Kemunafikan merupakan penyakit paling berbahaya yang dapat menimpa individu dan masyarakat. Oleh karena itu, Islam memberi peringatan keras dari perilaku tersebut. Selain itu, Islam juga menjelaskan sifat-sifat orang-orang munafik supaya seseorang waspada dan menjaga diri agar tidak tersemat satu pun pada dirinya.
1.Nabi ﷺ menyebutkan di hadapan para sahabat beberapa sifat yang tidak layak bagi seorang muslim memilikinya, bahkan sifat tersebut termasuk sifat orang-orang munafik. Jika semua sifat tersebut tersemat pada diri seseorang, maka ia adalah seorang munafik sejati.
Kemunafikan (nifak) artinya menampakkan sesuatu yang tidak sama dengan batinnya. Ada dua jenis kemunafikan: nifak iktikad, yaitu seseorang yang menampakkan keislaman dan menyembunyikan kekafiran. Nifak jenis ini mengeluarkan pelakunya dari Islam.
Allah Ta’ala berfirman mengenai mereka,
“Sungguh, orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu tidak akan mendapat seorang penolong pun bagi mereka, kecuali orang-orang yang bertobat dan memperbaiki diri dan berpegang teguh pada (agama) Allah dan dengan tulus ikhlas (menjalankan) agama mereka karena Allah. Maka mereka itu bersama-sama orang-orang yang beriman dan kelak Allah akan memberikan pahala yang besar kepada orang-orang yang beriman.” .
Jenis yang kedua: nifak amal, inilah yang dimaksudkan dalam hadis di atas, yaitu ada beberapa sifat orang munafik yang terdapat pada diri seorang mukmin yang lurus akidahnya, seperti berdusta ketika berbicara, melanggar janji, dan khianat terhadap amanah. Orang yang memiliki sifat-sifat seperti itu dan yang semisalnya tidak termasuk ke dalam golongan orang-orang munafik yang diancam oleh Allah dengan kekekalan di kerak neraka, tetapi pada dirinya tersemat salah satu sifat kemunafikan, dan pemilik sifat tersebut menyerupai orang-orang munafik.
Ini bukan berarti bahwa hanya itu saja sifat-sifat orang munafik, karena sifat-sifat orang munafik itu banyak. Dalam hadis lain disebutkan tambahan ingkar janji.
"Tanda orang munafik ada tiga: jika berbicara dia dusta, jika
berjanji dia mungkir, dan jika diberi amahah dia berkhianat. [2]
Tanda-tanda dan sifat-sifat kemunafikan cukup banyak, semuanya terangkum dalam sifat-sifat tersebut. Seorang muslim wajib berusah untuk tidak memiliki satu pun dari sifat-sifat tersebut.
2.Sifat yang pertama, ia tidak bisa menjaga amanah, yaitu berkhianat, maksudnya bertindak pada sesuatu yang diamanahkan tidak sesuai aturan syariat; seperti menjual barang yang diamanahkan, mengingkari amanahnya, menguranginya, atau teledor dalam menjaganya. Amanah di sini mencakup seluruh perkara yang diamanahkan kepada manusia, entah itu berupa harta, kehormatan, atau hak. Amanah secara umum mencakup seluruh syariat yang Allah jadikan sebagai amanah bagi kita, yang harus kita jalankan dan ajarkan kepada manusia; karena itulah, Allah Ta’ala menyebut tindakan yang menyelisihi kitab-Nya dan sunnah Rasul-Nya sebagai pengkhianatan.
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.”
Khianat sangat bertentangan dengan akhlak Islam. Oleh karena itu Nabi g melarangnya meskipun terhadap orang yang berlaku khianat terhadap kita.
“Tunaikanlah amanah kepada orang yang telah memberimu amanah, dan janganlah engkau khianati orang yang telah mengkhianatimu.”[4]
3.Sifat yang kedua, berdusta. Allah Ta’ala memerintahkan dan menganjurkan agar seseorang bersikap jujur.
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.”
. Nabi g memperingatkan dampak negatif dusta
“Dan sungguh kedustaan itu bisa mengantarkan seseorang kepada kejahatan, dan kejahatan mengantarkan seseorang menuju neraka. Dan sungguh seorang laki-laki benar-benar ia berdusta, sampai ia tercatat sebagai pendusta di sisi Allah.”[5]
Nabi ﷺ pernah bermimpi, melihat seorang laki-laki yang tepi mulutnya disobek sampai ke tengkuknya, kedua lubang hidungnya dan kedua matanya disobek sampai ke tengkuknya, lantas beliau bertanya tentangnya, lalu dijawab, “Seseorang yang berdusta satu kali, lalu dibawa hingga tersebar ke seluruh penjuru.”
4.Sifat yang ketiga, ingkar janji, apabila ia membuat janji atau transaksi dengan orang lain, maka ia akan menipunya dengan cara mengingkari janjinya. Allah Ta’ala mengharamkan ingkar janji dan melarangnya di beberapa tempat dalam kitab-Nya.
“Dan tepatilah janji dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu melanggar sumpah setelah diikrarkan, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.”.
“Dan penuhilah janji, karena janji itu pasti diminta pertanggungjawabannya.”
5.Sifatnya yang keempat, saat seseorang menyimpang dari kebenaran ketika berseteru, dan mencari tipu muslihat saat melawannya, berusaha merampas yang bukan haknya, terlebih jika ia memiliki kemampuan dalam menjelaskan dan mengutarakan hujah.
Allah Ta’ala telah memerintahkan para hamba-Nya agar berbuat adil dalam segala perkara, dan melarang mereka berbuat kezaliman terhadap orang lain lantaran permusuhan dan perseteruan yang terjadi.
“Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena Allah, (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah. Karena (adil) itu lebih dekat kepada takwa.”.
Nabi ﷺ mengabarkan tentang akibat bagi orang yang mengambil hak orang lain dengan cara yang batil
“Sesungguhnya kalian meminta peradilan kepadaku, barangkali salah satu di antara kalian tidak lebih cakap dalam mengutarakan hujahnya daripada lawannya, sehingga aku memenangkan perkaranya sesuai dengan apa yang aku dengar darinya. Barang siapa yang aku putuskan baginya untuk mengambil hak saudaranya, maka janganlah mengambilnya, karena sesungguhnya aku memutuskan baginya, seperti aku memberinya potongan api neraka.”[7]
Implementasi
1.Di antara tanda bagusnya metode pengajaran Nabi g kepada para sahabatnya, yakni menjadikan maknanya mudah untuk dipahami dengan menggunakan beragam wasilah dalam mengajar; di antaranya menggunakan bilangan. Jika seorang muslim mendengar bahwa sifat-sifat yang akan disebutkan sebanyak empat, maka itu akan membuatnya penasaran untuk mendengar dan menghafal apa yang didengarnya. Maka seharusnya para ulama dan dai menggunakan metode-metode semisal itu saat berbincang dengan manusia dan mengajari mereka.
2.Sifat orang Mukmin adalah menyampaikan amanah. Seorang Muslim tidak boleh berkhianat selama-lamanya. Bahkan Nabi g memerintahkan untuk menyerahkan amanah meskipun kepada orang yang sudah berlaku khianat dan menyia-nyiakan amanah yang kita berikan.
“Tunaikanlah amanah kepada orang yang telah memberimu amanah, dan janganlah engkau khianati orang yang telah mengkhianatimu.”[8]
3.Orang-orang musyrik di Makkah sebelum Islam datang, mereka memberi lakab Al-Amiin (orang yang tepercaya) untuk Nabi ﷺ. Apakah hal tersebut tidak memotivasi kita untuk meniru akhlak dan perilaku Nabi .
4.Nabi ﷺ melarang kita untuk meniru orang-orang munafik meskipun terkait sifat-sifat penciptaan mereka, padahal hakikat keimanan kedua belah pihak sangat berbeda. Seorang Muslim tidak layak memiliki kemiripan dengan orang musyrik dan munafik. Oleh karena itu maka Nabi g memerintahkan kita untuk menyelisihi orang-orang musyrik dan melarang kita menyerupai mereka.
5.Dusta merupakan sifat yang sangat tercela dimiliki oleh manusia. Nabi ﷺ mengabarkan bahwa dusta merupakan sifat orang-orang munafik, dan seorang Mukmin harus menjauhkan dirinya dari menyerupai mereka.
6.Banyak orang kafir yang lari dari kebohongan, mereka melihatnya merupakan akhlak yang buruk. Abu Sufyan ingin berdusta dalam pembicaraannya dengan Heraklius terkait Nabi g, namun dia enggan melakukannya, padahal ketika itu dia masih kafir. Maka seorang Muslim lebih berhak untuk menjauhi dan lari dari dusta tersebut.
7.Nabi ﷺ memerintahkan untuk menepati janji, meskipun terhadap orang-orang musyrik di saat memerangi mereka. Suatu saat, Huzaifah bin Al-Yaman dan ayahnya menemui Nabi ﷺ ketika perang Badar, keduanya menyampaikan bahwa orang-orang musyrik menangkap mereka berdua dan berkata, “Apakah kalian berdua hendak bergabung dengan Muhammad dan berperang bersamanya?" Lalu keduanya menjawab, "Tidak, kami hanya ingin pergi menuju Madinah." Mereka pun mengambil janji serta membuat sebuah perjanjian bahwa keduanya hanya ingin pergi ke Madinah dan tidak ikut berperang bersama Nabi ﷺ. Lalu Nabi ﷺ bersabda kepada mereka berdua, ‘Pergilah kalian berdua, kita tepati janji kita dengan mereka, dan kita memohon kepada Allah untuk mengalahkan mereka.’”
8.Orang yang berkhiatan akan sangat dipermalukan pada hari Kiamat.
“Setiap orang yang berkhianat akan memiliki bendera yang ditancapkan berdasarkan tindakan khiatannya tersebut kelak pada hari kiamat.”[10]
Seorang pengkhianat, sekalipun ia cakap dan rapi dalam mengelola urusannya, yang tidak tercium keburukannya oleh siapa pun, lantas ke manakah ia akan pergi pada hari kiamat?!
9.Seorang penyair menuturkan,
Tinggalkanlah perangai buruk kaum yang tidak berakhlak
Berperilakulah sebagaimana orang-orang mulia dan beradab
Jika dirimu diseru atau diperintah untuk melanggar janji
Kaburlah darinya bersama jiwamu sejauh mungkin
10.Penyair lain menuturkan,
Kejujuran biasa dilakukan orang terhormat yang sukses
Sedangkan, dusta biasa dilakukan oleh orang rendahan yang gagal
Tinggalkan seorang pendusta, jangan kau jadikan kawan
Sungguh pendusta, seburuk-buruk orang yang dijadikan kawan
Referensi
- Syarñ Ÿañiñ Muslim karya An-Nawawí (2/47)
- HR. Al-Bukhari (33) dan Muslim (59), dari Abu Hurairah h
- Al- Ádáb An-Nabawí karya Muhammad Abdul Aziz Al-Khaulí (hal. 18)
- HR. Abu Daud (3534)
- HR. Al-Bukhari (6094) dan Muslim (2607), dari Ibnu Mas’ud h.
- HR. Al-Bukhari (6096) dari Samurah bin Jundab h.
- HR. Al-Bukhari (2680) dan Muslim (1713) dari Ummu Salamah i
- . HR. Abu Daud (3534).
- HR. Muslim (1787)
- HR. Al-Bukhari (3188) dan Muslim (1735).