Nabi meriwayatkan dari Rabbnya sebuah hadis qudsi. Hadis qudsi adalah firman Allah Ta’ala selain Al-Qur`an Al-Karim, lafaz-lafaznya bersumber dari Nabi ﷺ dan maknanya dari Allah Ta’ala, lain halnya dengan Al-Qur`an, yang merupakan firman Allah secara lafaz dan makna. Oleh karena itu, membaca Al-Qur`an itu merupakan ibadah, dan setiap suratnya berisi tantangan, berbeda dengan hadis qudsi, jadi harus dibedakan antara keduanya.
Allah تبارك وتعالى menyebutkan bahwa Dia mengharamkan dan melarang kezaliman bagi diri-Nya sendiri. Allah Ta’ala berfirman,
“Sungguh, Allah tidak akan menzalimi seseorang walaupun sebesar zarah.”
“Barang siapa yang mengerjakan kebajikan, maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri dan barang siapa yang berbuat jahat, maka (dosanya) tanggungan dirinya sendiri. Dan Tuhanmu sama sekali tidak menzalimi hamba-hamba-(Nya).”
Itu berarti bahwa manusia juga tidak boleh saling menzalimi, karena Allah yang memiliki dunia dan akhirta mengharamkan kezaliman atas dirinya, maka bagaimana dengan makhluk? Tentu lebih diharamkan lagi.
Kezaliman terbesar adalah ketika seorang manusia menzalimi dirinya dengan melakuakn kemusyrikan dan maksiat yang akan menyeretnya ke neraka pada hari kiamat.
“Sungguh, syirik adalah kezaliman yang besar.”
Kemudian di bawahnya adalah kezaliman yang dilakukan seseorang kepada orang lain dengan memakan hak-hak mereka. Oleh karena itu Allah mengancam pelaku kezaliman dengan azab yang pedih.
Allah pun memerintahkan bersikap adil terhadap semua orang, baik Muslim ataupun kafir, dan melarang dari kezaliman terhadap orang lain meskipun terhadap musuh,
“Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena Allah, (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah. Karena (adil) itu lebih dekat kepada takwa.”
2. Kemudian Allah Ta'ala menunjuki para hamba menuju-Nya. Dia adalah Pecipta, Pemberi rezeki dan Penguasa mereka. Semuga makhluk berada dalam kesesatan yang nyata, kecuali orang yang Allah tunjukkan kepada kebenaran, diberi taufik kepadanya, dan diterangi jalannya. Allah mengutus para rasul untuk membimbing makhluk kepada-Nya. Siapa yang diinginkan oleh Allah untuk mendapat kebaikan maka Dia akan memberi taufik kepadanya untuk menerima apa yang dibawa oleh para rasul. Orang yang mendapat petunjuk adalah orang yang diberi petunjuk oleh Allah Ta’ala dan diteguhkan di atas kebenaran, karena itulah Allah memerintahkan mereka agar meminta hidayah kepada-Nya.[1]
Hidayah itu tidak sebdtas diberi petunjuk untuk menerima dan memeluk Islam semata, tetapi mencakup pengetahuan terhadap hukum-hukum dan syariat-syariat-Nya, tunduk kepada apa yang dibawa oleh Nabi baik berupa perintah maupun larangan. Oleh sebab itulah, Allah memerintahkan para hamba-Nya yang beriman untuk mengulang-ulang di dalam shalatnya,
“Tunjukilah kami jalan yang lurus.”
3. Kemudian Allah mengabarkan bahwa seluruh makhluk membutuhkan rezeki sebagaimana mereka membutuhkan hidayah.
“Sungguh Allah, Dialah Pemberi rezeki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.”
Kalaulah bukan karena kemurahan, kemuliaan dan keluasan rezeki Allah niscaya semua makhluk akan kelaparan, dan mereka tidak akan mendapati apa yang bisa menutup aurat mereka. Jangan sampai orang kaya mengira bahwa harta yang ada di tangannya semata-mata karena hasil usaha dan ilmunya. Semua itu adalah karunia Allah yang diberikan-Nya kepada orang yang dikehendaki-Nya. Oleh karena itu Allah memerintahkan para makhluk untuk meminta makan, minum, dan pakaian dari-Nya, sehingga Dia pun memberi mereka makan, minum, dan pakaian.
4. Kemudian Allah تبارك وتعالى menyampaikan kasih sayang-Nya terhadap hamba-Nya dan bahwa dia mengampuni semua dosa mereka, karena mereka sangat membutuhkan ampunan tersebut akibat dari kemaksiatan yang terus-menerus mereka lakukan di malam maupun di siang hari.
“Katakanlah, ‘Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri! Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh, Dialah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang.”
Nabi ﷺ memberitahukan bahwa Allah Ta’ala membentangkan tangan-Nya di malam hari, supaya pelaku dosa di siang hari bertobat, dan membentangkan tangan-Nya di siang hari supaya pelaku dosa di malam hari bertobat, hingga datang waktunya matahari terbit dari arah barat.”[3]
5. Allah تبارك وتعالى kemudian menyampaikan bahwa Dia adalah Mahakuat, dan Penguasa, tidak ada yang bisa membahayakan ataupun memberi manfaat kepada-Nya.
“Dan janganlah engkau (Muhammad) dirisaukan oleh orang-orang yang dengan mudah kembali menjadi kafir; sesungguhnya sedikit pun mereka tidak merugikan Allah. Allah berkehendak tidak akan memberi bagian (pahala) kepada mereka di akhirat, dan mereka akan mendapat azab yang besar. Sesungguhnya orang-orang yang membeli kekafiran dengan iman, sedikit pun tidak merugikan Allah; dan mereka akan mendapat azab yang pedih.”
(QS. Áli ‘Imrán: 176-177)
6. Allah تبارك وتعالى menyampaikan bahwa Dia Mahakaya. Ketaatan semua hamba tidak akan bermanfaat untuk-Nya, sebagaimana kemaksiatan mereka pun tidak akan merusak-Nya. Semua itu tidak akan berpengaruh positif ataupun negatif terhadap kekuasaan-Nya. Kalaupun keimanan seluruh manusia dan jin seperti imannya Nabi ﷺ, hal itu sama sekali tidak menambah kerajaan Allah. Sebaliknya, seandainya kekafiran dan kejahatan mereka semua seperti kekafiran Iblis yang dilaknat oleh Allah, maka semua itu tidak akan mengurangi sedikitpun dari kerajaan-Nya.
“Dan barang siapa berjihad, maka sesungguhnya jihadnya itu untuk dirinya sendiri. Sungguh, Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari seluruh alam.”
7. Kemudian Allah تبارك وتعالى menyebutkan keagungan karunia-Nya dan nikmat-Nya yang tidak bisa dihitung. Dia menyebutkan bahwa seandainya seluruh makhluk, semenjak diciptakannya langit dan bumi hingga hari kiamat, jika mereka serentak berdiri di atas satu bumi, lalu setiap mereka berdoa, memohon pemberian dan rezeki, lalu Allah Ta’ala memberikan semua yang mereka minta, hal itu sama sekali tidak memengaruhi kerajaan Allah, dan tidak mengurangi sedikit pun anugerah dan karunia-Nya. Allah memberikan perumpamaan dengan menggambarkan sebuah jarum jika dicelupkan ke dalam laut, apakah engkau mendapati airnya berkurang?! Demikianlah karunia Allah Ta’ala yang tak berujung.
8. Kemudian Allah memberitahukan bahwa kesudahan seseorang tergantung pada amalannya, karena Allah mencatat amalan kita, lalu memberi balasan untuk amalan tersebut. Barang siapa yang mendapati kebaikan yang Allah siapkan baginya pada hari kiamat, maka hendaknya ia memuji Allah yang telah memberinya petunjuk kepada keimanan dan memberi taufik untuk berbuat kebaikan. Namun bila mendapatinya dalam kondisi yang buruk, sesungguhnya itulah hasil amalannya, ia layak dicela dan disiksa, dan janganlah ia mencela kecuali dirinya sendiri.
Implementasi
Bentuk kezaliman terbesar adalah kezaliman manusia terhadap dirinya sehingga menyeretnya ke dalam nereka dengan melakukan kekufuran dan mempersekutukan Allah.
Seorang hamba hendaknya senantiasa memohon hidayah dan rezeki kepada Rabbnya; karena hal tersebut hanya ada di tangan Allah, dan Dia sangat suka mendengar doa hamba-Nya.
Hadis ini menjelaskan sejauh mana kefakiran dan kebutuhan kita terhadap Allah Ta'ala. Kita semua berada dalam kondisi telanjang, kelaparan dan kesesatan kecuali karena karunia dari Allah. Oleh karena itu kita harus senantiasa tawaduk dan tidak boleh sombong kepada manusia.
Seorang Muslim tidak boleh terpedaya oleh ketaatan dan ibadahnya, atau mengira bahwa Allah membutuhkan semua itu, karena Allah Mahakaya dari semua makhluk.
Firman-Nya, “Sungguh kalian melakukan dosa di malam dan siang hari,” merupakan celaan terhadap makhluk, karena mereka semua diciptakan untuk beribadah kepada-Nya. Dia menjadikan siang dan malam untuk waktu beribadah kepada-Nya, namun manusia ceroboh dengan melakukan maksiat kepada Allah siang dan malam. Oleh karena itu, seorang Muslim harus segera menghadap Allah Ta'ala, memenuhi hari-harinya dengan zikir, tasbih, shalat, dan berbagai ibadah lainnya.
Allah ﷺ mengharamkan kezaliman atas diri-Nya, padahal Dia adalah Maharaja, Mahakuasa, dan Maha Mengatur langit dan bumi. Jika Allah sendiri mengharamkan kezaliman atas diri-Nya, padahal tidak ada sekutu bagi-Nya di kerajaan-Nya, dan tidak ada yang bisa menegur-Nya terkait apa yang dilakukan-Nya, maka bagaimana mungkin seorang hamba yang fakir lagi lemah melakukan kezaliman itu, padahal dia tahu bahwa Tuhannya sudah melarangnya?
Allah membimbing kita untuk memperbanyak istigfar dan selalu melakukannya. Allah mengetahui kelemahan kita di hadapan kemaksiatan dan syahwat, oleh karena itu Dia memerintahkan kita untuk segera beristigfar supaya Dia mengampuni kita.
Hadis ini menunjukkan keagungan dan keluasan karunia Allah. Oleh karena itu, seorang Muslim jangan sampai lupa berdoa meminta kepada Allah untuk diberi rezeki dari karunia-Nya yang luas. Apa yang ada di sisi Allah tidak akan pernah berkurang ataupun habis, sebagaimana disebutkan oleh Nabi dalam hadis lain, “Tangan Allah berlimpah, tidak berkurang sedikit pun dengan sekali infak, memberi dengan berlimpah di malam dan siang hari; bukanlah kalian tahu, apa yang telah Dia infakkan sejak diciptakannya langit dan bumi? Sesungguhnya sama sekali tidak berkurang sedikit pun apa yang ada di tangan kanan-Nya.”[4]
Jika seorang hamba melakukan ketaatan maka hendaknya dia menyandarkannya kepada Allah Ta'ala, memuji-Nya atas hidayah dan taufik-Nya. Jangan sampai dia menyandarkannya pada dirinya sendiri, sehingga membuatnya merasa sombong, dan menganggap kecil nikmat Allah di hadapannya.
Hadis tersebut menunjukkan bahwa berkumpulnya manusia di suatu tempat untuk berdoa kepada Allah lebih baik daripada bercerai berai. Oleh karena itu disyariatkan shalat istisqa`, shalat khusuf, dan lainnya untuk mencapai tujuan tersebut.
Memberikan contoh merupakan metode yang efektif dan berpengaruh dalam berdakwah dan mengajarkan ilmu. Oleh karena itu, seorang guru dan murabbai hendaknya mendekatkan makna ke fikiran manusia dengan memberikan contoh yang dapat diindra, yang mendekatkan pemahaman mereka.[5]
Meneladan murabbi dan guru merupakan sarana terbaik dalam belajar. Jika seorang murabbi ingin menanamkan sebuah nilai kebaikan dalam diri anak-anaknya maka dia wajib untuk melakukan nilai tersebut terlebih dahulu. Oleh karena itu Allah berfirman, “Sungguh Aku haramkan kezaliman atas Diri-Ku.”
Seorang penyair menuturkan,
Ketahuilah, demi Allah, kezaliman itu tercela
Akan tetapi lebih zalim lagi pelaku dosa
Hanya kepada Allah pada hari pembalasan kita kembali
dan di sisi Allah semua permusuhan akan disidangkanPenyair lain menuturkan,
Janganlah kau meminta sebuah hajat kepada manusia
Mintalah kepada †at yang pintu-pintu-Nya tak pernah ditutup
Allah akan murka, jika kau tak meminta kepada-Nya
Sedangkan, manusia akan murka saat diminta
Referensi
- Lihat: Al-Mufhim limá Asykala min Talkhíÿ Kitáb Muslim karya Al-Qurþubí (6/552-553).
- Lihat: Jámi’ Al-‘Ulúm wa Al-Ôikam karya Ibnu Rajab Al-ôanbali (2/40).
- HR. Muslim (2759) dari Abu Musa Al-Asy’ari
- HR. Al-Bukhari (7419) dan Muslim (993).
- Lihat: Syarñ Riyáð Aÿ-Ÿálihin karya Ibnu Ušaimin (2/433).