عن أبي سعيدٍ الخُدريِّ رضي الله عنه، أن النبيَّ ﷺ قال:«لتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ مَن قَبْلَكم، شِبرًا بشِبرٍ، وذراعًا بذراعٍ، حتى لو سَلَكوا جُحْرَ ضَبٍّ لَسَلكْتموه»، قلنا: يا رسول الله، اليهود والنصارى؟ قال: «فمَن؟!»
عن أبي سعيدٍ الخُدريِّ رضي الله عنه، أن النبيَّ ﷺ قال:«لتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ مَن قَبْلَكم، شِبرًا بشِبرٍ، وذراعًا بذراعٍ، حتى لو سَلَكوا جُحْرَ ضَبٍّ لَسَلكْتموه»، قلنا: يا رسول الله، اليهود والنصارى؟ قال: «فمَن؟!»
Dari Abu Sa’id Al-Khudri h, bahwa Nabi bersabda,
1“Sungguh kalian akan mengikuti jalan hidup umat sebelum kalian. 2.Sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta. 3.Sampai jika mereka masuk ke dalam lubang biawak pun kalian akan ikut masuk ke dalamnya.” 4.Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah mereka kaum Yahudi dan Nasrani?” Beliau menjawab, “Lantas siapa lagi?”
1-Nabi g menyampaikan bahwa umatnya kelak akan mengikuti jalan hidup umat-umat terdahulu dalam melakukan bidah dalam agama dan perbuatan maksiat, sama persis dan taklid buta. Hal itu sudah terjadi setelah beliau wafat. Banyak manusia yang cenderung melakukan manipulasi, memakan riba, menyerupai mereka dalam berpakaian dan simbol, menerapkan hukum hanya pada orang-orang lemah, tidak pada orang-orang kaya, dan lain sebagainya. Sebagian mereka condong melakukan penyembahan terhadap orang-orang saleh dengan menyekutukan Allah Ta’ala.[1]
Pemberitahuan Nabi terhadap hal tersebut bukan berarti persetujuan darinya, tetapi beliau memperingatkan agar tidak mengikuti mereka, dan beliau memerintahkan dalam banyak dalam hadis agar menyelisihi mereka.[2]
Sabda beliau, “Sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta.” Ini perumpamaan yang memperkuat makna, yakni di antara umat beliau ada yang taklid kepada kaum kafir dalam segala hal, dan beliau bersabda, “Sungguh kelak akan menimpa umatku apa yang menimpa Bani Israil, sama persis, sampai-sampai jika di antara mereka ada yang menggauli ibu kandungnya secara terang-terangan, maka di kalangan umatku pun ada yang melakukan hal yang semisal itu.”[3]
Maksudnya, menjelaskan betapa kuatnya mereka dalam mengikuti kemaksiatan dan pelanggaran, bukan dalam hal kesyirikan dan kekufuran kepada Allah.[4]
2. Kemudian Nabi mengumpamakan taklid dan perbuatan mengekor umat-umat terdahulu dengan permisalan sekiranya salah seorang dari mereka masuk ke dalam lubang ðab (biawak gurun) –jenis hewan yang sejenis dengan biawak-[5] niscaya banyak dari kaum Muslimin yang mengikutinya. Permisalan lubang biawak dipilih karena ukurannya sangat sempit dan aromanya yang busuk, maksudnya, sekiranya mereka masuk ke dalam tempat yang sempit, berbahaya, beraroma busuk, niscaya mereka akan mengikutinya. Hal itu terjadi karena mereka mengikuti kemaksiatan, perbuatan buruk dan keji, yang diingkari oleh naluri yang masih sehat.[6]
3. Para sahabat bertanya, “Apakah yang engkau maksud adalah Yahudi dan Nasrani, wahai Rasulullah?” Ini merupakan kalimat pertanyaan yang memberi faedah rasa heran dan ingkar. Para sahabat menganggapnya perkara yang besar, karena sebagian dari umat ini taklid kepada Yahudi dan Nasrani yang diketahui bersama mereka dalam kesesatan, setelah Allah mengaruniai kita hidayah dan tauhid. Maka beliau menjawabnya dengan mengiyakan; karena kalau bukan Yahudi dan Nasrani, lantas siapa lagi selain mereka.
Pemberitahuan beliau bersifat umum yang dikhususkan; karena tidak semua kaum Muslimin mengikuti budaya umat terdahulu. Ada di antara mereka yang masih berpegang teguh dengan agama Islam, ada juga para ulama, orang-orang yang kuat dalam agama dan bertakwa; namun maksudnya, ada di antara kalian yang mengekor umat terdahulu.[3]
10.Seorang penyair menuturkan,
Barang siapa yang menganut agama Islam, maka
Ia meraih kebaikan dunia akhirat yang abadi dan tidak fana
Dan bagi yang berharap dunia sebagai akhir tujuannya
Sungguh, telah rugi tangannya karena tidak adil dalam menimbang
Kami punya kiblat, hidup di naungannya dan berlindung dari
Batasan-batasannya, dan kami selamat dari pukulan dan tikaman