99 - Celaan Terhadap Sikap Sombong dan Angkuh

عن أبي هريرة قال: قال رسول الله ﷺ: قال اللهُ - عزَّ وجلَّ -: «الكِبْرياءُ رِدائي، والعَظَمةُ إزاري، فمَن نازَعَني واحدًا منهما، قَذَفْتُه في النارِ».


Dari Abu Sa’id dan Abu Hurairah , mereka berdua berkata, Rasulullah ﷺ bersabda

1. “Keagungan adalah sarung-Nya. 

2. Kesombongan adalah pakaian-Nya. 

3. Barang siapa yang melepaskannya dari-Ku, Aku akan mengazabnya.


Melalui hadis ini, Nabi ﷺ memberitahukan beberapa hal yang diwahyukan oleh Allah Ta’ala kepada beliau, bahwa:

1. Keagungan mengandung makna memaksa, mengalahkan, dan memiliki kekuatan, serta keagungan terkait nama dan sifat. Ini tidak layak untuk disandang kecuali bagi Allah Ta’ala, karena sejatinya Dia-lah yang berhak memiliki sifat-sifat tersebut. Keagungan bagi-Nya layaknya sarung. Sarung yang jika pada manusia merupakan kain yang diikat pada bagian tengah badan, yang menutupinya hingga ke bawah. Hakikatnya, keagungan tersebut merupakan tabir dan khusus bagi pemiliknya, serta penutup baginya yang menutupi antara dirinya dan orang lain, maka siapa pun tidak boleh menanggalkannya dari pemiliknya. Keagungan merupakan sifat yang hanya dimiliki oleh Allahتبارك الله , sehingga tidak satu pun makhluk-Nya yang berhak memilikinya hingga ia merasa agung dan mulia di tegah-tengah manusia.
2. Kesombongan menunjukkan ketinggian pemiliknya di atas selainnya. Dia menganggap dirinya lebih mulia dan lebih terhormat daripada mereka. Sifat ini tidak boleh dimiliki kecuali oleh Allah Ta’ala semata, karena Dia-lah yang berhak memiliki sifat-sifat tersebut. Sifat ini ibarat pakaian bagi manusia. Pakaian adalah kain yang dikenakan di atas kedua bahunya yang menutupi tubuhnya bagian atas. Dan hakikatnya, sifat tersebut merupakan tabir dan khusus bagi pemiliknya, serta penutup baginya yang menutupi antara dirinya dan orang lain, maka siapa pun tidak boleh menanggalkannya dari pemiliknya.
Di antara riwayat yang menjelaskan makna hadis ini ialah sebuah riwayat yang populer dari Abu Hurairah, dari Nabi ﷺ,

beliau bersabda

“Allah  berfirman, ‘Kesombongan adalah bajuku-Ku dan keagungan adalah sarung-Ku. Barang siapa yang menanggalkan salah satunya, maka Aku akan melemparkannya ke neraka.’”  [1]


Perbedaan antara kesombongan dan keagungan: pemilik sikap sombong perlu objek perbandingan, sebagaimana yang dijelaskan oleh Nabi ﷺ mengenai sifat sombong, beliau bersabda, “Sombong itu menolak kebenaran dan meremehkan orang lain,”[2]  yakni merendahkan mereka. Sedangkan orang yang merasa agung, ia menganggap bahwa dirinya sempurna, meskipun ia tidak menampakkan kemuliaannya di hadapan orang lain. Merasa diri sebagai sosok yang agung seperti ini biasanya disebut ujub.[3]  Karenanya, tatkala rasa sombong lebih tinggi daripada rasa agung dan terhormat, maka Allah mengumpamakan kesombongan-Nya dengan pakaian, dan mengumpamakan keagungan-Nya dengan sarung, yang pertama pakaian bagian atas, sedangkan yang kedua, pakaian untuk bagian bawah.
3. Barang siapa yang ingin memiliki sifat tersebut, dengan merasa sombong atau paling mulia di antara manusia, niscaya Allah akan melemparkannya ke dalam neraka dan menyiksanya di sana; karena tidak satu pun makhluk yang boleh menyandang sifat itu tersebut. Sebab sifat makhluk adalah tawaduk dan merasa rendah.  [4]
Allah Ta’ala melarang hamba-hamba-Nya agar tidak berlaku sombong di muka bumi ini dan merasa ujub.

Allah  berfirman

“Dan janganlah engkau berjalan di bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya engkau tidak akan dapat menembus bumi dan tidak akan mampu menjulang setinggi gunung.” 

(QS. Al-Isrá`: 37)

Allah juga mengabarkan bahwasanya Dia menjadikan neraka sebagai kesudahan orang-orang yang sombong lagi melampaui batas.

Allah Ta’ala berfirman

”Bukankah Neraka Jahanam itu tempat tinggal bagi orang yang menyombongkan diri?” .

(QS. Az-Zumar: 60)



1. (1) (2) Sampaikanlah kebenaran sejelas dan seindah mungkin. Lihatlah hadis qudsi tersebut, betapa indahnya penggunaan kiasan dan ilustrasi yang gamblang, yang menjelaskan dan menjadikan maknanya mudah dipahami. Seyogianya para dai, pemberi nasihat, dan ulama hendaknya menggunakan metode-metode semacam ini.
2. (1) Apakah kita sudah mawas diri untuk mengecek, apakah kita pernah merasa lebih agung daripada orang lain? Bisa jadi ketika seseorang mengoreksi dirinya, maka ia mendapati dirinya pernah merasa bangga dengan dirinya sendiri dan bersikap sombong atas orang lain, entah itu lantaran harta, jabatan, ilmu, kekuatan, status sosial di masyarakat, atau hal lainnya, sehingga ia akan meremehkan orang yang belum ia kenal, orang fakir, bangsa lain, dan sebagainya.
3. (2) Seseorang yang menjaga penampilannya agar tetap indah dan bagus tidak termasuk sikap sombong dan merasa terhormat.

Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud , dari Nabi ﷺ, beliau bersabda

“Tidak akan masuk ke dalam surga orang yang di dalam hatinya ada sifat sombong.” Salah seorang sahabat bertanya, “Bagaimana jika ada orang yang senang dengan pakaian dan sandalnya yang bagus?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya Allah itu Mahaindah, dan menyukai keindahan. Sombong ialah menolak kebenaran dan meremehkan manusia.”[5]

  Sifat sombong yang terlarang adalah menolak kebenaran karena ingkar dan angkuh, serta meremehkan manusia.
4. (2) Hendaklah kita mengagungkan Allah, meresapi maknanya di dalam hati, lisan, dan majelis kita. Kita hapus rasa sombong dalam diri ini, karenanya Allah Ta’ala menjadikan lafaz takbir yaitu "Allahu Akbar" sebagai syiar pada rangkaian shalat, azan, dan doa. Disunnahkan diucapkan saat melewati tempat yang tinggi, seperti di bukit Ÿafa dan Marwa, saat seseorang menyusuri tanjakan, atau naik kendaraan, dan semisalnya. Ada juga riwayat yang mengatakan lafaz tersebut diucapkan saat memadamkan kebakaran, sekalipun apinya besar. Saat azan dikumandangkan, setan juga lari terbirit-birit karenanya. [6]
5. (3) Renungkanlah dirimu yang sejatinya tidak mampu mewujudkan berbagai maslahat pribadi, tidak mampu menggapainya sendiri, dan banyak perkara yang berada di luar kemampuanmu. Hari ini engkau sepakat dengan suatu pendapat, namun esok hari engkau menilai pendapat tersebut salah. Engkau melihat dirimu mampu melakukan sesuatu lalu engkau mengalami kendala karena sebab yang sepela. Dengan demikian engkau tahu bahwa Allah mengharamkan kesombongan karena sombong merupakan sifat milik Allah Ta’ala; bukan untuk makhluk yang sifatnya serba kurang dan rendah. Oleh karena itu, syariat Islam mengharamkan seseorang berhias dengan dua sifat tersebut dan menjadikan keduanya termasuk dosa besar. Orang yang menyangka bahwa dirinya sempurna dan lupa akan karunia Allah Ta’ala terhadap dirinya, maka ia termasuk orang yang tidak mengenali hakikat dirinya sendiri dan Rabbnya. Sifat ini merupakan sifat iblis yang mendorongnya untuk mengatakan

“Aku lebih baik daripada dia.” 

(QS. Al-A’ráf: 12)

Dan termasuk sifat Firaun yang mendorongnya untuk mengatakan

“Akulah tuhanmu yang paling tinggi.”

(QS. An-Nazi’át: 24)

Akibatnya, balasan mereka berdua adalah siksaan yang terberat bagi penghuni neraka.[7]
6. (3) Ada beberapa sifat Allah Ta’ala disukai-Nya apabila hamba-hamba-Nya memilikinya dan berhias dengan sifat tersebut, seperti kasih sayang, ampunan, kemurahan hati, dan yang semisal. Sebab, sifat tersebut pada dasarnya adalah sifat kesempurnaan, jika seseorang mengharapkannya, berarti ia mengharapkan kesempurnaan. Sebagian sifat, Allah khususkan bagi diri-Nya sendiri dan Dia melarang hamba-hamba-Nya untuk berhias dengan sifat tersebut, seperti sifat sombong dan merasa agung, sebab sifat tersebut hanya layak disandang oleh pemiliknya yang sempurna. Apabila orang yang tidak layak menyandang sifat tersebut mengklaim dirinya memilikinya (bersifat dengan sifat tersebut), maka ini batil. 
7. (3) Seorang manusia harus semangat untuk menjauhi sifat sombong dan merasa agung, serta menepis sifat tersebut dari jiwanya setiap kali mendapat kelebihan duniawi; karena kedua sifat tersebut akan menyeret seorang hamba masuk neraka. Sufyan bin Uyainah  menuturkan, “Barang siapa yang maksiatnya terkait nafsu syahwatnya, maka solusinya adalah tobat, karena Adam عليه السلام melakukan maksiat karena hawa nafsu, lalu ia dimaafkan, namun bila maksiatnya terkait sifat kesombongan, maka ditakutkan pelakunya mendapat laknat; karena maksiat iblis berupa sifat sombong, karena itu ia dilaknat.” [8]
8. (3) Obatilah kesombonganmu dengan memperingatkannya dari lawannya. Tatkala orang yang sombong menganggap dirinya besar, maka Allah akan menghukumnya dengan lawan dari kondisi tersebut, berupa kehinaan, kerendahan, dan kenistaan.

Nabi ﷺ bersabda

“Orang-orang yang sombong akan dikumpulkan pada hari kiamat seukuran biji bayam berwujud manusia, ia diliputi kehinaan dari segala sisi.” [9]

Terkadang Allah Ta’ala menyegerakan hukumannya di dunia sebelum di akhirat, sebagaimana yang dialami oleh Qarun tatkala Allah membenamkannya ke dalam bumi, dan juga Firaun ketika Allah  menenggelamkannya.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah, dari Nabi ﷺ, beliau bersabda,

“Tatkala ada seorang laki-laki bersikap sombong, berjalan dengan baju burdahnya seraya merasa takjub dengan dirinya, lantas Allah membenamkannya ke dalam bumi, ia terus bergerak-gerak sampai hari kiamat.” [10]


9. Kembali introspeksi dirimu, dalam diskusi ilmiah atau sosial, maka kesombongan termasuk faktor utama dalam menolak kebenaran. Sifat tersebut merupakan penyebab kebinasaan banyak umat terdahulu. Dengan sikap angkuh, mereka enggan mengikuti nabi yang telah diutus oleh Allah kepada mereka.

Allah Ta’ala berfirman mengenai kaum Nuh

“Dan mereka tetap (mengingkari) dan sangat menyombongkan diri.”

(QS. Núh: 7)

Allah Ta’ala juga berfirman,

“Dan (juga) Qarun, Firaun, dan Haman. Sungguh, telah datang kepada mereka Musa dengan (membawa) keterangan-keterangan yang nyata. Tetapi mereka berlaku sombong di bumi, dan mereka orang-orang yang tidak luput (dari azab Allah).” .

(QS. Al-Ankabút: 39)

Dia ﷺ juga berfirman,

“Maka adapun kaum 'Ad, mereka menyombongkan diri di bumi tanpa (mengindahkan) kebenaran dan mereka berkata, ‘Siapakah yang lebih hebat kekuatannya dari kami?’” .

(QS. Fuÿÿilat: 15)

Karena itu, Allah Ta’ala menyandingkan kisah tentang kesombongan mereka dengan penjelasan kehancuran mereka; maka seorang muslim harus bersungguh-sungguh untuk menepis sifat sombong dan ujub dari dirinya.
10. (3) Muþarrif bin Abdullah bin Asy-Syikhkhir pernah melihat Yazid bin Al-Muhallab bin Abu Ÿafrah bersikap sombong dalam gaya jalannya sambil mengenakan pakaian yang menjulur ke bawah, lalu Muþarrif mengatakan, “Wahai hamba Allah, gaya jalan semacam ini dibenci oleh Allah dan Rasul-Nya.” Lalu Yazid menimpali, “Tidakkah engkau mengenal aku?” Muþarrif menjawab, “Aku mengenalmu. Bentuk awalmu mani yang kotor dan kesudahanmu mayat yang busuk, dan saat masih hidup membawa kotoran kemana-mana.” Ia pun mengubah gaya jalannya menjadi seperti biasa. [11]
11. Seorang penyair menuturkan,
Betapa banyak orang bodoh yang tawaduk
Sikap tawaduknya menutup kebodohannya
Betapa banyak orang yang berilmu
Sombong menghancurkan kehormatannya 
Tinggalkan sifat sombong selama hidup
Jangan kau bergaul dengan para pelakunya
Kesombongan adalah aib bagi pemuda
Yang merusak perbuatannya
12. Penyair lain menuturkan,
Wahai kawan, kesombongan adalah perangai yang buruk
Tidak mungkin ada kecuali pada diri orang-orang bodoh
Ujub adalah penyakit yang tidak ada obatnya
Sampai merasakan abadi dalam kehinaan
Tawaduklah terhadap manusia, engkau beruntung bersama mereka
Karena tawaduk, ciri khas para orang-orang bijak
Sekiranya bulan bangga dengan cahayanya sendiri
Niscaya kan kau lihat ia akan jatuh ke tanah

Referensi

  1. HR. Abu Daud (4090) dan Ibnu Majah (4174).
  2. HR. Muslim (91).
  3. Lihat: Al-Mufhim Limá Asykala min Talkhíÿ Kitáb Muslim karya Al-Qurþubí (1/286).
  4. Lihat: Ma’álim As-Sunan karya Al-Khaþþábí (4/196).
  5. HR. Muslim (91).
  6. Majmú’ Fatáwá karya Ibnu Taimiyah (10/196).
  7. Lihat: Al-Mufhim Limá Asykala min Talkhíÿ Kitáb Muslim karya Al-Qurþubí (1/287).
  8. Tahæíb Al-Kamál fi Asmá` Ar-Rijál karya Al-Mizzí (11/191).
  9. HR. At-Tirmiæí (2492).
  10. HR. Al-Bukhari (5789) dan Muslim (2088), ini lafaz riwayatnya.
  11. Wafayát Al-A’yán karya Ibnu Khallikán (6/284) dan Siyar A’lám An-Nubalá` karya Aæ-†ahabi (4/505).


Proyek Hadis