nabi bersabda, “Ibadah pada masa al-harj (fitnah) seperti berhijrah kepadaku.”

 




Nabi menjelaskan agungnya keutamaan beribadah pada zaman fitnah. Yaitu zaman ketika manusia sibuk mengumbar syahwat dan berlomba-lomba untuk memperoleh kenikmatan dunia sehingga banyak terjadi kemaksiatan dan pertumpahan darah. Nabi menjelaskan bahwa ibadah pada waktu-waktu tersebut pahalanya menyamai pahala orang yang berhijrah yang meninggalkan keluarga

harta, dan tanah airnya dalam rangka berjuang di jalan Allah dan taat kepada Nabi  . Ibadah adalah istilah yang mencakup segala hal yang dicintai dan diridai oleh Allah , berupa ucapan dan perbuatan, lahir maupun batin. Misalnya shalat, zakat, 

puasa, haji, berbicara jujur, menunaikan amanah, berbakti kepada orang tua, menyambung silaturahim, menepati janji, amar makruf nahi munkar, berjihad memerangi orang-orang kafir dan orang-orang munafik, berbuat baik kepada tetangga, anak yatim, orang miskin, ibnu sabil, hamba sahaya, berbuat baik kepada binatang, berdoa, berzikir, membaca Al-Qur`an dan ibadah-ibadah lainnya. Demikian juga mencintai Allah , mencintai Rasulullah , takut kepada Allah, berserah diri kepada-Nya, mengikhlaskan beragama kepada-Nya, bersabar dengan hukum-hukum-Nya, bersyukur terhadap nikmat-nikmat-Nya, rida dengan takdir-Nya, tawakal kepada-Nya, meminta rahmat-Nya, berharap rahmat-Nya, takut terhadap azab-Nya dan lain-lain. Semua ini termasuk dalam kategori ibadah kepada Allah.

Al-Harj berarti banyaknya fitnah (kekacauan) dan tersebarnya pembunuhan, seperti sabda Nabi , “Zaman saling berdekatan, amalan menjadi berkurang, sikap pelit ditanamkan dalam hati manusia dan banyaknya Al-Harj.” Para sahabat bertanya, “Apakah Al-Harj?” Nabi  menjawab, “Pembunuhan, pembunuhan.”

Ibadah pada waktu tersebut mendapatkan pahala yang besar karena kebanyakan manusia ketika itu larut dalam fitnah dan kekacauan serta tidak peduli dengan yang halal dan haram. Orang yang melakukan uzlah dari khalayak ramai mempunyai kedudukan yang sama dengan orang yang berhijrah yang meninggalkan kaumnya dengan kemusyrikan dan kekafiran mereka dalam rangka menjaga agamanya.

Implementasi


  1. Sibukkanlah dirimu dengan ketaatan. Jika tidak, maka kemaksiatan pasti akan menyibukkanmu.
  2. Jangan tertipu dengan banyaknya orang yang rusak, dan jangan berputus asa karena sedikitnya orang yang taat, karena sesungguhnya pengikut kebatilan selalu banyak.
  3. Dalam hadis ini terdapat dalil disunahkan mengisi waktu dengan ketaatan ketika manusia sedang dilanda kelalaian. Hal tersebut dicintai oleh Allah . Sejumlah ulama salaf terdahulu senang mengisi waktu antara shalat Magrib dan Isya dengan melakukan banyak shalat. Mereka mengatakan, “Waktu ini adalah waktu yang banyak manusia lalai.” Oleh karena itu, qiamulail diutamakan untuk dilakukan di tengah malam ketika banyak manusia sedang lalai dari berzikir.[1]
  4. Pahala ibadah pada zaman fitnah dan waktu lalainya manusia sama seperti berhijrah dari negeri kafir ke negeri Islam. Tidak ada pahala yang melebihi pahala berhijrah.

Bahkan Allah berfirman,

“Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah, dengan harta dan jiwa mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah. Mereka itulah orang-orang yang memperoleh kemenangan.”

(QS. At-Taubah: 20)

5.Nabi mengabarkan akan terjadinya fitnah di akhir zaman agar setiap Muslim mempersiapkan diri untuk menghadapinya dengan bersegera melaksanakan ketaatan dan berpegang teguh dengan tali Allah Ta’ala.


6.Ibadah pada waktu lalai mewujudkan jaminan rasa aman bagi manusia. Seandainya bukan karena para ahli ibadah pada zaman fitnah, pastilah Allah Ta’ala menghancurkan bumi dan seluruh isinya. Maka berusahalah menjadi orang-orang yang mewujudkan rasa aman bagi kaum Muslimin.


7.Seorang penyair menuturkan,

Jika tidak menemukan sahabat yang bertakwa, maka kesendirianku

lebih nikmat dan menyenangkan daripada bergaul dengan pemuja syahwat

Aku duduk sendiri untuk beribadah dengan rasa aman

Hidupku tenang bebas dari kawan yang aku takutkan keburukannya


Referensi

  1. Laþá`if Al-Ma’árif karya Ibnu Rajab hal. 131.












Proyek Hadis