عَنْ جَابِرِ بنِ عبدالله - رضي الله عنهما - قَالَ: «لَعَنَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: آكِلَ الرِّبَا، وَمُؤْكِلَهُ، وَكَاتِبَهُ، وَشَاهِدَيْهِ»، وَقَالَ: «هُمْ سَوَاءٌ»
عَنْ جَابِرِ بنِ عبدالله - رضي الله عنهما - قَالَ: «لَعَنَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: آكِلَ الرِّبَا، وَمُؤْكِلَهُ، وَكَاتِبَهُ، وَشَاهِدَيْهِ»، وَقَالَ: «هُمْ سَوَاءٌ»
Dari Jábir bin Abdillah k, beliau berkata,
1. “Rasulullah melaknat: 2. pemakan riba, 3. yang memberi makan riba, 4. penulisnya, 5. dan dua saksinya.” 6. Beliau melanjutkan, “Mereka semuanya sama.”
1. Nabi mengabarkan dari Tuhannya b bahwasanya Allah Ta’ala menjauhkan sejumlah orang dari rahmat-Nya yang mereka berpartisipasi dalam satu kejahatan.
2. Kejahatan yang dimaksud adalah sebagaimana yang disebutkan di dalam hadis tersebut tentang laknat kepada pemakan riba. Yaitu orang yang mengambil harta dari orang lain dengan cara muamalah yang mengandung riba, entah menggunakannya untuk makan atau konsumsi lainnya.
Riba adalah harta tambahan yang diambil dari salah satu pihak yang melakukan akad tanpa adanya timbal balik. Seperti orang, bank, atau toko yang memberikan pinjaman kepada orang lain sebanyak 1.000 dengan syarat setelah satu bulan dibayar 1.200. Atau disyaratkan kepada penerima pinjaman apabila menangguhkan pembayaran dari waktu yang telah disepakati maka dia terkena denda. Atau seseorang membeli surat obligasi yang tertulis padanya bahwa dia akan mendapatkan 1.200 pada tanggal sekian. Padahal dia hanya membayar 1.000. Riba mempunyai bentuk-bentuk yang lain dan terkadang dalam transaksi keuangan, riba disebut dengan faedah atau bunga, atau denda keterlambatan dan selainnya.
3. Laknat juga dikenakan kepada orang yang memberikan tambahan riba yaitu orang yang melakukan akad riba yang rela untuk membayar harta tambahan sebagai ganti dari keterlambatan dan yang semisalnya. Laknat tersebut didapatnya karena dia telah membantu orang lain untuk makan riba. Pada umumnya riba terjadi bukan pada perkara penting yang kehidupan manusia bisa berhenti karenanya. Bahkan kebanyakan riba digunakan untuk memperbaiki tempat tinggal, kendaraan, atau lainnya.
Riba bisa terjadi pada mata uang dan bisa terjadi pada selainnya, seperti seseorang memberikan hadiah kepada orang lain dengan mengatakan, “Beri aku pinjaman sebanyak 1.000.” Bahkan seandainya dia mengembalikan pinjaman sebanyak 1.000 sesuai dengan jumlah yang dipinjam, namun dia telah menambahkan hadiah.
4. Nabi juga memberitakan laknat itu juga menimpa orang yang menuliskan akad transaksi riba atau yang turut andil dalam menuliskannya, baik itu dengan tulisan tangan, dengan alat, dengan mendesain informasinya, dengan memasukkan keterangan-keterangan, atau dengan mengubah keterangan-keterangan berkaitan dengan riba.
5. Demikian pula, laknat juga menimpa para saksi yang menetapkan hak-hak di antara kedua belah pihak yang melakukan transaksi riba.
6. Beliau juga mengabarkan bahwa mereka semua sama-sama mendapatkan laknat karena mereka tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan yang dilarang oleh Allah Ta’ala. Sebagaimana firman Allah
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.”
(QS. Al-Má`idah: 2)
1. Setiap dari kita membutuhkan rahmat Allah Ta’ala dan setiap kita bertawasul kepada Allah Ta’ala supaya melimpahkan rahmat-Nya. Ketika engkau mendengar suatu perkara yang Allah melaknatnya atau melaknat pelakunya maka larilah darinya.
2. Sebagian manusia mungkin tidak rida dengan takdir atau karena tersiksa dan doanya tidak kunjung dikabulkan oleh Allah Ta’ala, gelisah di dalam jiwanya mengapa Allah tidak memberikan rahmat-Nya. Padahal, bisa jadi itu karena dia terjatuh dalam satu perkara yang termasuk salah satu perkara yang mendatangkan laknat dan dijauhkan dari rahmat Allah Ta’ala namun dia tidak peduli.
3. Banyak manusia yang tertipu dan bermudah-mudahan dengan riba padahal riba termasuk salah satu perkara yang membinasakan.[1] Riba dapat menghancurkan harta di dunia dan akhirat. Jangan engkau penuhi panggilan riba, baik menjadi pelakunya, bertransaksi jual beli dengan riba, menetapkannya sebagai sistem ekonomi, atau membuatkan iklan yang menarik untuk riba. Sesungguhnya Allah Ta’ala menghilangkan keberkahan pada harta riba. Allah c berfirman,
“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran dan bergelimang dosa.”
(Al-Baqarah: 276)
4. Riba diharamkan, setiap orang yang mempunyai andil di dalamnya berhak mendapatkan laknat. Sehingga tidak boleh turut andil pada transaksi riba apa pun, meskipun orang yang meminjam mengatakan, “Aku mampu membayar utang pada waktu yang telah ditetapkan tanpa riba (tambahan),” karena menulis akad yang mengandung riba tersebut sudah diharamkan dan Allah melaknat orang yang menulisnya.
5. Bersemangatlah untuk tidak mencari kecuali harta yang halal saja karena memakan harta yang haram akan menghalangi seorang hamba dari terkabulnya doa. Dalam sebuah hadits disebutkan bahwasanya Nabi g menyebutkan, “Seorang laki-laki yang melakukan perjalanan yang panjang rambutnya kusut berdebu menengadahkan tangannya ke atas langit, ‘Wahai Tuhanku, wahai Tuhanku,’ sementara makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan diberi gizi yang haram, maka bagaimana doa tersebut dikabulkan?” [2]
6. Semangat para salafus shalih dalam menjaga makanan yang baik dan memperingatkan manusia dari makanan yang haram. Wahb bin Al-Warad pernah mengatakan, “Seandainya engkau melakukan shalat sepanjang malam maka hal itu tidak sedikit pun bermanfaat bagimu hingga engkau memperhatikan apa yang engkau masukkan ke dalam perutmu; apakah halal atau haram.”[3] Imam Ahmad bin Hanbal r pernah ditanya, “Dengan apa hati seseorang menjadi lembut?” Beliau diam sejenak kemudian mengangkat kepalanya lalu mengatakan, “Dengan makan makanan yang halal.”[4]
7. Nabi gpernah bersabda, “Aku tadi malam bermimpi melihat dua orang laki-laki yang datang kepadaku. Keduanya membawaku menuju negeri yang disucikan. Kami bertolak hingga kami mendatangi sungai darah, ada seorang laki-laki yang berenang di tengah sungai tersebut. Dan laki-laki yang lain berada di pinggiran sungai yang di hadapannya terdapat batu dan menghadap kea rah laki-laki yang berada di tengah sungai. Apabila laki-laki yang berada di tengah sungai hendak keluar dari sungai tersebut, maka laki-laki yang berada di pinggir sungai melempari mulutnya dengan batu. Kemudian laki-laki tersebut pun kembali ke tengah sungai. Setiap kali laki-laki tersebut datang untuk keluar dari sungai tersebut maka laki-laki yang berada di pinggiran sungai melempari mulutnya dengan batu. Kemudian kembali sebagaimana sebelumnya. Kemudian aku bertanya, ‘Apa ini?’ Kemudian salah satu dari laki-laki (yang membawaku) mengatakan, ‘Laki-laki yang engkau lihat berada di tengah sungai adalah pemakan riba.’” [5]
8. Sesungguhnya Allah apabila mengharamkan sesuatu, maka Dia juga mengharamkan hasil penjualannya, tolong menolong di atasnya, menyaksikan tanpa mengingkari pelakunya. Maka janganlah engkau ikut berpartisipasi dalam kemaksiatan, meskipun engkau mengatakan, “Sungguh aku tidak melakukannya.”
9. Apabila engkau pernah bermuamalah dengan riba dan ingin bertaubat maka kembalikanlah tambahan riba kepada pemiliknya. Janganlah engkau mengambil selain hakmu secara syariat, karena mengembalikan harta yang diambil secara zalim adalah salah satu syarat bertobat.
10. Apabila ada orang yang bermuamalah dengan riba maka seyogianya kita menasihatinya dan menyerunya kepada kebenaran. Bisa jadi memboikot muamalahnya memiliki manfaat sebagai bentuk pengajaran dan mencegahnya dari hal tersebut. Di antaranya adalah bank-bank yang bermuamalah dengan muamalah riba dan muamalah yang islami. Akan tetapi tidak mengapa bermuamalah dengan sesuatu yang mubah yang tidak didapatkan dari selainnya atau kesulitan untuk mendapatkannya. Karena Nabi c sendiri bermuamalah dengan orang-orang Yahudi, jual beli dengan mereka sementara mereka adalah para pelaku riba.
11. Seorang penyair menuturkan,
Aku tahu harta halal mempunyai akibat yang baik
Dan lebih layak untuk ada pada pemuda
Jauhilah harta yang haram karena sesungguhnya
Kesusahan ketika kafan didatangkan kepadanya
1. Hadis, “Jauhilah tujuh perkara yang membinasakan!” Para sahabat bertanya, “Apa saja itu wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, “... Makan riba,...” HR. Al-Bukhari (6857) dan Muslim (89).
2. HR. Muslim (1015).
3. Jami’ Al-Ulum wa Al-Hikam 2/263.
4. Manaqib Al-Imam Ahmad karya Ibn Al-Jauzi hal. 269.
5. HR. Al-Bukhari (2085).