1. Allah b dan Nabi-Nya mengharamkan khamar, karena khamar dapat menghilangkan akal manusia. Padahal akal adalah syarat bagi manusia untuk mendapatkan taklif.[1] Khamar juga mendorong manusia melakukan kemaksiatan dan kerusakan di muka bumi. Allah Ta’ala berfirman,
“Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung. Dengan minuman keras dan judi itu, setan hanyalah bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu, dan menghalang-halangi kamu dari mengingat Allah dan melaksanakan salat maka tidakkah kamu, mau berhenti?”
2. Jika khamar diharamkan, maka hasil penjualannya juga haram. Anas h berkata, “Rasulullah g melaknat beberapa perkara yang berkaitan dengan khamar pada sepuluh hal: orang yang memerasnya, orang yang meminta diperaskan, orang yang meminumnya, orang yang membawanya, orang yang dibawakan, orang yang menuangkannya, orang yang menjualnya, orang yang memakan hasilnya, orang yang membelikan, dan orang yang dibelikan.”[2]
Abu alñah pernah bertanya kepada Nabi mengenai anak yatim yang mewarisi khamar, beliau bersabda, “Tumpahkanlah khamar tersebut.” alñah bertanya, “Bolehkah kami menjadikannya cuka?” Rasulullah g menjawab, “Tidak boleh.” [3]
Rasulullah juga mengharamkan jual beli bangkai, karena bangkai haram dimakan dan dimanfaatkan, sesuai firman Allah,
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai...”
kecuali mengambil manfaat dari kulit bangkai binatang yang halal dagingnya –seperti sapi dan kambing- setelah disamak. Dari Ibnu Abbas i, beliau berkata, “Ada orang yang bersedekah kambing kepada mantan budak Maimunah, kemudian kambing itu mati. Rasulullah melewati bangkainya dan bersabda, ‘Mengapa kalian tidak mengambil kulitnya, lalu menyamaknya dan mengambil manfaat darinya?’ Para sahabat berkata, ‘Sesungguhnya itu adalah bangkai.’ Rasulullah bersabda, ‘Yang diharamkan adalah memakannya.’”[4]
3. Diharamkan juga jual beli babi, karena Allah c mengharamkan memakannya dan menetapkannya najis melalui firman-Nya, “Katakanlah, ‘Tidak kudapati di dalam apa yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan memakannya bagi yang ingin
memakannya, kecuali daging hewan yang mati (bangkai), darah yang mengalir, daging babi – karena semua itu kotor – atau hewan yang disembelih bukan atas (nama) Allah.”
4. Diharamkan juga jual beli dan membuat patung, baik digunakan untuk beribadah atau pun tidak. Hal ini untuk mencegah terjadinya kesyrikan. Karena syirik mulai ada di bumi ketika orang-orang mulai membuat patung, walaupun pada awalnya dibuat tidak untuk ibadah. Terlebih Nabi g bersabda, “Tidak akan terjadi hari kiamat kecuali pinggul-pinggul wanita kabilah Daus akan meliuk-liuk di sekitar †í Al-Khalaÿah,” yaitu patung yang dahulu disembah oleh kabilah Daus pada masa jahiliah.”[5]
Dikecualikan juga memakan bangkai ikan dan belalang, sesuai sabda Nabi g, “Dihalalkan bagi kalian dua jenis bangkai dan dua jenis darah. Dua jenis bangkai itu adalah ikan dan belalang; dan dua jenis darah itu adalah hati dan limpa.” [6]
5. Ketika Nabi g menjelaskan kepada para sahabat tentang keharaman jual beli dan mengonsumsi bangkai, mereka bertanya mengenai hukum menggunakan lemak bangkai binatang selain untuk dimakan. Apakah boleh digunakan untuk memoles kapal, menyamak kulit dan menggunakannya sebagai minyak lentera? Nabi menjawab dengan mengatakan bahwa hal itu haram dan tidak boleh.
Para sahabat bertanya tentang hukum menggunakan lemak bangkai binatang dan memperjualbelikannya hanya karena mereka menyangka hukumnya sama seperti keledai piaraan, yaitu bahwa Nabi g mengharamkan memakan daging keledai piaraan tapi memperbolehkan untuk diperjualbelikan, digunakan sebagai binatang tunggangan dan lain sebagainya. Maka, Nabi g menjelaskan bahwa hukumnya berbeda. Alasannya karena bangkai itu najis, maka tidak boleh dimakan dan dimanfaatkan. Jika tidak boleh dimanfaatkan, maka tidak boleh juga diperjualbelikan.
Kemudian Nabi g mendoakan keburukan bagi orang-orang Yahudi, karena mereka mengakali syariat Allah c ketika dilarang untuk memakan, menggunakan dan memperjualbelikan lemak binatang. Allah c berfirman,
“Dan kepada orang-orang Yahudi, Kami haramkan semua (hewan) yang berkuku. Dan Kami haramkan kepada mereka lemak sapi dan domba...”
Orang-orang Yahudi memanaskan lemak itu hingga mencair kemudian menjualnya dan memakan hasil dari penjualannya.
Implementasi
1. Haram hukumnya bagi seorang Muslim untuk menjual khamar, baik ia menjualnya kepada orang Muslim maupun non-Muslim. Karena hasil penjualan khamar haram bagi seluruh kaum Muslimin.
2. (1) Islam memberikan perhatian terhadap akal manusia. Islam menganjurkan manusia untuk memikirkan dan merenungi ciptaan Allah Ta’ala; Islam mewajibkan umatnya untuk menuntut ilmu. Oleh karena itu, Islam mengharamkan segala sesuatu yang bisa merusak akal seperti minum khamar dan sejenisnya.
3. (2) Termasuk dalam larangan menjual bangkai adalah menjual binatang yang diawetkan (taksidermi) [7]. Maka seorang Muslim tidak boleh melakukan jual beli jenis barang tersebut.
4. (3) Sebagaimana diharamkan bagi seorang Muslim makan daging babi maka demikian pula haram menjualnya, baik kepada Muslim lain maupun kepada orang kafir. Karena hal tersebut termasuk kategori bekerja sama dalam perbuatan dosa dan permusuhan.
5. (4) Tidak boleh menggunakan dan membuat patung, karena hal itu termasuk dosa besar. Rasulullah g bersabda, “Sesungguhnya manusia yang paling pedih siksaannya pada hari kiamat ialah para penggambar (sesuatu yang mempunyai ruh).”[8]
6. (4) Hadis ini menunjukkan kewajiban berhati-hati terhadap hal-hal yang menjadi bibit-bibit kemusyrikan. Pada masa Nabi, ada seseorang yang bernazar untuk menyembelih binatang di Buwanah -yaitu suatu tempat dekat Makkah-. Lalu ia mendatangi Nabi an berkata, “Aku bernazar untuk menyembelih binatang di Buwanah.” Nabi g bertanya, “Apakah dahulu di sana ada patung yang disembah seperti patung-patung zaman jahiliah?” Para sahabat menjawab, “Tidak ada.” Nabi bertanya lagi, “Apakah dahulu di sana ada hari-hari besar zaman jahiliah)?” Para sahabat menjawab, “Tidak ada.” Lalu Rasulullah bersabda, “Penuhilah nazarmu, karena nazar tidak boleh dilakukan jika dalam rangka bermaksiat kepada Allah c atau dalam hal yang tidak dimiliki manusia.”[9]
7. (5) Para sahabat tidak malu untuk bertanya mengenai hukum lemak bangkai. Itu bukan termasuk pertanyaan yang tercela atau pun bentuk penentangan terhadap hukum yang ditentukan Nabi. Mereka bertanya hanya karena ada manfaat yang bisa diambil dari lemak bangkai yang tidak berhubungan dengan makan dan minum. Karena mereka menyangka haramnya bangkai hanya berhubungan dengan memakannya. Oleh karena itu, jangan sampai rasa malu menghalangi seseorang untuk bertanya.
8. (6) Mengakali syariat Allah Ta’ala c bukan karakter orang-orang mukmin. Allah c berfirman mengenai orang-orang mukmin,
“Ucapan orang-orang mukmin, yang apabila mereka diajak kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul memutuskan (perkara) di antara mereka, hanyalah dengan mengatakan, ‘Kami mendengar, dan kami taat.’ Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.”
Mengakali syariat merupakan karakter orang Yahudi yang dimurkai oleh Allah, maka jangan sampai engkau termasuk golongan mereka.(6) Nabi
9. g memberi peringatan untuk tidak mengikuti perbuatan orang-orang Yahudi dalam mengakali syariat. Nabi bersabda, “Jangan kalian melakukan seperti yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi. Jangan kalian menghalalkan yang diharamkan oleh Allah c dengan tipu daya yang paling rendah.”[10]
10. (6) Akibat dari perbuatan mengakali syariat Allah Ta’ala, Dia mengubah bentuk Asñáb As-Sabt [11] menjadi kera karena mereka mengakali larangan mencari ikan pada hari Sabtu. Mereka menebarkan jala pada hari Jumat dan membiarkannya sampai hari Sabtu. Maka hendaknya orang-orang yang mengakali syariat Allah c takut akan mendapatkan siksa seperti yang mereka alami.
1. Taklif adalah beban untuk melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan Allah. Orang yang tidak berakal atau akalnya tidak berfungsi maka dia tidak mendapatkan taklif (penerjemah).
2. HR. At-Tirmizi (1295) dan Ibnu Majah (3381).
3. HR. Abu Daud (3675).
4. HR. Al-Bukhari (1492) dan Muslim (363).
5. HR. Ahmad (5723) dan Ibnu Majah (3314).
6. HR. Al-Bukhari (7116) dan Muslim (2906).
7. Yaitu binatang yang diawetkan dengan menyuntikkan air keras dan cairan sejenisnya.
8. HR. Al-Bukhari (5950) dan Muslim (2109) .
9. HR. Abu Daud (3313).
10. HR. Ibn Battah Al-‘Akburi dalam Ibþál Al-Ôiyal (hal. 47).
11. Mereka adalah sekelompok orang Yahudi yang tinggal di dekat laut. Mereka dilarang untuk bekerja dan mencari ikan pada hari Sabtu. Maka, mereka mengakali larangan itu dengan menebarkan jala pada Jumat sore dan tetap membiarkannya sampai hari Sabtu. Kemudian, mereka memanennya pada hari Ahad. Karena perbuatan mereka, Allah mengubah bentuk mereka menjadi kera (penerjemah).