عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو رضي الله عنهما، أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ، قَالَ: «بَلِّغُوا عَنِّي وَلَوْ آيَةً، وَحَدِّثُوا عَنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَلاَ حَرَجَ، وَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا، فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ».
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو رضي الله عنهما، أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ، قَالَ: «بَلِّغُوا عَنِّي وَلَوْ آيَةً، وَحَدِّثُوا عَنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَلاَ حَرَجَ، وَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا، فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ».
Dari Abdullah bin Amr , bahwasanya Nabi ﷺ bersabda,
1. “Sampaikanlah dariku walaupun hanya satu ayat,
2. Dan sampaikanlah berita tentang Bani Israil, tidak masalah,
3. Dan barang siapa yang sengaja berdusta atas namaku, maka bersiaplah menempati tempat duduknya di neraka.”
1. Nabi ﷺ memerintahkan umat Islam untuk menyampaikan risalah dan syariatnya. Namun semua itu sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Jika seorang Muslim tidak mendapati suatu perkara yang bisa ia sampaikan kecuali satu ayat saja yang ia hafal dan ia pahami maknanya, atau hadis sahih yang ia sebarkan, maka itu sudah cukup baginya, dan menggugurkan kewajibannya.
Di dalam sabda beliau , “... walaupun hanya satu ayat.” Ini merupakan dalil bahwa seorang dai tidak harus sosok yang alim dan ahli fikih, tetapi ia berdakwah di jalan Allah Ta’ala semampunya, dengan syarat ia sudah memahami terlebih dahulu mengenai apa yang akan didakwahkan, dan sudah yakin dengan kesahihan hadis yang akan ia sampaikan kepada orang lain.
Ini bukan berarti setiap orang boleh menyampaikan apa pun kepada siapa pun. Dakwah itu membutuhkan hikmah dan ilmu,
sebagaimana firman-Nya
“Katakanlah (Muhammad), ‘Inilah jalanku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujah yang nyata.’”
(QS. Yúsuf: 108)
Di dalam dakwah, seorang dai wajib memperhatikan kondisi orang yang ia dakwahi, jangan menyampaikan sesuatu yang tidak bisa dipahami oleh akalnya, karena justru nanti bisa menjadi fitnah. Ali bin Abi ±alib pernah mengatakan, “Berbicaralah kepada manusia dengan sesuatu yang mereka ketahui; apakah kalian ingin Allah dan Rasul-Nya didustakan?!” [1]
2. Kemudian beliau memberitahukan bahwa seseorang boleh menyampaikan berita-berita dan kisah-kisah Bani Israil, lalu beliau menjelaskan bahwasanya tidak berdosa menukil cerita-cerita dan berita-berita tentang mereka. Hal ini dengan syarat bahwa berita mereka belum dapat kita pastikan kedustaannya. Adapun berita yang sudah dapat kita pastikan keabsahannya dan memang dibolehkan, maka hukumnya mubah. [2]
3. Kemudian beliau mengancam keras perbuatan dusta yang mengatasnamakan beliau ; mengada-adakan pernyataan atas nama beliau, padahal beliau tidak pernah menyampaikannya. Karena seseorang yang sengaja menyandarkan suatu perkataan kepada beliau namun beliau tidak pernah mengatakannya, maka balasannya adalah Jahanam. Kita berlindung kepada Allah dari neraka tersebut.
Sesungguhnya berdusta atas nama beliau lebih terlarang daripada berdusta atas nama orang selain beliau. Berdusta atas nama beliau berarti berdusta atas nama Allah Ta’ala dan syariat-Nya, karena Nabi ﷺ tidak berbicara berdasarkan hawa nafsu. Jika ada seseorang berdusta atas nama beliau, berarti ia menghalalkan dan mengharamkan sesuatu sesuai dengan keinginan nafsunya.
Allah berfirman
“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta, ‘Ini halal dan ini haram,’ untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tidak akan beruntung.”
(QS. An-Nañl: 116)[3]
1. (1) Berusahalah untuk menjadi bagian dari para dai yang berdakwah di jalan Allah Ta’ala, karena mereka adalah manusia yang paling mulia.
Allah berfirman mengenai mereka
“Dan siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah dan mengerjakan kebajikan dan berkata, ‘Sungguh, aku termasuk orang-orang Muslim (yang berserah diri)?’”
(QS. Fuÿÿilat: 33)
2. (1) Berdakwah di jalan Allah hukumnya wajib bagi seluruh kaum Muslimin; masing-masing berdakwah sesuai dengan kemampuannya. Apabila engkau mempunyai kemampuan untuk mengajarkan ilmu dan menyampaikan syariat ini, lakukanlah. Jika tidak mampu, berdakwahlah dengan akhlak yang mulia, dan menjelaskan apa yang wajib dilakukan oleh seorang Muslim secara lahir dan batinnya.
3. (1) Dakwah di jalan Allah mudah dan ringan bagi setiap individu, seseorang tidak disyaratkan harus menjadi alim dan ahli fikih terlebih dahulu sampai bisa berdakwah di atas jalan Allah Ta’ala. Kamu wajib melakukan apa yang mungkin didakwahkan, dan Allah tidak membebani seorang manusia di luar kemampuannya.
4. (1) Dakwah di masa kini jauh lebih mudah dan cepat tersebar dengan sarana teknologi modern. Seorang Muslim bisa mencari makna satu ayat yang diinginkan lebih dari satu kitab rujukan, atau mengetahui kesahihan sebuah hadis, asar atau kisah. Hanya cukup dengan satu klik maka dengan mudahnya ia menyebarkan ayat-ayat Al-Qur`an, hadis, dan kutipan para ulama, baik dalam bentuk audio atau video, dan bisa berdakwah mengajak jutaan manusia.
5. (1) Tidakkah cukup bagimu mendapatkan pahala seluruh manusia yang mengikutimu?
Nabi ﷺ pernah bersabda
“Barang siapa yang menyeru kepada hidayah, maka ia berhak mendapatkan pahala seperti yang diraih oleh orang yang mengikutinya, tidak mengurangi sedikit pun pahala mereka.”[4]
Beliau juga bersabda,
“Demi Allah, satu orang laki-laki yang mendapat petunjuk melalui dirimu, itu lebih baik bagimu daripada unta merah.” [5]
6. (1) Para ulama dan dai yang mengemban amanah dakwah, para pakar, dan relawan, serta orang-orang yang mencurahkan hidup mereka untuk dakwah di jalan Allah, seharusnya mengarahkan manusia agar menunaikan kewajiban mereka terkait dakwah di jalan Allah; mengajak mereka agar ikut andil dalam medan amal dakwah dengan berbagai bidangnya, memotivasi dan mendorong mereka untuk itu, memberikan bimbingan sesuai dengan kapasitas masing-masing, dengan memanfaatkan beragam potensi dan peluang yang mereka miliki, sehingga mereka dapat membuka ladang dakwah yang mungkin untuk dikerjakan.
7. (1) Orang yang bahagia adalah orang yang menjadi pelopor dan pionir dalam kebaikan. Sedangkan, orang sengsara adalah orang yang menjadi pendukung dan perantara keburukan.
8. (2) Tidak masalah meriwayatkan berita-berita dan kisah-kisah tentang Bani Israil selama engkau belum yakin bahwa itu sebuah kedustaan, dengan syarat engkau menerangkan kepada orang-orang bahwa itu merupakan riwayat israiliyat; supaya yang mendengar tidak terkecoh dan meyakini bahwa kisah itu benar.
9. (3) Jauhilah berdusta atas nama Nabi ﷺ, entah itu disengaja atau tidak. Jangan sampai engkau menyampaikan apa pun kecuali sudah jelas hal tersebut benar-benar sahih dan valid bersumber dari beliau . Jika tidak demikian, maka engkau termasuk salah satu pendusta atas nama Rasulullah ﷺ.
10. (3) Di antara tindakan yang termasuk berdusta atas nama beliau ialah berbicara mengenai agama Allah Ta’ala tanpa didasari ilmu, sehingga menghalalkan apa yang diharamkan oleh Allah dan mengharamkan apa yang dihalalkan-Nya.
11. (3) Di antara bentuk perbuatan dusta atas nama Rasulullah ﷺ ialah berdusta atas nama ulama dan ahli ilmu. Apabila dikatakan kepada seseorang, “Sesungguhnya seorang alim yang bernama fulan membolehkan perbuatan ini,” maka orang-orang akan meyakini bahwa pendapat tersebut atas dasar ilmu, lantas ia menjadikannya sebagai pedoman dalam beragama, dan ini merupakan tindakan yang lebih berat daripada berdusta terhadap khalayak manusia. [6]
12. Seorang penyair menuturkan,
Aku berdakwah di jalan Allah di tengah manusia
Ada yang menyambut ada pula yang mengingkari
Dan aku senantiasa mendapat pahala atas dakwahku
Barang siapa yang berdakwah karena Allah, tidak akan merugi
Wahai kaumku, bertobatlah kepada Tuhan kalian
Karena keridaan-Nya masih tetap luas