عَنْ عَائِشَةَ رضي الله عنها، قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللهِ :«عَشْرٌ مِنَ الْفِطْرَةِقَصُّ الشَّارِبِ، وَإِعْفَاءُ اللِّحْيَةِ، وَالسِّوَاكُ، وَاسْتِنْشَاقُ الْمَاءِ، وَقَصُّ الْأَظْفَارِ، وَغَسْلُ الْبَرَاجِمِ، وَنَتْفُ الْإِبِطِ، وَحَلْقُ الْعَانَةِ، وَانْتِقَاصُ الْمَاءِ». قَالَ مُصْعَبٌ: وَنَسِيتُ الْعَاشِرَةَ إِلَّا أَنْ تَكُونَ الْمَضْمَضَةَ

Dari Aisyah , beliau berkata, Rasulullah bersabda,

1. “Sepuluh macam fitrah

2. Memotong kumis; 

3. Memelihara jenggot; 

4. Bersiwak; 

5. Istinsyaq (menghirup air ke dalam hidung); 

6. Memotong kuku; 

7. Membasuh sela-sela jari; 

8. Mencabut bulu ketiak; 

9. Mencukur bulu kemaluan; 

10. Istinja’ (cebok) dengan air.” 

 11. Muÿ’ab berkata, “Aku lupa yang kesepuluh, sepertinya yang kesepuluh adalah berkumur.”

1. Islam memberikan perhatian terhadap seluruh urusan manusia, baik yang lahir maupun batin. Oleh karena itu, Islam menaruh perhatian terhadap penampilan seorang Muslim. Dalam hadis ini, Nabi ﷺ memberitahukan sejumlah perkara fitrah, yaitu perkara-perkara sunnah yang menjadi fitrah manusia dan Allah mensyariatkannya bagi mereka. Dengan perkara-perkara tersebut, seseorang akan terlihat indah dan elok yang manusia diciptakan di atasnya, serta hal tersebut dikuatkan oleh akal yang sehat. Hanya saja, sejumlah fitrah tersebut berbalik dan menyimpang dari asalnya.

Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ

“Setiap anak dilahirkan di atas fitrah. Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, atau Nasrani, atau Majusi.” 


Perkara-perkara fitrah tidak hanya terbatas pada sepuluh perkara yang dikabarkan oleh Nabi ﷺ pada hadis ini. Akan tetapi, fitrah-fitrah lainnya terdapat pada hadis-hadis lain, sehingga maksud penyebutan bilangan pada hadis ini bukan untuk membatasi. 


2. Sunnah yang pertama, mencukur kumis, yaitu rambut yang tumbuh di atas bibir bagian atas. Kumis diperintahkan untuk dicukur karena jika dibiarkan panjang maka kotoran dari hidung akan menempel. Di samping akan bersentuhan dengan air ketika minum, yang bisa saja mengandung mikroba-mikroba yang berbahaya. [2]
Mencukur kumis hukumnya sunnah, dan cara terbaik ketika mencukurnya adalah dengan memendekkannya hingga bibir terlihat, bukan dengan mengerik habis kumis tersebut. 


3. Kedua, memanjangkan jenggot, yaitu rambut yang tumbuh di dagu laki-laki dan kedua pipinya. Maksud dari memanjangkannya adalah membiarkannya menjadi lebat, tidak mencukurnya ataupun memendekkannya. 
Membiarkan jenggot hukumnya wajib bagi setiap Muslim. Ada sejumlah hadis yang menjelaskannya dengan beberapa redaksi, seperti: أَعْفُوْا، أَوْفُوْا، أَرْخُوْا، أَرْجُوْا dan وَفِّرُوْا. Sehingga dari beberapa riwayat yang digabungkan tersebut bisa disimpulkan adanya perintah untuk membiarkan jenggot dan tidak mencukur, mengerik, ataupun mencabutnya. 


4. Ketiga, menggunakan siwak, yaitu sejenis kayu yang diambil dari pohon arak untuk membersihkan gigi dan memberi aroma wangi pada mulut, serta menghilangkan bau mulut yang tidak sedap. 
Menggunakan siwak disyariatkan dan disunnahkan setiap waktu. Sunnahnya menjadi lebih ditekankan ketika akan shalat, bangun tidur, ketika bau mulut berubah, dan munculnya warna kuning di gigi.

Rasulullah ﷺ bersabda

“Siwak itu menyucikan mulut dan mendatangkan keridaan Tuhan.” [3]


5. Keempat, istinsyaq, yaitu seseorang menghirup air ke dalam hidung kemudian mengeluarkannya dengan kuat, agar kotoran dan gangguan yang ada di dalamnya keluar. 


6. Kelima, memotong kuku. Maksudnya memotong kukunya yang panjang, supaya kotoran dan mikroba yang berbahaya tidak berkumpul di dalamnya. 


7. Keenam, membasuh lipatan-lipatan jari dan semua persendiannya. Sebab, di bagian tersebut besar kemungkinan terdapat tanah, najis, dan kuman-kuman. Termasuk dalam hal itu adalah membersihkan lipatan-lipatan tubuh, sehingga perlu dibersihkan dan dihilangkan. 


8. Ketujuh, membuang rambut yang tumbuh di bawah ketiak, tempat berkumpulnya keringat dan kotoran, sehingga bisa menyebabkan bau badan.
Mengerjakan sunnah dengan menghilangkan rambut tersebut bisa dengan cara apa pun, baik dengan mengerik ataupun mencabutnya. Sebab, tujuannya adalah menghilangkan rambut tersebut, dan tujuan tersebut tercapai. Namun demikian mencabut lebih utama dan lebih baik bagi orang yang mampu melakukannya. [4]


9. Kedelapan, mencukur bulu kemaluan yang tumbuh di sekitar kubul laki-laki maupun perempuan. Tumbuhnya rambut tersebut sejatinya adalah pertanda balig. Selain itu, proses menghilangkan rambut tersebut dinamakan dengan istihdad (menggunakan alat yang tajam) karena ketika mencukur biasanya menggunakan pisau cukur. 


10. Kesembilan, istinja, yaitu menggunakan air setelah buang hajat. Disebutkan bahwa makna istinja adalah seseorang memercikkan air ke kemaluan atau pakaiannya setelah berwudu, untuk menghilangkan waswas yang muncul bahwa tetesan kencing menempel di pakaiannya. [5]


11. Salah seorang perawi lupa perilaku yang kesepuluh. Kendati demikian, ia yakin bahwa yang kesepuluh itu adalah berkumur-kumur, yaitu seseorang menggerak-gerakkan air di dalam mulutnya kemudian ia semburkan.
Ada yang berpendapat bahwa yang kesepuluh itu adalah khitan, dengan dalil hadis Muttafaq ‘Alaihi dari Abu Hurairah 

dari Nabi ﷺ beliau bersabda

, “Fitrah itu ada lima. Atau lima hal yang merupakan fitrah yaitu: berkhitan, mencukur bulu kemaluan, mencabut bulu ketiak, memotong kuku, dan mencukur kumis.”  [6]


Khitan bagi laki-laki hukumnya wajib. Khitan adalah memotong kulit yang menutupi ujung zakar sehingga semua bagian ujung zakar tersebut terbuka. Sebab, kulit tersebut dapat menghalangi air kencing dan menjadi penyebab najis.
Adapun bagi wanita, khitan hukumnya baik dan sunnah. Khitan dilakukan dengan memotong bagian paling bawah dari kulit yang berada di bagian atas kemaluan. [7]
Pada dasarnya, memotong kumis, memotong kuku, mencabut bulu ketiak, dan mencukur bulu kemaluan dilakukan ketika dia sudah mulai panjang. Hanya saja, tidak dianjurkan untuk dibiarkan sampai berlalu empat puluh hari. Anas bin Malik  dalam hal ini menyatakan, “Kami diberikan waktu untuk memotong kumis, memotong kuku, mencabut bulu ketiak, dan memotong bulu kemaluan tidak lebih dari empat puluh malam.” [8]


Implementasi

1. Islam memberikan perhatian pada kesucian manusia baik lahir maupun batin. Selain itu, Islam juga berusaha agar seseorang memiliki penampilan yang baik.

Allah berfirman

“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertobat dan mencintai orang-orang yang menyucikan diri.”

(QS. Al-Baqarah: 222)

dan menjadikan “Kesucian adalah sebagian dari iman” [9] Maka, seorang Muslim harus bersungguh-sungguh untuk menjaga kebersihan tubuh dan keelokan penampilannya, sebagaimana ia berupaya untuk menjaga kebersihan akidah dan kesucian hatinya. 

2. (1) Allah  mewajibkan seorang yang hamba yang bersimpuh di hadapan-Nya agar berada dalam kondisi suci yang sempurna, bersih pakaian dan badan, siap untuk bersimpuh di hadapan-Nya dengan kondisi batin yang sehat dengan bertobat, kondisi lahiriah yang elok dengan bersuci dan mengenakan perhiasan. Oleh karena itulah, orang yang selesai berwudu mengucapkan doa: Alláhummaj’alnī minattawwábīna waj’alnī minal mutaþahhirīna. (Ya Allah, jadikanlah aku termasuk orang-orang yang bertobat dan jadikanlah aku termasuk orang-orang yang menyucikan diri).


3. (2) Manusia dianjurkan untuk mengikuti sunnah Nabi ﷺ dan memendekkan kumisnya. Di samping itu, disunnahkan untuk memulai memotongnya dari sebelah kanan.


4. (3) Seseorang tidak boleh menggunting jenggot atau mengeriknya. Namun ia boleh merapikan jenggot yang tidak beraturan demi menjaga keindahan.


5. (3) Ada beberapa perkara yang disebutkan oleh ulama makruh dilakukkan oleh seseorang terkait jenggot, di antaranya: mewarnainya dengan warna hitam bukan karena untuk berjihad; mewarnainya dengan warna kuning agar penampilannya seperti orang-orang zuhud; mewarnainya dengan warna putih agar terlihat seperti seorang syekh, ahli hikmah, dan ulama. Juga tidak diperbolehkan untuk mengerik dan mencabutnya. Selain itu, tidak diperbolehkan untuk mencabut uban, menyisir dan merapikannya untuk menarik perhatian wanita; dan membiarkannya kusut dan acak-acakan untuk memperlihatkan sikap zuhud dan tidak memperhatikan dirinya sendiri. [10]


6. (4) Manusia disunnahkan menggunakan siwak untuk membersihkan mulutnya, memberikan aroma wangi, dan menghilangkan bau tidak sedap dari mulut. Hal tersebut dapat digantikan dengan menggunakan sikat gigi, pasta gigi, dan sejenisnya yang dapat memberikan manfaat yang sama.


7. (4) Disunnahkan menggunakan siwak setiap kali hendak mengerjakan shalat sebagai bentuk menjalankan sunnah Rasulullah ﷺ

“Sekiranya tidak memberatkan umatku –atau manusia-, niscaya aku memerintahkan mereka untuk bersiwak setiap kali hendak shalat.” [11]


8. (4) Siwak tidak makruh digunakan kapan saja, bahkan juga disunnahkan untuk menggunakannya bagi orang yang berpuasa. Diriwayatkan dari 'Amir bin Rabi’ah ], beliau mengatakan, “Aku melihat Nabi ﷺ sering sekali bersiwak padahal beliau sedang berpuasa.” [12]


9. Istinsyaq (memasukkan air ke dalam hidung) termasuk perbuatan yang dapat membersihkan hidung. Oleh karena itu,

Nabi ﷺ memerintahkan orang yang berwudu dengan sabdanya,

“Bersungguh-sungguhlah dalam melakukan istinsyaq kecuali ketika engkau sedang berpuasa.” [13]


10. (6) Seorang Muslim hendaknya senantiasa memotong dan menggunting kukunya, sebagaimana ia juga memperhatikan tanah atau kotoran yang ada di bawah kuku tersebut dengan membersihkannya.


11. (7) Termasuk dalam kategori membersihkan sela-sela jari adalah membersihkan tempat-tempat yang menjadi area berkumpulnya kotoran, seperti lipatan-lipatan daun telinga, di bawah lipatan-lipatan kulit, sela-sela jari-jari kaki, dan setiap titik yang menjadi tempat berkumpulnya keringat, tanah, dan sebagainya. [14]


12. (9) Manusia disunnahkan untuk mencukur bulu kemaluannya, membasuh tempat tumbuhnya bulu kemaluan, membersihkan area antara kedua paha, dan memastikan air telah mengenai kulit pada area tersebut, karena area tersebut merupakan tempat sumber penyakit dan radang. 


13. (10) Tidak diragukan lagi bahwa bersuci menggunakan air setelah buang hajat lebih baik daripada bersuci dengan menggunakan batu atau semisalnya (istijmar) ketika ada air, karena pada saat itu najis bisa hilang secara sempurna, membersihkan bekasnya, dan menghilangkan bau yang tidak sedap dari tempat keluar najis tersebut. 


14. (11) Seorang Muslim tidak boleh menolak kebenaran atau mengatakan kebenaran karena rasa sombong dan sikap berbangga diri. Ketika perawi hadis ini dihinggapi keraguan karena lupa dengan salah satu perkara tersebut, dengan jujur ia menyatakan hal tersebut. Sebab jujur dengan mengakui kesalahan, lupa, dan tidak tahu, itu lebih baik daripada membuat dusta terhadap Allah  dan Rasulullah ﷺ.


15. (11) Berkumur-kumur merupakan salah satu sunnah fitrah yang harus diperhatikan oleh seorang Muslim dan dilakukan dengan rutin, agar dengan hal itu ia mendapatkan rida Allah Ta’ala dan pahala karena mengikuti Rasulullah ﷺ, agar ia mendapatkan kesucian yang sempurna. 


16. (11) Bersegera melakukan khitan sesuai kemampuan itu lebih utama. Khitan pada waktu kecil itu lebih utama, karena pertumbuhan daging pada fase tersebut lebih cepat. Di samping itu, anak kecil tidak merasakan sakit secara psikologis seperti yang dirasakan oleh orang dewasa. 


17. Seorang penyair menuturkan,
Engkau dilahirkan dalam keadaan suci dengan fitrahmu yang 
hanya wajib bagimu untuk membenarkan dan mengimaninya 
Engkau diuji dengan perintah, yang engkau bisa memilih 
di hadapanmu ada dua jalan yang terbentang
Engkau melakukan apa yang engkau sangat inginkan, sedangkan engkau diawasi 
Engkau sekali-kali tidak akan terhijab dari †at Yang Maha Kuasa

  

Referensi

  1. HR. Al-Bukhari (1385) dan Muslim (2658) dari Abu Hurairah
  2.  h Syarñ Riyáḍ Aṣ-Ṣálihîn karya Ibnu Ušaimin (5/230)
  3. HR. An-Nasa`í (5) dan Al-Bukhari dengan menjelaskan kata yang mengandung penegasan sebelum hadis (1953)
  4. Syarñ Ÿañiñ Muslim karya An-Nawawí (3/149)
  5.  Syarñ An-Nawawi 'ala Muslim (3/150
  6.  HR. Al-Bukhari (5889) dan Muslim (257)
  7.  Syarñ Riyáð Aÿ-Ÿalihîn karya Ibnu Ušaimin (5/229)
  8.  HR. Muslim (258)
  9. HR. Muslim (223)
  10.  Syarñ Ÿañiñ Muslim karya An-Nawawí (3/149, 150)
  11.  HR. Al-Bukhari (887) dan Muslim (252)
  12.  HR. At-Tirmizi (725). Beliau mengatakan, “Hadis hasan.” Al-Bukhari memberi penjelasan dengan ungkapan penegasan sebelum hadis (1934)
  13.  HR. Abu Daud (142), At-Tirmizi (788), An-Nasa`í (114), dan Ibnu Majah (448)
  14.  Lihat: Syarñ Ÿañiñ Muslim karya An-Nawawí (3/150).


Proyek Hadis