121 - Keutamana Dua Surah ‘Al-Mu’awwiæatain’

عَنْ عُقبةَ بنِ عَامرٍ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ : «أَلَمْ تَرَ آيَاتٍ أُنْزِلَتِ اللَّيْلَةَ لَمْ يُرَ مِثْلُهُنَّ قَطُّ: ﴿قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ﴾ [الفلق: 1]، و ﴿قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ﴾ [الناس: 1]»


Dari Uqbah bin Ámir  رضي الله عنه, beliau berkata, Rasulullah ﷺ bersabda, 1. “Tahukah engkau ayat-ayat yang diturunkan kepadaku malam ini, yang tidak ada semisal dengannya sedikit pun? 2. Qul A’úæu Birabbil Falaq (QS. Al-Falaq: 1) dan Qul A’úæu Birabbin Nás (QS. An-Nás: 1)”


1. Nabiﷺ menjelaskan kepada Uqbah bin Amir رضي الله عنه bahwa di antara wahyu yang diturunkan kepada beliau, terdapat dua surah yang tidak ada bandingannya, terutama dalam meminta perlindungan. Semua ayat dalam dua surah tersebut mengandung permintaan perlindungan bagi pembacanya. Pada dua surah tersebut juga dapat menolak kedengkian dan menjaga keburukan para pendengki yang tidak ada pada surah-surah lain. [1][1]

2. Dua surah ini adalah Surah Al-Falaq dan An-Nas. Nabi رضي الله عنه menyebut dua surah ini dengan menyebut salah satunya karena masyhur dengannya. Keduanya juga masyhur dengan sebutan ‘Al-Mu’awwiæatain’ (dua surah yang mengandung doa perlindungan) karena keduanya diawali dengan kata, “Qul A’úæu (katakanlah, aku memohon perlindungan). Makna Al-Falaq adalah segala sesuatu yang keluar dari sesuatu yang terbelah. Misalnya seperti fajar dan biji.

Sedangkan istiazah sendiri bermakna berlindung kepada Allah Ta’ala dan berpegang erat kepada-Nya agar mendapatkan penjagaan dari keburukan, tipu daya, dan bisikan setan. Juga agar dijaga dari segala sesuatu yang mempunyai keburukan. [2]

Ada beberapa hadis yang menjelaskan mengenai istiazah dan rukiah dengan Al-Mu’awwiæatain. Di antaranya adalah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Sa’id Al-Khudrí رضي الله عنه, beliau berkata, “Dahulu Rasulullah berlindung dari jin dan penyakit ‘ain hingga turunlah dua surah Al-Mu’awwiæatain. Setelah turun, Rasulullah selalu membacanya dan meninggalkan doa yang lain.” [3]

Nabi  membaca kedua surah tersebut dan meninggalkan doa dan ruqyah yang lain karena keduanya sudah mencukupi. [4]

 


1. Nabi menggunakan gaya bahasa dalam Bahasa Arab yang disebut dengan Uslub Ta’ajjub [5] , yaitu sabda beliau, “Tahukah engkau?”  Gaya bahasa ini sering digunakan dalam Al-Qur`an. Gaya bahasa yang menarik perhatian orang lain, sehingga ilmu yang akan disampaikan lebih mudah dipahami. Oleh karenanya, sudah selayaknya para ulama, dai, dan pendidik untuk sering menggunakan berbagai gaya bahasa ketika menyampaikan pembicaraan agar orang yang mendengarkan lebih fokus dan lebih mudah memahami yang disampaikan.

2. Hadis ini menunjukkan bahwa Al-Mu’awwiæatain merupakan doa yang paling utama dalam rukiah dan memohon perlindungan. Namun demikian, hal ini tidak menghalangi seseorang untuk memohon perlindungan dengan doa dan zikir lain yang disyariatkan. Demikian juga tidak menghalanginya untuk melakukan ikhtiar dengan usaha yang mungkin dilakukan untuk menghindari keburukan. Akan tetapi dua surah ini yang paling utama dan paling diharapkan dalam mencapai tujuan.

3. Dalam Surah An-Nas terdapat penjelasan mengenai sifat setan yaitu khannás yang berarti kabur dan bersembunyi ketika seorang hamba berzikir kepada Allah. Semakin sering seorang hamba berzikir dan berdoa kepada Allah, maka setan akan semakin jauh. Sudah seyogianya kita antusias berzikir kepada Allah Ta'ala setiap saat. Dan ketika ada bisikan untuk melakukan dosa, hendaknya kita segera berlindung kepada Allah جَلَّ جَلالُه.

4. Perhatikanlah surah-surah yang diagungkan oleh Allah جَلَّ جَلالُه dengan menghafal, mempelajari, menadaburi ayat-ayatnya, baik di rumah-rumah, sekolah-sekolah dan kajian para ulama. Surah-surah tersebut seharusnya didahulukan daripada yang lain.

5. Hadis dan ayat-ayat di atas menunjukkan bahwa menghindari gangguan orang yang dengki dan serangan tukang sihir tidak dapat dilakukan kecuali dengan meminta pertolongan kepada Allah جَلَّ جَلالُه. Dialah satu-satunya Tuhan manusia dan pencipta mereka. Dia mengusai seluruh urusan mereka. Maka tidak ada sesuatu pun yang terjadi di dalam kerajaan-Nya kecuali dengan izin-Nya.

Referensi

1. Lihat: At-Tanwír Syarñ Al-Jámi’ Aÿ-Ÿagír karya Aÿ-Ÿan’ani (4/280) dan Al-Bañr Al-Muñíþ Aš-Šajjáj karya Al-Ityubí (16/426).

2. Lihat: Tafsír Ibnu Kašír (1/114).

3. HR. An-Nasa`í (7804) dan At-Tirmizi (2058).

4. Al-Kásyif ‘an Ôaqá`iq As-Sunan karya At-Tibi (5/1650).

5. Yaitu gaya bahasa untuk menunjukkan rasa takjub, kagum dan sejenisnya (penerjemah).

Proyek Hadis