1. Tatkala Nabi ﷺ melewati sebuah pasar, beliau memeriksa kondisi orang-orang dan kegiatan jual beli mereka. Beliau mendapati ada seorang laki-laki yang menjual makanan, lalu beliau memasukkan tangan ke dalam sebuah tumpukan yang disiapkan oleh penjualnya, yang terlihat menarik dan memesona, ternyata beliau mendapati ada yang basah di dalam makanan tersebut. Ini membuktikan bahwa ada makanan tidak layak konsumsi, ditutupi dan disembunyikan agar tidak tampak oleh pembeli.
2. Lalu Nabi ﷺ bertanya kepadanya untuk mengingkari perbuatannya, karena ia meletakkan yang basah di bagian bawah sedangkan yang kering di atas. Dengan demikian pembeli akan mengira bahwa semuanya kering, tidak ada yang rusak. Maka lelaki tersebut memberi tahu beliau bahwa hujan turun dan membasahi sebagian besar makanannya.
3. Beliau ﷺ memberitahukan, seharusnya dia meletakkan yang rusak di atas supaya orang-orang bisa melihatnya. Itulah bentuk amanah dan kejujuran yang dituntut dalam jual beli, dan beliau g bersabda, “Sesungguhnya para pedagang akan dibangkitkan pada hari kiamat dalam sebagai orang-orang jahat, kecuali yang bertakwa kepada Allah, berbuat kebajikan, dan jujur.” [1]
4. Kemudian beliau ﷺmenyebutkan satu kaidah umum yang menjadi sandaran, yaitu pelaku kecurangan keluar sunnah Nabi g, sebab perbuatan manipulasi, penipuan, dan pengelabuan termasuk sifat para pendusta dan munafik, sehingga tidak layak bagi Nabi ﷺ dan para pengikutnya untuk berhias dengan sifat-sifat tersebut.
Ini bukan berarti pelaku kecurangan dinyatakan keluar dari Islam, namun sebuah penjelasan bahwa ia telah menyelisihi agama, dan telah melakukan dosa yang mengundang murka dan siksa Allah Ta’ala, karena ia menghalalkan harta saudaranya sesama Muslim, dan memancing kemarahannya, menimbulkan kebencian, dan ketidaksukaan, yang pada akhirnya putuslah hubungan ikatan antar kaum Muslimin.
Kaidah ini tidak hanya berlaku pada jual beli, bahkan mencakup semua muamalah, termasuk juga kecurangan yang dilakukan oleh seorang pemimpin terhadap rakyatnya dan tidak menjaga kepentingan mereka, memanfaatkan jabatan untuk kepentingan pribadi. Hal ini berdasarkan sabda beliau ﷺ, “Setiap hamba yang Allah jadikan sebagai pemimpin rakyatnya, dan pada hari ia ditakdirkan mati dalam kondisi mengelabui rakyatnya, niscaya Allah akan mengharamkan surga baginya.”[2] Termasuk di antaranya mengelabui manusia dalam urusan agama, dan ini jenis pengelabuan paling besar dan paling buruk pengaruhnya serta kejahatan paling berat dosanya, yaitu orang-orang alim menyembunyikan apa yang Allah Ta’ala perintahkan kepada mereka untuk disampaikan kepada manusia, atau menyelewengkannya dari tempatnya karena berharap jabatan atau materi, sebagaimana Al-Qur`an menyifati bani Israil memiliki akhlak buruk tersebut.
Implementasi
1. (1) Para dai dan penuntut ilmu seyogianya melewati pasar-pasar guna melihat pelanggaran syariat dalam jual beli yang terjadi di sana, menasihati manusia, dan mengingatkan mereka kepada Allah Ta’ala.
2. (1) Di antara sunnah Nabi g beserta para sahabatnya dan tabiin di masa-masa awal, biasanya ada seorang petugas yang berjalan di pasar-pasar untuk mengecek barang dagangan, alangkah baiknya jika aparat pemerintah kembali melakukan hal itu untuk menertibkan kegiatan jual beli dan menjaga hak-hak manusia.
3. (2) Nabi ﷺ bergegas bertanya kepada penjual terkait makanan yang basah sebelum beliau menuduhnya telah berbuat curang, karena barangkali pedagangnya belum tahu. Maka sebaiknya kita meminta penjelasan atas segala perkara sebelum memvonis apa yang terlihat.
4. (2) Para pedagang senantiasa mengecek kondisi barangnya dari waktu ke waktu, agar ia dapat melihat manakah barang yang sudah tidak layak jual, berbahaya atau hal lainnya.
5. (3) Seorang Muslim harus jujur dalam aktivitas jual belinya dan seluruh muamalahnya, serta waspada jangan sampai memakan harta yang haram. Nabi ﷺbersabda, “Sesungguhnya tidaklah daging tumbuh dari makanan yang haram kecuali neraka lebih pantas baginya.”[3]
6. (3) Jangan sampai engkau melakukan manipulasi dalam jual beli, karena hal tersebut merupakan jalan menuju kerugian dan hilangnya keberkahan rezeki. Nabiﷺbersabda, “Dua pihak yang sedang transaksi jual beli memiliki hak khiyar (memilih) selama belum berpisah, jika keduanya jujur dan berterus terang, niscaya jual beli mereka berdua berkah. Namun bila keduanya saling menyembunyikan dan berdusta, niscaya akan sirna keberkahan jual beli mereka berdua.”[4]
7. (3) Jarir bin Abdullahﷺ ketika hendak menjual barang dagangannya, beliau menyampaikan aib-aibnya (kepada pembelinya) kemudian memberikan hak khiyar, dan beliau berkata, “Jika engkau berkenan silakan ambil, jika tidak, maka tinggalkan.” Ada yang berkata kepadanya, “Jika engkau lakukan seperti ini, maka engkau tidak bisa menjual daganganmu,” lantas beliau menimpalinya, “Sungguh kami telah berbaiat kepada Rasulullah ﷺ untuk selalu berbuat tulus kepada setiap Muslim.” [5]
8. (3) Seorang Muslim harus semangat untuk bersungguh-sungguh mencari yang halal untuk dia makan dan minum, karena banyak amalan manusia tidak akan diterima jika bersumber dari makanan yang haram. Wahb bin Al-Ward ﷺ menuturkan, “Sekiranya engkau berdiri menggantikan tiang (di masjid ini) [6], tidak bermanfaat bagimu sama sekali, hingga engkau memperhatikan apa yang masuk ke dalam perutmu; apakah halal atau haram.” [7]
9. (4) Orang yang berbuat curang dan memakan yang haram hendaknya mengetahui bahwa kelak kedua kaki seorang hamba tidak akan bergeser pada hari kiamat sampai ia ditanya tentang empat hal, di antaranya, “Mengenai hartanya, dari mana ia peroleh.” [8] Bagaimana kelak engkau akan menjawabnya di hadapan Tuhanmu saat itu?!
10. (4) Bagaimana engkau mengharap doamu dikabulkan wahai pelaku kecurangan yang telah memakan harta manusia secara batil, terlebih Nabi ﷺ pernah menyebutkan kisah seorang laki-laki yang melakukan safar yang panjang, tampilannya kusam dan berdebu, mengangkat kedua tangannya ke arah langit seraya berkata, “... ‘Wahai Tuhanku, wahai Tuhanku! Sementara makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan diberi makan yang haram,’ lantas bagaimana doanya bisa terkabul?!” [9]
11. (4) Sikap yang paling utama ketika menghadapi hadis-hadis yang di dalam redaksinya terdapat kalimat, “... tidak termasuk golonganku,” dan “... tidak termasuk golongan kami,” dan pernyataan yang semisal, membiarkannya mutlak tanpa penafsiran apa pun, karena hal itu akan lebih mengena dan keras sebagai teguran terhadap manusia.
12. (4) Ibnu Abbas ﷺ berkata, “Seseorang senantiasa benar pendapatnya ketika ia bersikap tulus kepada orang lain, namun ketika ia berbuat curang niscaya Allah akan mencabut ketulusannya dan pendapatnya.” [10]
13.Seorang penyair menuturkan,
Wahai penjual yang berlaku curang, engkau menghadapkan diri
pada doa orang yang terzalimi, pengaduannya didengar oleh-Nya
Makanlah dari yang halal dan berhentilah dari yang haram
Karena kelak engkau tak akan kuat di dalam neraka Jahim
14. Penyair lain menuturkan,
Katakanlah kepada yang tak ku ketahui warna aslinya
Apakah tulus atau curang layaknya musuh dalam selimut
Aku sering heran kau racuni, sungguh mengherankan
Satu tangan melukai dan lainnya mengobatiku
Kau gunjing aku di suatu kaum dan kau puji aku
di lain tempat, semuanya bersumber darimu kualami
Kedua hal itu sungguhlah sangat berbeda
Tahanlah lisanmu dari mencela dan memujiku
1. HR. At-Tirmiæi (1210) dan Ibnu Majah (2146).
2. HR. Al-Bukhari (7150) dan Muslim (227).
3. HR. At-Tirmiæi (612).
4. HR. Al-Bukhari (2079) dan Muslim (1532).
5. HR. Ibnu Sa’ad di dalam Aþ-±abaqāt Al-Kubrā – Mutammim Aÿ-Ÿañábah (hal. 803) dan Aþ-±abarani di dalam Al-Kabír (2510).
6. Melakukan shalat sepanjang waktu sehingga dimisalkan seperti tiang masjid. (editor)
7. Jāmi’ Al-‘Ulúm wa Al-ôikam karya Ibnu Rajab (1/263).
8. HR. At-Tirmizi (2417).
9. HR. Muslim (1015).
10. Aæ-†arí’ah ilā Makārim Asy-Syarí’ah karya Ar-Rāgib Al-Aÿfahāni (hal. 211).