1. Nabi ﷺmengabarkan dari Tuhan Sang Mahakuasa الله جل جلاله bahwa Dia berfirman, “Seluruh amalan bani Adam adalah miliknya kecuali puasa, Aku sendiri yang akan membalasnya.” Ibadah puasa disandarkan kepemilikannya kepada Allah سبحان وتعالى, tidak seperti ibadah lainnya, meskipun ibadah yang lain juga milik-Nya. Penyandaran ini sebagai bentuk penghormatan dan pengkhususan, seperti halnya penamaan Masjidilharam bahwa ia baitullah (rumah Allah), dan firman-Nya Ta’ala,
“Unta betina dari Allah ini.”
Puasa memiliki keistimewaan tersebut, karena puasa merupakan ibadah yang tidak bisa disisipi ria. Sesungguhnya seluruh ibadah tidak mungkin bisa disembunyikan dari malaikat dan manusia kecuali puasa. Selain itu, puasa merupakan ibadah yang terasa sangat berat bagi tubuh, melemahkan nafsu, mengharuskannya bersabar menghadapi rasa lapar dan dahaga. Dalam ibadah puasa, terkumpul berbagai macam kesabaran, yaitu: sabar dalam menjalani ketaatan; sabar dalam menghindari maksiat, karena puasa mencegahnya melakukan perbuatan batil, fasik, dan maksiat; dan bersabar atas takdir Allah, karena seseorang harus menahan rasa lapar dan dahaga.[1] Oleh karena itu, Allah عز وجل mengkhususkan diri-Nya yang mengetahui balasan puasa. Terkadang Allah سبحان وتعالى memperlihatkan kepada para malaikat pencatat amal bahwa pahala shalat sekian kebaikan, pahala zakat sekian dan sekian kebaikan, namun untuk pahala puasa sesungguhnya Dia merahasiakannya dari mereka, agar Dia عز وجل sendiri yang langsung memberi balasannya.
2. Kemudian beliau ﷺ memberitahukan bahwa puasa sebagai tabir dan tameng, karena puasa dapat menjadi penghalang antara hamba dan neraka di hari kiamat. Beliau ﷺ bersabda, “Barang siapa yang berpuasa sehari fisabilillah, niscaya Allah akan menjauhkan wajahnya dari neraka sejauh tujuh puluh tahun.”[2]
3. Manakala puasa bisa menjadi tameng bagi seorang hamba dari neraka dan segala sesuatu yang mengantarkannya ke neraka seperti kemaksiatan, maka Nabiﷺ mengarahkan umatnya agar meninggalkan hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh orang yang berpuasa, seperti berhubungan intim dan segala aktivitas yang mengarah kepadanya, berteriak, mengangkat suara, berseteru, dan yang semisal. Apabila ada seseorang yang mencelanya atau mengajaknya bertengkar maka ucapkan kepadanya, ‘Aku sedang berpuasa.’ Ia katakan hal itu di dalam dirinya agar dia mampu menahan diri terhadap perilaku yang terlarang, dan boleh diucapkan secara terang-terangan kepada lawannya, agar lawan itu tahu bahwa ia meninggalkan pertengkaran dan diam lantaran sedang berpuasa karena Allah Ta’ala. Jika bukan karena itu, ia mampu untuk menghadapi lawannya, sehingga lawannya pun jera. Hal itu juga dilakukan supaya tidak disangka sikap diamnya merupakan kerendahan dan kelemahan. Bahkan bisa jadi orang yang mencela dan mengajaknya bertengkar juga sedang berpuasa, sehingga ia bertobat dan kembali tatkala diingatkan akan puasanya. [3]
4. Kemudian Nabi ﷺ bersumpah atas nama Tuhannya عز وجل–dan beliau sosok yang jujur dan dapat dipercaya- bahwa bau yang muncul akibat perubahan keadaan mulut orang yang berpuasa dengan sebab puasanya, itu lebih utama di sisi Allah daripada aroma kesturi. Jika aroma yang tidak sedap tersebut baru muncul akibat berpuasa karena Allah Ta’ala, maka itu lebih disukai di sisi-Nya dan lebih bisa dekat dengan-Nya daripada aroma kesturi. Allah Ta’ala memberikan balasan kepada hamba-Nya atas hal itu pada hari kiamat berupa aroma yang lebih wangi dan lebih baik daripada kesturi, sebagaimana Allah Ta’ala membalas orang yang mati syahid di jalan Allah yang darahnya kelak akan beraroma kesturi. Jika Allah Ta’ala memberikan balasan kepada seseorang yang mengenakan parfum kesturi yang disunnahkan agar digunakan pada shalat Jumat, shalat berjamaah, shalat hari raya, dan lain sebagainya, maka balasan dari bau mulut dan aroma tidak sedap tersebut ialah pahala yang lebih besar daripada orang yang mengenakan parfum kesturi [4].
5. Kemudian beliau ﷺ memberitahukan bahwa orang yang berpuasa akan merasakan dua kebahagiaan: saat berbuka, maka ia bahagia karena sudah bisa berbuka, ia mendapati makanan dan minuman setelah merasa lapar dan dahaga, ini rasa bahagia yang wajar dan boleh dan bahagia karena Allah telah menyempurnakan puasanya, memberi petunjuk kepadanya, dan melindunginya dari kerusakan.
Rasa bahagia berikutnya adalah ketika bertemu Allah Ta’ala, lantas ia pun melihat kenikmatan serta balasan yang Allah siapkan baginya dan Allah sembunyikan dari makhluk-Nya.
Implementasi
1. (1) Allah Ta’ala mengagungkan ibadah puasa dan mengkhususkan bagi-Nya, tidak ada seorang pun yang mengetahui pahalanya selain Dia. Hal itu karena pahalanya yang sangat besar dan keutamaannya, maka seorang Muslim harus memanfaatkannya dan memperbanyak berpuasa sunnah.
2. (1) Cukuplah puasa itu sebagai kemuliaan ketika Allah Ta’ala menyandarkan ibadah tersebut kepada diri-Nya seraya berfirman, “Sesungguhnya puasa itu milik-Ku.” Cukuplah sebagai sebuah ketaatan seorang mukmin dengan memanfaatkan keutamaan dan kemuliaannya dengan memperbanyak berpuasa sunnah setelah menunaikan puasa yang wajib.
3. (2) Puasa ibarat tameng bagi manusia dari setan dan bisikkannya, karena itulah Nabi ﷺ mengingatkan para pemuda untuk puasa ketika belum mampu menikah. Maka seorang Muslim seharusnya mengambil tempat perlindungan dengan berpuasa yang akan menjaganya dari bahaya syahwat dan fitnah-fitnah lainnya.
4. (2) Puasa ibarat tameng bagi seorang hamba dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, Allah سبحان وتعالى mengabarkan melalui firman-Nya,
“Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga.”
. Barang siapa yang ingin kesuksesan dan keselamatan dari neraka, maka harus berpuasa.
5. (3) Nabi g melarang orang yang berpuasa dari berseteru, berbuat bodoh, mencela, dan yang sejenisnya. Ini semua perkara yang tidak boleh dilakukan oleh orang yang sedang berpuasa dan selainnya, dan lebih ditekankan lagi bagi yang sedang berpuasa, dan tidak sepantasnya seseorang melakukan hal yang menjatuhkan derajatnya dengan melakukan hal bodoh dan berkata-kata kotor.
6. (3) Seseorang boleh mengatakan secara terus terang terkait suatu ibadahnya dengan maksud meraih kebaikan dan mencegah keburukan, tanpa ada rasa ria. Oleh karena itu, orang yang berpuasa jika dicela orang lain atau diajak bertengkar, mka ia boleh menyebutkan keadaannya yang sedang berpuasa.
7. (4) Nabi (QS. Áli 'Imrán: 185) menguatkan sabdanya dengan bersumpah, dan beliau sosok yang jujur dan dipercaya, sebagai tambahan penegasan sebuah pernyataan. Sesekali seorang dai, guru, atau pendidik boleh menggunakan metode tersebut, tanpa harus sering melakukannya.(4) Apabila orang yang berpuasa merasa terganggu dengan apa yang ia alami berupa bau mulutnya yang tidak sedap, maka tenanglah, bahwa bau tersebut wangi di sisi Allah
8. سبحان وتعالى dan akan diberi ganjaran.
9. (4) Hadis ini tidak dipahami makruhnya menggunakan siwak bagi orang yang berpuasa, karena sesungguhnya bau yang keluar itu bersumber dari perut, bukan dari mulut. Demikian halnya di dalam hadis ini juga tidak terkandung perintah untuk membiarkan bau mulut apa adanya, namun sebagai penghibur bagi orang yang berpuasa dengan bau mulut yang ia alami.
10. (5) Hadis ini memberikan faedah, bahwa rasa bahagia setelah berpuasa dan langsung makan dan minum tidaklah makruh atau haram. Bahkan hal tersebut merupakan bentuk kegembiraan yang mubah, yang Allah Ta’ala jadikan sebagai fitrah yaitu suka makan dan minum.
11. (5) Apabila rasa gembira terhadap makanan dan minuman pada orang yang berpuasa hukumnya mubah, maka rasa bahagia karena Allah menolongnya hamba-Nya menuntaskan puasa dan memberikan taufik atasnya adalah bentuk rasa syukur kepada Allah Ta’ala atas nikmat-nikmat-Nya, dan itu juga merupakan ibadah yang seseorang diberi pahala atas hal tersebut.
12. Seorang penyair menuturkan,
13. Penyair lainnya menuturkan,
Tiba waktu puasa, maka datang pula seluruh kebaikan
Berzikir, bertahmid dan bertasbih
Diri ini terbiasa untuk berucap dan berbuat ibadah
Siangnya berpuasa dan malamnya shalat tarawih
Jika aku tidak mampu mengendalikan pendengaran,
menundukkan pandangan dan membuat lisanku terdiam
Maka hanya lapar dan dahaga saja yang kurasakan
Sekalipun kukatakan, aku puasa seharian, tapi hakikatnya tidak
1. HR. Al-Bukhari (2840) dan Muslim (1153).
2. HR. Al-Bukhari (5065) dan Muslim (1400).
3. Lihat: At-Tauðíñ li Syarñ Al-Jámi’ Aÿ-Ÿañíñ karya Ibn Al-Mulaqqin (13/20) dan Asy-Syarñ Al-Mumti’ ‘ala Zád Al-Mustaqni’ karya Ibnu Ušaimin (6/432).
4. Lihat: Ikmál Al-Mu’lim bi Fawá`id Muslim karya Al-Qáði Iyáð (4/112) dan ±arñ At-Tašríb fí Syarñ At-Taqríb karya Al-’Iraqi (4/96).