عن معاويةَ، قال: قال رسول الله ﷺ: «مَن يُرِدِ اللهُ به خيرًا يُفَقِّهْهُ في الدِّينِ، وإنَّما أنا قاسمٌ، واللهُ يُعطِي، ولن تزالَ هذه الأُمَّة قائمةً على أمر الله، لا يَضرُّهم مَن خالَفَهم، حتى يأتيَ أمرُ الله».
عن معاويةَ، قال: قال رسول الله ﷺ: «مَن يُرِدِ اللهُ به خيرًا يُفَقِّهْهُ في الدِّينِ، وإنَّما أنا قاسمٌ، واللهُ يُعطِي، ولن تزالَ هذه الأُمَّة قائمةً على أمر الله، لا يَضرُّهم مَن خالَفَهم، حتى يأتيَ أمرُ الله».
Dari Muawiyah h beliau menuturkan, Rasulullah ﷺ bersabda,
1. “Barang siapa yang diinginkan oleh Allah kebaikan, Dia akan menjadikannya paham dalam urusan agama.
2. Sesungguhnya aku hanya menyampaikan, namun Allah-lah yang memberikan pahalanya.
3. Umat ini akan senantiasa menegakkan perintah Allah, dan tidak akan membahayakan mereka orang-orang yang menentang mereka sampai datang hari kiamat.”
1. Barang siapa yang diinginkan oleh Allah Ta’ala kebaikan yang besar di dunia dan akhirat, maka Allah akan memudahkan baginya untuk memahami dengan baik hukum-hukum Islam, perintah-perintah-Nya, larangan-larangan-Nya, dan maksud-maksud-Nya. Hal tersebut akan bertambah seiring dengan pengetahuan berbagai masalah beserta dalil yang ia ketahui, menadaburi ayat, hadis dan asar sahabat, mempelajari ilmu-ilmu pokok yang membantu untuk memahaminya, dan berijtihad untuk mengetahui kebenaran.
Dari hadis di atas dapat dipahami bahwa barang siapa yang tidak mendalami agama, maka ia terhalang dari kebaikan [1]. Nabi ﷺ hanya menyebutkan ilmu agama secara khusus, bukan ilmu-ilmu lainnya karena ilmu agama adalah ilmu yang paling mulia. Ilmu tersebut yang mengantarkan kepada Allah, dengan ilmu agama pula seseorang melakukan ibadah, ketaatan, dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Sehingga dengan hal tersebut seseorang mendapatkan kebaikan dan terhindar dari kebinasaan di dunia dan akhirat. Sementara ilmu-ilmu lain mengikuti dan membantu ilmu-ilmu agama, yang tidak sempurna tanpa tanpa ilmu-ilmu agama. [2]
2. Kemudian beliau menjelaskan bahwa beliau laksana seorang bendahara yang bertugas membagikan apa yang diberikan oleh Allah c kepadanya, baik itu berupa harta, rezeki, atau ilmu.
Artinya, beliau sebagai pembagi ilmu adalah beliau menyampaikan apa yang diperintahkan oleh Allah untuk disampaikan, tanpa bersikap pelit kepada siapa pun. Namun pemahaman dan kefakihan hanyalah pemberian dan karunia dari Allah b atas apa yang Dia kehendaki sesuai dengan hikmah-Nya.
3. Kemudian Nabi ﷺ memberi kabar gembira kepada umatnya bahwa Allah Ta’ala akan menjadikan mereka senantiasa ada di setiap zaman di atas agama ini, menjadi penolong baginya, dan terjaga dari kehancuran di tangan musuh-musuhnya. Derajatnya tidak akan berkurang di sisi Allah, walaupun musuh menentangnya dengan perang pemikiran atau militer.
Hal ini terwujud dengan adanya sekelompok umat berada dalam kondisi seperti yang disebutkan. Sedangkan sebagian umat yang lain, terkadang meninggalkan perintah Allah Ta’ala.
4. Kebangkitan umat ini akan terus berlangsung sampai akhir zaman. Barangkali yang dimaksud adalah apa yang ada dalam hadis Abu Hurairah h dari Rasulullah ﷺ beliau bersabda,
“Sesungguhnya Allah akan mengutus angin dari Yaman yang lebih lembut daripada sutra. Maka, jangan sekali-kali engkau tinggalkan seseorang yang di dalam hatinya ada seberat biji iman.”[3]
Hari kiamat tidak akan terjadi kecuali pada seburuk-buruk manusia.
1. Apabila engkau menginginkan kebaikan, carilah di tempat kebaikan tersebut berada. Yakni pada apa yang ditunjukkan oleh Rasulullah ﷺ. Sebab, Allah-lah yang mengetahui letak kebaikan itu berada dan memudahkannya bagi orang yang menginginkannya, yaitu memahami agama Allah Ta’ala.
2. Hendaklah seseorang senantiasa mencari beragam cara dalam memahami agama. Sebab, orang yang mencari hal tersebut sejatinya orang yang mencari kebaikan di dunia dan akhirat.
3. Carilah pemahaman yang sempurna pada para sahabat Rasulullah ﷺ. Contohnya adalah Ibnu Abbas k. Ia bukanlah khulafaur rasyidin. Namun ia termasuk sahabat yang didoakan oleh Nabi ﷺ ketika ia menyiapkan air untuk wudu Nabi ﷺ, lalu Nabi ﷺ berdoa,
“Allāhumma faqqihhu fiddīn. (Ya Allah, pahamkanlah dia dalam urusan agama.)” [4]
4. Tolok ukur penilaian terhadap orang lain adalah dengan kadar kebaikan yang terlihat pada mereka. Pemahaman agama dan pengaruhnya yang terlihat adalah salah satu patokan terbesar untuk menilai orang lain. Dari Amir bin Waṡilah, bahwa Nafi’ bin Abdul Hariṡ bertemu dengan Umar h di ‘Usfan. Kala itu Umar mempercayakan kepemimpinan di Makkah kepada Nafi’. Umar lalu bertanya, “Siapa yang engkau tunjuk menjadi pemimpin wilayah lembah?” Nafi’ menjawab, “Ibnu Abza.” Umar bertanya lagi, “Siapa Ibnu Abza?” Nafi’ menjawab, “Salah seorang maula (bekas budak) kami yang telah dimerdekakan.” Umar bertanya kembali, “Engkau telah memberikan kepercayaan tersebut kepada seorang maula?” Nafi’ menjawab, “Sesungguhnya ia adalah qari’ kitabullah b (hafal, paham, dan mengamalkannya) serta pakar ilmu faraid.” Lalu Umar mengatakan, “Sungguh Nabi kalian ﷺ pernah bersabda, ‘Sesungguhnya Allah mengangkat derajat sebagian manusia dengan Al-Qur`an dan merendahkan sebagian yang lain karena (sikap yang salah terhadap) Al-Qur`an.’” [5]
5. Pemahaman itu adalah tindakan yang bersifat terus-menerus, dan dalam setiap pemahaman baru ada kebaikan yang berlimpah. Dalam hal ini, Allah tidak memerintahkan Nabi-Nya untuk meminta lebih kecuali dalam hal ilmu.
Allah berfirman
“Dan katakanlah, 'Ya Tuhanku, tambahkanlah ilmu kepadaku.”
(QS. Ṭaha: 114)
Maka, janganlah berhenti dalam menuntut ilmu pada batas tertentu, atau usia tertentu.
6. Nabi ﷺ dahulunya menegakkan kemaslahatan ilmu, harta benda, dan sebagainya untuk banyak orang. Oleh karena itu, setiap orang yang diberi oleh Allah berupa warisan Nabi ﷺ untuk bertanggung jawab terhadap ilmu atau harta benda, maka hendaklah ia menyadari bahwa dirinya hanyalah sekadar membagikan apa yang diberikan oleh Allah kepadanya. Maka, janganlah sekali-kali ia tertipu ataupun lengah. Hendaklah ia membagikan sesuai dengan apa yang diinginkan oleh Allah Ta’ala.
7. Jangan sekali-kali khawatir terhadap agama Allah, dan jangan pula bersedih hati atas berbagai musibah yang menimpa umat ini dalam perkara agama dan dunia, yang sejatinya telah ditakdirkan oleh Allah Ta’ala. Sebab, akan senantiasa ada segolongan dari umat ini yang menegakkan dan menolong agama Allah, yang tidak akan membahayakan mereka orang yang menentang mereka, sedangkan si penentang tersebut menggunakan kekuatan dan pikirannya untuk memerangi mereka. Jadilah bagian dari golongan yang istimewa di sisi Allah tersebut.
8. Seorang penyair menuturkan,
Ilmu mengangkat derajat suatu kaum sampai puncak kemuliaan
dan sang pemilik ilmu pun akan selalu terjaga dari kesengsaraan
Wahai para pemilik ilmu, berhati-hatilah! Jangan kau kotori ilmumu
dengan dosa-dosa yang kau perbuat, karena sungguh ilmu tidak akan ada penggantinya
Sungguh, ilmu mampu meninggikan rumah yang tak berpilar
sedang kebodohan malah akan merobohkan rumah kebanggaan dan kemuliaan