عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضى الله عنه، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ قَالَ اللَّهُ: «أَعْدَدْتُ لِعِبَادِي الصَّالِحِينَ مَا لا عَيْنٌ رَأَتْ، وَلا أُذُنٌ سَمِعَتْ، وَلا خَطَرَ عَلَى قَلْبِ بَشَرٍ»، فَاقْرَؤوا إِنْ شِئْتُمْ: ﴿فَلَا تَعْلَمُ نَفْسٌ مَا أُخْفِيَ لَهُمْ مِنْ قُرَّةِ أَعْيُنٍ﴾ [السجدة: 17].

Dari Abu Hurairah رضي الله عنه, beliau berkata, Rasulullah  bersabda,

“Allah berfirman, Aku persiapkan bagi hamba-hamba-Ku yang saleh sesuatu yang tidak pernah terlihat oleh mata, tidak pernah terdengar oleh telinga, tidak pernah pula tebersit di dalam hati manusia, Jika kalian berkenan bacalah, ‘Maka tidak seorang pun mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyenangkan hati.’ (QS. As-Sajdah: 17).”

  1. Rabb kita  memberitahukan kepada kita, bahwa Dia telah menyiapkan bagi hamba-hamba-Nya yang saleh berupa surga sebagai balasan ketaatan dan ibadah mereka, yang tidak pernah mereka lihat semisalnya. Makanan dan minuman yang ada di surga memiliki kemiripan dengan makan di dunia, tetapi itu hanyalah kemiripan terkait nama saja, bukan dalam bentuknya.

  2. Kemudian Allah menegaskan bahwa apa yang telah disiapkan, tidak mungkin manusia mengetahuinya. Jika seorang hamba tidak pernah melihat atau mendengarnya, padahal keduanya merupakan alat indra, maka seorang manusia tidak bisa menggambarkan bentuk kenikmatan tersebut dengan akalnya. Meskipun ada hal yang pernah muncul di dalam hati seorang hamba terkait berbagai macam kenikmatan, kesenangan, dan keindahan surga, maka tidak akan sampai pada wujud sebenarnya dari kenikmatan tersebut yang telah Allah Ta’ala siapkan untuk hamba-hamba-Nya.

  3. Nabi menguatkan lagi mengenai hal tersebut dengan menyertakan firman-Nya yang turun, seraya bersabda,

    “Jika kalian berkenan bacalah, “Maka tidak seorang pun mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyenangkan hati.”

    (QS. As-Sajdah: 17).

    Yakni, seseorang tidak akan mengetahui apa yang telah Allah siapkan dan rahasiakan di surga untuk hamba-hamba-Nya yang mukmin, berupa beragam kenikmatan, kebahagiaan, serta kebaikan yang berlimpah yang menyejukkan mata dan menyenangkan hati.Banyak disebutkan di dalam Al-Qur`an mengenai surga beserta kenikmatannya, karena itulah Rasulullah  bersabda, “Tempat seukuran cemeti di surga itu lebih baik daripada dunia dan seisinya.[1]”

Implementasi:

  1. Al-Hasan menuturkan, “Suatu kaum menyembunyikan amalan-amalan mereka di dunia, maka Allah sembunyikan pula untuk mereka sesuatu yang tidak pernah terlihat oleh mata, dan tidak pula pernah terdengar oleh telinga.[2]” Jika memang demikian, maka seorang Muslim harus menyiapkan diri untuk mengerjakan amalan yang tersembunyi, yang tidak terlihat oleh siapa pun kecuali oleh †at yang telah menyiapkan baginya kebaikan yang berlimpah.

  2. Hadis ini menjadi dalil bahwa surga sekarang sudah ada, dan Allah menyiapkannya untuk hamba-hamba-Nya yang saleh. 

  3. Kesempurnaan kesalehan seseorang terletak ketika dia menjadi orang yang membuat orang lain menjadi baik. Jadi kesalehan pribadinya berimbas kepada perbaikan pribadi lainnya. Dia melakukan amar makruf dan nahi munkar, dia profesional melakukan tugasnya. Jika dia seorang pelajar maka dia mengulangi pelajarannya dengan bersungguh-sungguh; jika dia seorang petugas keamanan maka dia bertanggung jawab melakukan pekerjaannya dengan memberantas berbagai tindak kriminal dan menciptakan ketenangan di masyarakat; dan jika dia seorang pekerja maka dia melakukan pekerjaannya sehingga bisa menimbulkan kebaikan di dunia dan memakmurkan bumi.

  4. Jika surga dengan berbagai nikmatnya yang tidak bisa dibayangkan dan dikhayalkan oleh manusia, maka sungguh merugi orang yang tidak bersungguh-sungguh untuk berusaha masuk ke surga dan melakukan amalan yang bisa mengantarkannya ke surga tersebut.

  5. Kenikmatan terbesar di surga secara mutlak ialah melihat Allah Ta’ala, meski mereka belum bisa melihat di dunia. Dia berfirman,

    “Wajah-wajah (orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Memandang Tuhannya.”

    (QS. Al-Qiyámah: 22-23).

    Dari Jarir bin Abdullah رحمه الله, beliau berkata, 

    “Waktu itu kami sedang bersama Nabi , lantas beliau melihat ke arah bulan –yakni bulan purnama- seraya bersabda, ‘Sungguh kalian kelak akan melihat Rabb kalian, sebagaimana kalian sekarang bisa melihat bulan ini, tidak akan saling berdesakkan saat melihat-Nya.’” Sedangkan, azab yang paling besar bagi orang-orang yang sengsara ialah tidak bisa melihat-Nya ,“Sekali-kali tidak! Sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar terhalang dari (melihat) Tuhannya.”

    (QS. Al-Muþaffifin: 15).

  6. Seorang penyair menuturkan,

Beramallah untuk meraih kampung abadi yang dijaga oleh Ridwan

Bertetanggakan Ahmad(2)., yang disiapkan †at Yang Maha Penyayang

Tanahnya dari emas dan lumpurnya dari misk

Dan Za’faran rumput yang tumbuh di sana

Sungai yang mengalir berupa susu dan madu murni

Dan khamar yang lezat pun mengalir 

Siapakah yang membeli Firdaus dengan terus mengerjakan

Shalat di malam hari nan tersembunyi

Atau dengan mengenyangkan si miskin

Di hari paceklik dan kebutuhan pokok mahal

Referensi

  1. HR. Al-Bukhari (3250).
  2. Tafsir Al-Kasyáf karya Az-Zamakhsyari (3/513).
  3. Nabi Muhammad (editor).

Proyek Hadis