عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - عَنِ النَّبِيِّ ﷺ قَالَ: «لا عَدْوَى وَلا طِيَرَةَ، وَيُعْجِبُنِي الفَأْلُ» قَالُوا: وَمَا الفَأْلُ؟ قَالَ: «كَلِمَةٌ طَيِّبَةٌ» متفق عليه

Dari Anas bin Malik i, dari Nabi g beliau bersabda,

1.“Tidak ada penyakit menular 2.tidak ada þiyarah, 3.dan aku menyukai sikap optimis. Sahabat bertanya, “Apa sikap optimis itu?” Nabi bersabda, “Kata-kata yang baik.”


Allah mengutus Nabi-Nya, Muhammad untuk mengajak manusia menauhidkan Allah dan membersihkannya dari kotoran dan kepercayaan jahiliah. Hadis ini mengingatkan beberapa bentuk kepercayaan tersebut:

  1. Nabi menyampaikan bahwa tidak ada Al-'Adwa. Al-'Adwa adalah perpindahan penyakit dari orang yang sakit ke orang yang sehat karena mereka berkumpul. Jadi, hadis ini tidak menafikan adanya penularan penyakit. Yang dinafikan oleh hadis ini adalah bahwa penyakit tidak dapat menular dengan sendirinya. Yang terjadi sebenarnya, menularnya penyakit adalah karena takdir Allah . Jika Allah menghendaki maka penyakit itu berpindah dari orang sakit ke orang sehat ketika berkumpul, dan jika Allah berkehendak lain maka itu tidak akan terjadi.

Seorang Muslim diperintahkan untuk melakukan usaha yang bermanfaat dan meninggalkan hal yang mendatangkan mudarat. Karenanya, Rasulullah menyuruh kita untuk melakukan usaha dengan menjauhi orang yang berpenyakit menular. Nabi bersabda, “Larilah dari orang yang berpenyakit kusta sebagaimana engkau lari dari singa.”[1] Beliau juga bersabda, “Jika kalian mendengar ada wabah taun menjangkiti suatu negeri, maka janganlah kalian masuk ke negeri tersebut. Dan apabila kalian berada di dalam negeri taun berjangkit, maka janganlah keluar darinya.”[2]

2.Kemudian Nabi sawa menyampaikan bahwa tidak ada þiyarah (kesialan); artinya jangan pesimis karena melihat atau mendengar sesuatu. Misalnya, seseorang berniat untuk melakukan perjalanan jauh, kemudian ia melihat burung gagak atau mendengar ada kecelakaan, kematian atau yang semacamnya, kemudian ia menjadi pesimis untuk melakukan perjalanan dan akhirnya mengurungkannya. Atau tetap berangkat tapi dengan hati yang ragu-ragu.  

Disebut dengan þiyarah karena dahulu orang jahiliah beranggapan akan mengalami kesialan karena burung (þair). Apabila mereka ingin melakukan perjalanan atau yang lainnya, mereka menerbangkan burung. Jika burung tersebut terbang ke arah kanan, maka mereka optimis dan melakukan perjalanan. Jika burung tersebut terbang ke arah kiri, mereka menjadi pesimis dan membatalkan perjalanan mereka. Mereka juga menganggap sial jenis burung-burung tertentu seperti burung hantu dan burung gagak. Jika seekor gagak berkicau di atas sebuah rumah, mereka beranggapan itu adalah tanda kematian. Oleh karena itulah, Rasulullah bersabda, “Tidak ada penyakit menular, tidak ada þiyarah, tidak ada kesialan karena burung hámah, dan tidak ada kesialan pada bulan Safar.”[3] Hámah adalah sejenis burung yang mereka anggap menimbulkan kesialan. Sedangkan Safar adalah nama bulan yang kita kenal setelah bulan Muharam. Dahulu, orang jahiliah menganggapnya bulan sial.

Maka Nabi menyampaikan bahwa tidak ada efek kesialan terkait dengan waktu, tempat, benda, dan juga manusia. Nabi juga menjelaskan bahwa þiyarah itu menyalahi tauhid yang salah satu konsekuensinya adalah meyakini bahwa manfaat dan mudarat itu berada di tangan Allah saja, tidak ada yang mengetahui perkara gaib selain Allah Ta'ala. Oleh karena itu Nabi bersabda, "Siapa yang ditolak oleh þiyarah dari melakukan keinginannya maka dia telah melakukan kesyirikan." Para sahabat bertanya, "Apa kafaratnya." Beliau bersabda, "Dia mengucapkan, 'Ya Allah, tidak ada kebaikan kecuali kebaikan-Mu, dan tidak ada þiyarah kecuali dari-Mu, dan tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain-Mu."[4]

3. Kemudian Nabi menjelaskan bahwa beliau menyukai sikap optimis. Yaitu kata-kata baik yang apabila didengar oleh seseorang, ia  menjadi gembira. Misalnya, seseorang sedang bekerja, kemudian seseorang memanggil temannya dengan mengatakan, “Wahai orang yang sukses,” dan lain sebagainya.

Kata-kata yang baik akan membuat hati menjadi gembira, dada menjadi lapang dan menimbulkan semangat pada diri manusia. Oleh karena itu, Rasulullah menyukai sikap optimis, karena itu tidak bertentangan dengan tauhid dan tidak melemahkan iman dalam hati. Oleh karena itulah, ketika Suhail bin ‘Amr datang menemui Nabi pada perang Ôudaibiyah untuk bernegosiasi tentang perdamaian antara kaum Muslimin dan penduduk Makkah, Rasulullah merasa gembira dan mengatakan, “Urusan kalian akan menjadi mudah.”[5] [6]


Implementasi

  1. Segala urusan terjadi sejalan dengan takdir Allah. Tidak ada yang bisa dilakukan manusia kecuali berusaha dan bertawakal kepada Allah Ta’ala serta berikhtiar.
  2. Ikhtiar agar terhindar dari penyakit adalah sesuatu yang disyariatkan. Ini tidak bertentangan dengan keyakinan bahwa apapun yang menimpa seorang Muslim adalah sesuatu yang memang ditakdirkan akan menimpanya. Maka hendaknya seorang Muslim melakukan kewajibannya untuk berusaha seraya meyakini bahwa segala sesuatu dari awal sampai akhir berada di tangan Allah Ta’ala saja.
  3. Seorang Muslim harus berprasangka baik dengan Tuhannya dalam segala urusan. Hendaknya dia menyadari bahwa Allah tidak menakdirkan baginya selain kebaikan.
  4. Seorang Muslim jangan sampai dihalangi oleh suatu apapun dari mencari kebaikan selama dia benar-benar bertawakal kepada Allah.
  5. Jika semua urusan itu berdasarkan qadar dan tidak ada pengaruh apapun selain apa yang diizinkan oleh Allah Ta'ala, kenapa harus menganggap sial dan ber- þaþayyur (pesimis) dengan benda, hewan atapun kalimat yang diucapkan? Tidak diragukan lagi bahwa menganggap sial sesuatu itu bertentangan dengan penyerahan diri kepada Allah, dan juga iman dengan qada dan qadar-Nya.
  6. Menganggap sial sesuatu merupakan sebuah kejelekan yang membuat hati sakit, menghalangi manusi dari tujuannya. Jikapun tidak menghalanginya dari tujuannya, namun itu akan membuat dia ragu dan tidak stabil, sehingga perasaannya tidak tenang dengan keyakinan bahwa dia tidak akan ditimpa sesuatu melainkan apa yang sudah dituliskan oleh Allah untuknya.
    1. Seorang Muslim harus optimis dengan apa yang dilihatnya di sekitarnya, sehingga itu mendorongnya untuk beramal dan bersemangat. Sikap optimis tidak bisa mengubah takdir tapi membuat jiwa tenang dan hati lapang serta menumbuhkan semangat. Dan Nabi menyukai sikap optimis.
  7. Al-Hafiz Al-Hakami menuturkan,

Segala sesuatu terjadi dengan qada dan qadar

dan segala sesuatu telah tertulis di Ummul Kitab

Tidak ada kesulitan, tidak ada penyakit menular dan tidak ada þiyarah

dan tidak ada yang mampu mengubah takdir Allah Ta’ala

Tiada (kesialan karena) burung hantu, burung hámah, dan karena bulan Ÿafar

sebagaimana diberitakan pemimpin seluruh umat manusia


Referensi

  1.  HR. Al-Bukhari (5707) dari Abu Hurairah h.
  2.  HR. Al-Bukhari (5287) dan Muslim dari Usamah bin Zaid h.
  3. HR. Al-Bukhari (5757) dan Muslim (2220) dari Abu Hurairah h
  4.  HR. Ahmad (7045).
  5. Lihat: Imta’ Al-Asmá’ karya Al-Maqrízí (12/175) dan Subul Al-Hudá wa Ar-Rasyád karya Aÿ-Ÿálihí (5/48).
  6.  Alasan Rasulullah mengatakan bahwa urusan kalian akan menjadi mudah karena beliau optimis dengan datangnya Suhail. Suhail sendiri dalam bahasa Arab merupakan kata turunan dari kata ‘sahl’ yang berarti mudah. Sehingga seakan-akan kedatangan orang yang bernama ‘mudah’ membuat Nabi g optimis bahwa urusan kaum Muslimin menjadi mudah (penerjemah).





Proyek Hadis