عَنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: «يَا أَبَا الْمُنْذِرِ، أَتَدْرِي أَيُّ آيَةٍ مِنْ كِتَابِ اللهِ مَعَكَ أَعْظَمُ؟» قُلْتُ: اللهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. قَالَ: «يَا أَبَا الْمُنْذِرِ، أَتَدْرِي أَيُّ آيَةٍ مِنْ كِتَابِ اللهِ مَعَكَ أَعْظَمُ؟» قُلْتُ: اللهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ ﱠ. فَضَرَبَ فِي صَدْرِي، وَقَالَ: «وَاللهِ لِيَهْنِكَ الْعِلْمُ أَبَا الْمُنْذِرِ».

Dari Ubay bin Ka'ab  beliau berkata,

1. “Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Wahai Abu Al-Munæir! Tahukah engkau, di antara ayat-ayat Al-Qur`an yang engkau hafal, ayat manakah yang paling utama?’ 

2. Aku menjawab, ‘Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.’ 

3. Beliau bertanya lagi, ‘Wahai Abu Al-Munæir, tahukah engkau, di antara ayat-ayat Al-Qur`an yang engkau hafal, ayat manakah yang paling utama?’ 

4. Aku menjawab, ‘Alláhu Lá Iláha Illá Huwal Hayyul Qayyúm.’ 

5. Lalu beliau menepuk dadaku seraya bersabda, ‘Demi Allah, semoga engkau berbahagia dengan ilmu, wahai Abu Al-Munæir.’” 


1. Ubay bin Ka’ab  memberitahukan bahwa suatu ketika Nabi ﷺ bertanya kepadanya, “Apakah engkau tahu ayat dalam kitab Allah Ta’ala yang paling agung, dan paling tinggi pahala, keutamaan, dan kedudukannya?

2. Ubay  menjawab dengan menyandarkan pengetahuan tentang hal itu kepada Allah  dan Rasul-Nya , walaupun sebenarnya beliau mengetahui jawabannya. Hal ini beliau lakukan dalam rangka mengagungkan pembicaraan dalam masalah agama. Juga untuk menjaga adab berbicara dengan Rasulullah dan bersikap tawaduk.
Beliau hanya menisbatkan pengetahuan tentang hal itu kepada Nabi ﷺ setelah Allah Ta’ala. Karena masalah yang ditanyakan termasuk urusan syariat yang dijelaskan oleh Allah  kepada Nabi-Nya ﷺ . Sedangkan jika berhubungan dengan urusan gaib, maka tidak boleh menyandarkannya kecuali kepada Allah .

Allah  berfirman,

“Dan kunci-kunci semua yang gaib ada pada-Nya; tidak ada yang mengetahui selain Dia. Dia mengetahui apa yang ada di darat dan di laut. Tidak ada sehelai daun pun yang gugur yang tidak diketahui-Nya, tidak ada sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak pula sesuatu yang basah atau yang kering, yang tidak tertulis dalam kitab yang nyata (Al-Lauñ Al-MahfūÈ).”

(QS. Al-An’ám: 59)


3. Kemudian Nabi ﷺ mengulang pertanyaan tersebut kepada Ubay bin Ka’ab guna memotivasinya untuk menjawab dan tidak cukup dengan menyandarkan kepada Allah dan Rasul-Nya.

4. Ketika Ubay melihat hal itu, beliau menjawab bahwa ayat tersebut adalah Ayat Kursi.
Pada kesempatan pertama, beliau tidak menjawab pertanyaan karena Nabi ﷺ biasa bertanya dengan tujuan merangsang pemahaman dan menarik perhatian para sahabat. Dan karena beliau menyangka Nabi ﷺ akan menjawab dengan jawaban yang tidak biasa. Misalnya karena ada wahyu yang turun dan memberitahukan kepada beliau bahwa ada ayat lain yang lebih utama. Atau beliau akan memberikan penjelasan tambahan dll. Akan tetapi ketika Nabi ﷺ mengulang pertanyaan yang sama, Ubay mengetahui bahwa Nabi ﷺ ingin beliau menyebutkan ilmu dan pemahaman yang dimilikinya. Oleh karena itu, beliau menjawab bahwa ayat tersebut adalah Ayat Kursi. [1]
Ayat Kursi menjadi ayat yang paling agung dalam Al-Qur`an karena menjelaskan mengenai Tauhidullah (menauhidkan Allah) , menetapkan sifat-sifat-Nya yang sempurna, menyebutkan nama-nama Allah yang mulia serta menafikan segala sesuatu yang menunjukkan kekurangan bagi Allah, seperti tidur dan mengantuk.

5. Lalu Nabi ﷺ menepuk dada Ubay  sebagai isyarat bahwa beliau mempunyai ilmu dan hikmah. Ini adalah bentuk kelembutan Rasulullah ﷺ kepada para sahabat, supaya ilmu di dalam dadanya kokoh, lebih giat mengamalkannya. Hal itu dilakukan sebagai motivasi untuk menambah ilmu dan basirah dan menjadikannya bahagia dengan pengaruh berupa keberkahan yang timbul . [2]

6. Kemudian Nabi ﷺ mendoakannya, “Semoga engkau mendapatkan kebahagiaan dan kegembiraan dengan ilmu yang kau miliki. Semoga engkau memiliki ilmu yang mendalam dan kokoh.” Doa ini memberitahukan dan memberitakan keilmuan Ubay .  [3]
Ayat Kursi mempunyai banyak keutamaan. Disebutkan bahwa Ayat Kursi adalah ayat yang paling agung, menjaga dari setan, disunahkan untuk dibaca setelah shalat fardu dan sebelum tidur dll. [4]


1. Panggillah orang lain dengan gelar yang disukainya selama tidak dilarang oleh syariat. Dahulu, Nabi ﷺ memanggil para sahabatnya dengan kun-yah (nama panggilan) yang mereka sukai, walaupun kedudukan beliau yang tinggi dan umur mereka yang masih muda, kedudukan mereka sebagai murid beliau. Sudah sepantasnya bagi setiap Muslim meneladani Nabi  dalam masalah ini, terutama para ulama, dai dan para pendidik. Hendaklah mereka berlemah lembut kepada murid-murid mereka dengan berbicara dengan kata-kata yang baik dan penuh tata krama. Juga memanggil dengan nama yang mereka sukai. Hal ini akan memberikan dampak yang luar biasa terhadap jiwa mereka. 


2. Biasakan lidahmu untuk mengatakan, “Allahu A’lam (Allah lebih tahu).”  Karena ini lebih selamat, lebih mulia, dan merupakan akhlak para ulama. Ubay bin Ka’ab yang merupakan seorang ulama dalam bidang Al-Qur`an hingga Nabi ﷺ bersabda, “Ambillah Al-Qur`an dari empat orang: Ibnu Mas’ud, Ubay bin Ka’ab, Muaæ bin Jabal, dan Salim bekas budak Abu Huæaifah,”[5]  dan beliau merasa mempunyai pengetahuan untuk menjawab pertanyaan Nabi ﷺ mengenai ayat yang paling agung, -walaupun demikian- beliau memilih untuk mengatakan, “Allahu A’lam” untuk menyandarkan ilmu kepada Allah Ta’ala.

3. Di antara metode pengajaran efektif yang besar pengaruhnya bagi murid dan guru adalah tanya jawab. Karena orang yang ditanya dengan tiba-tiba -yang ia tidak tahu jawabannya- maka ia akan antusias untuk mengetahui jawabannya. Selain itu, metode tersebut akan membuat pengetahuan itu lebih lengket dalam ingatannya dan tidak mudah lupa. Berbeda dengan metode dikte atau ceramah yang lebih mudah dilupakan.

4. Di antara adab yang bagus adalah adab ketika pertanyaan dilontarkan. Ada beberapa keadaan, bisa jadi seseorang mengetahui jawabannya namun diam untuk menghormati orang yang bertanya. Di sisi lain, agar orang yang bertanya menjelaskan jawaban lebih daripada yang diketahuinya. Keadaan lain, bisa jadi seseorang berusaha menjawab dengan keberadaan gurunya yang akan mengoreksinya jika salah.

5. Perhatikanlah Ayat Kursi, yang merupakan ayat yang paling agung. Maka menghafalnya, mempelajarinya, menadaburi maknanya dan mengajarkannya merupakan hal yang agung. Baik di rumah, di sekolah maupun dalam penelitian para ulama. 

6. Tepukan Nabi  di dada Ubay setelah beliau menjawabnya merupakan bentuk keakraban secara fisik dan untuk meneguhkan ilmunya. Oleh karena itu, hal ini tetap diingatnya dan diingat oleh para perawi sesudahnya.

7. Jika engkau melihat muridmu, anakmu atau teman-temanmu menjawab benar maka doakanlah mereka. Pujilah mereka dan berikan pengakuan, jangan mengingkarinya. Berikanlah hak kepada setiap orang yang berhak, sebagaimana dilakukan oleh Nabi ﷺ kepada Ubay bin Ka’ab . 

8. Hadis ini menunjukkan bahwa seseorang boleh memuji orang lain di depannya jika ada kemaslahatan. Misalnya untuk motivasi agar lebih konsisten dan bersungguh-sungguh dalam belajar dan mencapai kebaikan.

Referensi

  1. Al-Bañr Al-Muñíþ Aš-Šajjáj karya Al-Ityubí (15/395).
  2. Al-Mufhim karya Abu Al-Abbas Al-Qurtubí (2/436).
  3. Al-Kásyif ‘An Haqáiq As-Sunan karya At-Tibí (5/1644).
  4. Lihat: Tafsír Ibnu Kašír ayat (255).
  5. HR. Al-Bukhari (4999) dan Muslim (2464).


Proyek Hadis