1. Nabi menyebutkan bahwa Allah f memonopoli pengetahuan berkaitan perkara-perkara gaib, tidak ada seorang pun tahu kecuali Dia
“Katakanlah (Muhammad), ‘Tidak ada sesuatu pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang gaib, kecuali Allah. Dan mereka tidak mengetahui kapan mereka akan dibangkitkan.’” .
“Dia mengetahui yang gaib, tetapi Dia tidak memperlihatkan kepada siapa pun tentang yang gaib itu. Kecuali kepada rasul yang diridai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di depan dan di belakangnya.”
Ini bukan berarti bahwa hanya perkara-perkara yang tertera di dalam hadis itu saja yang khusus diketahui oleh Allah Ta’ala, tetapi perkara tersebut hanya sebagai contoh bukan maksud membatasi, atau karena perkara tersebut adalah paling penting yang hanya Allah saja yang mengetahuinya, karena banyak juga berita-berita tentang umat-umat terdahulu dari kalangan para nabi beserta umatnya, tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah.
“Apakah belum sampai kepadamu berita orang-orang sebelum kamu (yaitu) kaum Nuh, `Ad, Šamud, dan orang-orang setelah mereka. Tidak ada yang mengetahui mereka selain Allah.” .
Dan perkara yang Allah sembunyikan, berupa alam jin, alam malaikat, berita-berita mengenai mereka, dan perkara-perkara menakjubkan lainnya di langit dan di bumi, dan sebagainya.
Perkara-perkara gaib berdasarkan kemungkinan seorang manusia apakah bisa mengetahuinya atau tidak, dibagi menjadi dua:
Perkara yang mungkin bagi seorang manusia bisa mempelajari dan mengetahuinya melalui sarana dan usaha yang Allah mudahkan baginya, seperti pengetahuan tentang terbitnya matahari, atau waktu-waktu shalat, waktu terjadinya gerhana matahari atau bulan, dan yang semisal, yang Allah menjadikannya sesuai aturan yang tertata dan rapi.
Perkara gaib yang tidak bisa diketahui kecuali oleh Allah Ta’ala, statusnya mutlak gaib dan di antaranya yang tertera di dalam hadis ini, dan yang tercakup dalam firman
“Sesungguhnya hanya di sisi Allah ilmu tentang hari Kiamat; dan Dia yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan dikerjakannya besok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Mengenal.” .
Allah menyebutkan perkara-perkara di atas dengan kunci-kunci, sebagai bentuk perumpamaan dan penyerupaan, karena perkara-perkara yang tertutup dari pengetahuan manusia, tidak akan bisa digapai kecuali dengan kunci-kunci yang mengantarkannya ke sana. Jika kunci-kuncinya saja tidak ada seorang pun yang mampu mengetahuinya, lantas bagaimana dengan perkara-perkara gaib itu sendiri?!
2. Perkara pertama, sesuatu yang akan dilakukan oleh seseorang esok, entah itu jangka pendek atau jangka panjang. Seorang manusia tidak tahu rezeki apa yang akan diperolehnya; takdir apa yang akan dialaminya apakah baik atau buruk; dan apakah melakukan amalan saleh atau justru amalan buruk.
3. Perkara kedua, Allah mengetahui apa yang ada di dalam rahim dan apa yang terjadi di dalamnya. Dia mengetahui janin yang kurang sempurna penyusunannya, yang biasanya disebut keguguran. Dia mengetahui janin yang sudah sempurna bentuknya sampai tiba waktunya lahir. Dia juga mengetahui jenis kelamin janin, apakah laki-laki atau perempuan.
“Allah mengetahui apa yang dikandung oleh setiap perempuan, apa pun yang kurang sempurna dan apa yang bertambah dalam rahim. Dan segala sesuatu ada ukuran di sisi-Nya.”
Hal ini tidak bertentangan dengan apa yang terjadi di masa kini, yakni dokter yang dapat mengetahui jenis kelamin janin pada bulan-bulan terakhir. Sesungguhnya itu merupakan kemudahan berupa ilmu pengetahuan dari Allah Ta’ala untuk hamba-hamba-Nya di muka bumi. Ilmu pengetahuan modern tidak dapat mengetahui hal tersebut kecuali setelah lewat dari empat bulan, sebagaimana hasil perkiraannya pun banyak yang meleset. Demikian pula, para dokter juga tidak mengetahui secara pasti menetapkan usia kehamilan setiap wanita, apakah tujuh bulan atau sembilan bulan. Demikian pula, mereka hanya mampu untuk mengetahui jenis kelamin janin dari satu orang wanita, lantas bagaimana dengan rahim-rahim seluruh wanita di dunia, siapakah yang mampu mengetahui jenis kelamin mereka secara serentak?! Mahasuci Allah lagi Mahatinggi.
4. Perkara ketiga, pengetahuan tentang waktu turunnya hujan. Tidak ada seorang pun di muka bumi ini yang mengetahui kapan turunnya hujan, berapa kadarnya, dan di mana akan turun? Meskipun para ilmuwan meteorologi dan falak sekarang mampu memberitahukan sedikit informasi terkait waktu turunnya hujan dan lokasi-lokasinya, sesungguhnya landasan mereka melihat adanya langit yang mendung dan awan, bukan sebelum itu. Hal ini merupakan ilmu yang sudah ada sejak umat-umat terdahulu, meski yang sekarang lebih canggih, dan tidak dipungkiri oleh banyak manusia, bahwa persentase kekeliruan berita mereka cukup besar.
5. Perkara keempat, pengetahuan tentang waktu dan tempat kematian seseorang. Allah Ta’ala berfirman,
“Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati.”
Allah tidak menentukan batasan tertentu yang jika seseorang sampai di sana maka dia langsung mati. Allah Ta’ala juga tidak menjadikan suatu sebab yang selalu mengantarkan seseorang pada kematian. Orang yang sakit bisa sembuh, orang yang sehat lagi kuat bisa mati tiba-tiba. Seorang pemuda pun bisa mati mendadak, orang yang sudah renta terus hidup hingga mengalami pikun. Seorang manusia mendatangi tempat yang membinasakan kemudian tenggelam di laut atau jatuh dari tempat yang tinggi, atau yang semisal namun ternyata masih selamat, tetapi ada orang yang tinggal di dalam rumahnya dalam kondisi aman dan tenang, tiba-tiba mati.
6.Perkara kelima, di antara perkara-perkara yang dikabarkan oleh Nabi di dalam hadis tersebut adalah pengetahuan tentang waktu hari Kiamat. Hal ini merupakan hal khusus hanya Allah Ta’ala yang mengetahuinya, Dia tidak memberitahukan kepada siapa pun, baik itu malaikat didekatkan atau nabi yang diutus.
“Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang Kiamat, ‘Kapan terjadi?’ Katakanlah, ‘Sesungguhnya pengetahuan tentang Kiamat itu ada pada Tuhanku; tidak ada (seorang pun) yang dapat menjelaskan waktu terjadinya selain Dia. (Kiamat) itu sangat berat (huru-haranya bagi makhluk) yang di langit dan di bumi, tidak akan datang kepadamu kecuali secara tiba-tiba.’ Mereka bertanya kepadamu seakan-akan engkau mengetahuinya. Katakanlah (Muhammad), ‘Sesungguhnya pengetahuan tentang (hari Kiamat) ada pada Allah, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.’”
.Pengemban amanah wahyu, Jibril bertanya kepada sosok pengemban amanah penduduk bumi Muhammad, “Kapan terjadinya “Orang yang ditanya tidak lebih tahu daripada yang bertanya.”[1]
Allah menyebutkan semua itu sebagai kunci-kunci adalah berdasarkan perumpamaan dan permisalah, karena semua urusan tersebut terhalang dari manusia, mereka tidak bisa sampai kepadanya kecuali dengan menggunakan kunci-kuncinya. Jika kuncinya saja tidak ada manusia yang mengetahuinya, maka bagaimana mungkin mereka bisa mengetahui hal-hal yang gaib itu sendiri?
Implementasi
- (1) Nabi mengabarkan tentang beberapa perkara yang tidak diketahui oleh siapa pun kecuali Allah , sehingga seorang muslim tidak boleh meyakini selain itu, atau membenarkan orang-orang bodoh, para dukun, yang mengaku-ngaku mengetahui hal itu.
- (2) Apabila tidak ada yang mengetahui apa yang akan terjadi besok kecuali Allah , maka engkau harus beramal, jangan melemah dan bersandar pada apa yang dikatakan para pendusta dan pembohong, dan janganlah merasa sial saat mendengar atau melihat sesuatu yang menyebabkan dirimu tidak beramal.
- (2) Allah Ta’ala merahasiakan pengetahuan yang akan terjadi di masa yang akan datang dari hamba-hamba-Nya. Maka jangan sekali-kali engkau beralasan dengan takdir atas keteledoranmu dalam menunaikan kewajiban, atau melakukan hal-hal yang diharamkan. Sikap tersebut sama seperti orang-orang kafir ketika mereka mengatakan
“Jika Allah menghendaki, niscaya kami
(sebagaimana dikisahkan Allah Ta’ala), tidak akan menyembah sesuatu apa pun selain Dia, baik kami maupun bapak-bapak kami, dan tidak (pula) kami mengharamkan sesuatu pun tanpa (izin)-Nya.” .
4. (3) Apabila seorang hamba sangat menginginkan rezeki Allah Ta’ala, maka mohonlah hanya kepada-Nya, Dia-lah Maha Memberi rezeki dan Maha Memberi anugerah.
5. (3) Seorang wanita yang mendatangi seorang dokter, bertujuan ingin mengetahui jenis kelamin bayinya atau yang semisalnya. Hal itu tidak bermasalah dan tidak haram, karena itu termasuk perkara yang Allah Ta’ala berikan kepada para ilmuwan dan Allah memudahkannya bagi mereka. Pengetahuan mereka akan hal tersebut terbatas yakni setelah sempurna pembentukan janin di dalam perut ibunya. Ada pun sebelum umur itu maka tidak mungkin seseorang dapat mengetahuinya secara pasti.
6. (4) Apabila hujan -yang merupakan sebab datangnya rezeki- tidak ada yang mampu mengetahui kapan waktu turunnya, kadarnya, dan lokasinya kecuali Allah, maka ketahuilah bahwa rezekimu berada pada takdir Allah semata. Beribadahlah dan bertawakallah kepada-Nya, serta berusahalah untuk mendapatkan apa yang memang sudah ditakdirkan untukmu.
7. (5) Allah merahasiakan waktu dan tempat kematian hamba-Nya. Karena jika seseorang mengetahui bahwa ia akan mati di hari tertentu niscaya dunia akan hancur, dan bumi tidak akan makmur. Manusia akan selalu menangis dan memperhatikan ajalnya hingga kematian benar-benar mendatanginya. Sehingga hal itu dirahasiakan, agar angan-angan kita mendorong untuk beramal dan memakmurkan bumi. Ini merupakan hikmah Allah yang tidak berbuat sesuatu melainkan ada hikmah di baliknya. Hikmah ini diketahui oleh sebagian orang dan sebagian lainnya tidak mengetahuinya.
8. (6) Allah merahasiakan waktu hari kiamat dari hamba-hamba-Nya, agar mereka selalu waspada. Supaya mereka senantiasa mempersiapkan diri sepanjang hidupnya dengan beramal saleh, serta bersungguh-sungguh di sisa umurnya dalam mengerjakan ketaatan. Demikian juga, Allah merahasiakan lailatulkadar dan waktu mustajab pada hari Jumat agar mereka (bersungguh-sungguh) untuk mendapatkannya.
9. Beriman dengan perkara-perkara gaib ini dan merenungi apa yang dikabarkan kepada kita dari wahyu ini, merupakan ketenangan tersendiri bagi jiwa, membangkitkan cita-cita, dan semakin mencintai Allah Ta’ala serta beriman kepada-Nya.
10. Seorang penyair menuturkan,
Wahai †at yang menolong manusia setelah mereka putus asa
Kasihanilah hamba-hamba yang fakir yang mereka memohon
Engkau telah meluaskan rezeki kepada mereka tanpa sebab apa pun
Selain berharap kepada-Nya dan memohon
Dan Engkau masih memberi karunia berlimpah ruah
Dengan kemurahan saat mereka berlaku adil dan dengan kesabaran meski mereka berlaku zalim
Referensi
- HR. Al-Bukhari (50) dan Muslim (9) dari Abu Hurairah .