37 - Pengharaman Sihir dan Klaim Ilmu Gaib Hadis

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه، عَنْ النَّبِيِّ ﷺ قَالَ: «مَنْ أَتَى كَاهِنًا، أَوْ عَرَّافًا، فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ، فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ ﷺ» 


Dari Abu Hurairah h, dari Nabi g, beliau bersabda,

“Siapa yang mendatangi dukun atau peramal lalu membenarkan apa yang dia katakan, maka ia telah kufur terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad .”

Nabi memperingatkan umatnya agar tidak mengikuti para dukun, pendusta, dan yang lainnya, yang mengklaim bahwa mereka mengetahui perkara gaib. Beliau memberitahukan bahwa barang siapa yang mendatangi seorang dukun yang memiliki hubungan dengan setan agar mereka mencuri berita dan memberitahukan kepada para dukun terkait berita-berita masa depan dan yang tidak diketahui oleh seorang pun manusia; atau yang mendatangi peramal yang menggunakan media sulap dan memperhatikan rasi bintang; dan ahli nujum untuk mengetahui perkara gaib dan yang lainnya, dan membenarkan kebohongan yang mereka ada-adakan dan mereka klaim, maka ia telah kufur kepada Allah Ta’ala dan Nabi-Nya.

Sisi kekafirannya, karena perbuatan tersebut mengandung pendustaan terhadap

firman-Nya Ta’ala,

“Katakanlah (Muhammad), ‘Tidak ada sesuatu pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang gaib, kecuali Allah.’” .

(QS. An-Naml: 65)

Tetapi jika seseorang membenarkan mereka dengan persangkaan bahwa hal itu termasuk perkara yang mungkin diketahui oleh manusia dan ia tidak tahu bahwa sebenarnya hal itu hanya Allah yang mengetahuinya, maka kita boleh menghakiminya dengan vonis kafir.

Allah Ta’ala menjadikan hal tersebut sebagai cobaan dan fitnah untuk membedakan orang mukmin dari yang kafir; hal itu karena terkadang apa yang dinyatakan oleh dukun atau peramal benar, lantas orang yang bodoh mengira bahwa klaimnya mengetahui hal gaib benar adanya, padahal tidak demikian. Ada sejumlah orang yang bertanya kepada Rasulullah mengenai para dukun, lalu beliau bersabda kepada mereka, “Mereka tidak mengetahui apa-apa.” Mereka berkata, “Wahai Rasulullah, mereka terkadang menyampaikan sesuatu kenyataan!” Lantas Rasulullah g bersabda, “Kalimat tersebut dari jin, didengarkan secara sembunyi-sembunyi oleh jin, lalu dibisikkan ke telinga mitranya (dukun), layaknya suara ayam betina, lalu mencampuradukkan dengan lebih dari seratus kedustaan.”[1]

Dahulu bangsa jin naik ke atas langit, saling memanjat satu sama lain, sampai yang paling atas di antara mereka mencuri berita, lalu berita itu disampaikan ke bawahnya dan seterusnya sampai ke telinga dukun, lalu ia menambahinya. Tatkala Islam datang dan Al-Qur`an turun, langit dijaga dari setan-setan, mereka dilempar dengan meteor, tersisa dari perbuatan mencuri pendengaran setan yang berada paling atas, lalu ia lemparkan ke setan paling bawah sebelum terkena oleh meteor,

hal ini sebagaimana yang diisyaratkan di dalam firman-Nya,

“Sesungguhnya Kami telah menghias langit dunia (yang terdekat), dengan hiasan bintang-bintang. Dan (Kami) telah menjaganya dari setiap setan yang durhaka mereka. (Setan-setan itu) tidak dapat mendengar (pembicaraan) para malaikat, dan mereka dilempari dari segala penjuru untuk mengusir mereka, dan mereka akan mendapat azab yang kekal kecuali (setan) yang mencuri (pembicaraan); maka ia dikejar oleh bintang yang menyala.”

(QS. Aÿ-Ÿáffát: 6-10).[2]

Jika seseorang mendatangi dukun untuk mencari solusi atau yang semisal, kemudian ia tidak membenarkan apa yang dikatakannya, maka amalnya selama empat puluh malam sia-sia. Nabi bersabda, “Barang siapa yang mendatangi peramal, lalu ia bertanya kepadanya tentang sesuatu, maka shalatnya tidak diterima selama empat puluh malam.”[3]

Orang-orang zaman dahulu pergi mendatangi dukun dan tukang ramal. Adapun sekarang, seiring dengan kemajuan teknologi dan media sosial modern, maka dukunlah yang datang ke rumahmu melalui telepon, bentuknya situs yang bisa engkau kunjungi, berita yang bisa dibaca-baca, zodiak yang disertai keterangan nasibnya, dan bentuk-bentuk perdukunan dan pendustaan yang sangat banyak. Hati-hati jangan sampai engkau mendatanginya dengan cara apa pun.

Implementasi

  1. Orang yang mendatangi peramal dan dukun dihukum dengan kekafiran karena hatinya sudah tidak terisi lagi dengan keyakinan terhadap Allah dan ketundukan kepada-Nya. Isinya sudah diisi dengan pembenaran terhadap makhluk yang tidak sanggup melakukan apapun. Seorang Muslim harus menggantungkan hatinya kepada Allah Ta'ala, jangan sampai hatinya bergantung pada berita-berita para dukun yang akan mencelakakannya.
  2. Di antara bentuk perdukunan dan peramalan, seorang laki-laki yang mendatangi orang lain yang mengaku perukiah, lalu perukiah tersebut meminta sesuatu kepadanya, entah itu pakaian atau bertanya namanya dan nama ibunya, lantas ia menulis simbol-simbol atau membuat azimat dan yang semisal. Mereka ini termasuk kategori dukun dan para pendusta, maka harus waspada terhadap mereka.
  3. Manusia terbagi menjadi dua: para pengikut dukun dan para pengikut utusan Allah. Tidak bisa seorang hamba menjadi pengikut dukun sekaligus pengikut para rasul. Dia akan semakin jauh dari Rasulullah sesuai dengan kadar kedekatannya dengan dukun. Di sisi lain, ia mendustakan rasul sesuai dengan kadar ia membenarkan dukun.[4]
  4. Pokok akidah yaitu engkau hanya menyandarkan diri kepada Allah Ta’ala semata dan menyerahkan semua urusan kepada-Nya. Jangan sampai engkau menggantungkan hati kepada selain Allah. Jangan sampai engkau berharap kepada siapa pun untuk mendapat manfaat atau mencegah marabahaya kecuali kepada Allah Ta’ala.
  5. Jangan sampai engkau mendatangi dukun, ahli nujum, dan peramal, serta membenarkan mereka! Karena hal tersebut merupakan kerugian dalam agama dan keluar dari agama Islam. Kita memohon perlindungan kepada Allah dari hal tersebut.
  6. Hadis ini merupakan dalil bahwa membenarkan dukun hukumnya kafir, dan mendatangi mereka walaupun tidak membenarkannya termasuk dosa besar. Maka seseorang dilarang mendatangi mereka atau mengunjungi situs-situs mereka walau sekadar iseng dan tidak serius.
  7. Ridalah dengan apa yang sudah Allah bagi untukmu, dan ketahuilah bahwa sesuatu yang gaib itu tertutup hakikatnya darimu tidak lain adalah demi kenyamanan hidupmu, maka tidak perlu engkau mencoba menyingkap tabir gaib yang justru akan menambah gelisah dan lelah.

Referensi

  1.   HR. Al-Bukhari (5884)
  2. . Fatñ Al-Bári karya Ibnu Ôajar (10/216)
  3. . HR. Muslim (2230).
  4. Igášah Lahfán min Maÿáyid Asy-Syaiþán karya Ibn Al-Qayyim (1/253).





Proyek Hadis