69 - Menggabungkan antara Keimanan dan Mencari Rezeki

عنْ عمرَ رضي الله عنه، عنْ النّبيِّ ﷺ قال: «لو أنَّكُمْ تَوَكَّلُونَ على اللهِ حقَّ توكُّلِه، لرُزِقْتُمْ كما تُرْزَقُ الطَّيْرُ، تَغْدو خِماصًا، وتَرُوحُ بِطانًا»

Dari Umar h, dari Nabi g, beliau bersabda,

1. “Sekiranya kalian benar-benar bertawakal kepada Allah, niscaya kalian akan diberi rezeki sebagaimana burung juga diberi rezeki.  2. Mereka berangkat dalam perut yang kosong dan pulang dalam perut yang kenyang.

1. Tawakal termasuk salah satu ibadah hati, terealisasi dengan percaya kepada Allah Ta’ala dan bersandar kepada-Nya dengan tetap berusaha (dalam meraih rezeki). Nabi g mengabarkan kepada kita, seandainya kita benar-benar tawakal kepada Allah Ta’ala, niscaya Dia akan memberikan rezeki kepada kita sebagaimana Dia memberikan rezeki kepada burung.

2. Burung terbang di pagi hari dalam kondisi lapar dengan perut kosong, dan pulang di sore hari dalam keadaan kenyang dengan perut penuh. Seandainya kita tulus dalam menyandarkan diri kita dan tawakal kepada Allah Ta’ala, niscaya Dia akan memberikan rezeki kepada kita sebagai Dia memberikan rezeki kepada burung yang tidak memiliki kecerdikan. Akan tetapi kebanyakan dari kita bersandar pada perilaku curang, dusta, dan penipuan di dalam bermuamalat, atau pasrah begitu saja dan tidak berbuat apa-apa; atau hanya bersandar pada usaha semata secara total, ia melihat bahwa jika memang usahanya benar dan sesuai maka pasti akan mendapatkan rezeki.[1] Tawakal sejati adalah ketika seseorang melakukan usaha disertai keyakinan kuat kepada Allah Ta’ala, bahwa semua urusan berada di tangan Allah, bukan dengan meninggalkan usaha lalu duduk menanti rezekinya. Perbuatan tersebut termasuk bentuk tawakal yang tercela, bukan tawakal yang terpuji. Nabi g saja tetap mengenakan baju besi dalam peperangannya, menggali parit dalam perang Ahzab, dan keluar berhijrah dengan sembunyi-sembunyi. Beliau tetap menggunakan pemandu jalan saat menyusuri jalan saat hijrah, bersembunyi di dalam gua, dan mempersiapkan strategi dalam peperangannya. Beliau adalah sosok terbaik dalam merealisasikan sikap tawakal kepada Allah. Di sisi lain, Allah e telah memerintahkan agar bertawakal disertai dengan tekad yang kuat dan tetap berusaha. Dia berfirman,

“Apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang-orang yang bertawakal.”.

(QS. Áli Imrán: 159)

Implementasi

1. Apabila seorang muslim merasa gelisah dengan urusan rezekinya, maka tidak ada yang harus ia lakukan melainkan bertawakal kepada Allah Ta’ala, dan rida dengan apa yang sudah diberikan Allah kepadanya. Dia harus benar-benar yakin, bahwa ia memiliki Tuhan Yang Maha Mengatur segala urusan, lalu setelah itu dia berusaha.

2. Kebanyakan manusia sering mengucapkan, “Aku bertawakal kepada Allah,” padahal ia tidak sedang benar-benar bertawakal. Tawakal itu bukan sekadar terucap di lisan, namun berserah diri kepada Allah, rida terhadap keputusan-Nya, disertai dengan keimanan kepada-Nya. 

3. Seseorang yang benar-benar bertawakal kepada Allah sesuai dengan niatnya, dia terjaga dari bujuk rayu dan godaan setan. Allah Ta’ala berfirman,

“Maka apabila engkau (Muhammad) hendak membaca Al-Qur`an, mohonlah perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk. Sungguh, setan itu tidak akan berpengaruh terhadap orang yang beriman dan bertawakal kepada Tuhan.”

(QS. An-Nañl: 98-99)

. Siapa yang ingin dijaga oleh Allah Ta’ala dari setan dan dijauhkan darinya, maka seharusnya ia memperbaiki sikap tawakalnya kepada Allah

4. Siapa yang ingin dijaga oleh Allah dalam segala urusannya, dicukupkan seluruh urusan dunia dan akhiratnya, maka mohonlah perlindungan kepada Allah Ta’ala dan menyerahkan semua urusan kepada-Nya. Allah Ta’ala berfirman,

”Dan siapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.”

(QS. Aþ-±alaq: 3)

. Rasulullah bersabda, “Siapa yang mengucapkan -yakni saat keluar dari rumahnya-, ‘Bismilláh tawakkaltu ‘ala alláhi wa lá ñaula walá quwwata illá billáh (Dengan menyebut nama Allah, aku bertawakal kepada Allah, tidak ada daya serta upaya kecuali dengan pertolongan Allah), akan dikatakan kepadanya, ‘Kamu akan dicukupkan, dijaga, dan setan akan menjauhinya.’” [2]

5. Tawakal sejati kepada Allah Ta’ala ialah sikap rida terhadap apa pun yang ditakdirkan oleh Allah, percaya kepada-Nya, dan menyerahkan urusannya kepada-Nya. Bisyr Al-Ôafi mengatakan, “Ada seseorang yang berkata, ‘Aku bertawakal kepada Allah,’ dia berdusta atas nama Allah, sekiranya ia benar-benar bertawakal kepada Allah, maka ia akan rida terhadap apa yang Allah perbuat kepadanya.” Yahya bin Mu’aæ pernah ditanya, “Kapankah seseorang disebut bertawakal kepada Allah?” Beliau menjawab, “Jika ia rida Allah sebagai Penolong.”[3]

6. Tatkala Allah hendak memberi makan Sayyidah Maryam i, menjelang proses kelahiran, Dia memerintahkannya agar menggoyangkan batang pohon kurma, lantas kekuatan seperti apa yang berasal dari seorang wanita yang hendak melahirkan, menggoyangkan batang pohon kurma hingga buah kurmanya jatuh! Bahkan seorang laki-laki yang kuat sekalipun yang menggoyang batang pohon kurma, sama sekali tidak akan menjatuhkan buah kurmanya, tetapi Allah ingin hamba-Nya melakukan usaha dan menyerahkan hasilnya kepada Allah .

7. Umar bin Al-Khaþþab h bertemu dengan sekelompok orang dari penduduk Yaman yang pasrah, tidak melakukan usaha apa pun, lalu Umar bertanya, “Siapakah kalian?” Mereka menjawab, “Kami orang-orang yang sedang bertawakal.” Umar menyahut, “Tetapi kalian orang-orang yang hanya pasrah; sesungguhnya orang yang bertawakal ialah yang menebar benihnya ke tanah, lalu ia bertawakal kepada Allah.”[4] 

8. Para dai dan pendidik sebaiknya sering menggunakan gaya bahasa yang menarik dan memberi contoh yang dapat memperjelas makna dan menguatkan pemahaman.

9. Abdullah bin Salam bertemu dengan Salman k, salah satunya berkata, “Jika engkau mati sebelumku, temuilah aku dan kabarkan apa yang engkau dapatkan dari Rabbmu, dan jika aku mati sebelummu, aku akan menemuimu, dan memberitahumu.” Lalu kawannya berkata, “Apakah orang-orang yang sudah mati bisa menemui orang-orang yang masih hidup?” Ia menjawab, “Iya, roh mereka pergi ke surga sekehendaknya.” Ia berkata, “Si fulan telah mati, dan menemuinya di dalam mimpi, ia mengatakan, ‘Bertawakallah dan bergembiralah, aku tidak pernah melihat ada amalan setara dengan tawakal. Bertawakallah dan bergembiralah, aku tidak pernah melihat pahala yang setara dengan tawakal.’”[5]

10. Lukman r berkata kepada putranya, “Wahai putraku, dunia itu layaknya lautan yang banyak sekali manusia tenggelam di sana. Jika mampu, jadikanlah perahumu itu adalah keimanan kepada Allah, isinya adalah mengerjakan ketaatan kepada Allah e, dan layarnya adalah tawakal kepada Allah; semoga dirimu selamat.”[6]

10. Seorang penyair menuturkan,

Aku bertawakal akan rezekiku kepada Allah yang menciptakanku

Aku yakin bahwa Allah lah yang memberiku rezeki

Apa yang menjadi rezekiku maka tak akan luput dariku

Sekalipun berada di dalam dasar lautan nan dalam

Niscaya Allah yang Mahaagung mendatangkan karunia-Nya

Walaupun lisanku belum mengucap

Lantas untuk apa merasa sedih Sang Maha Pengasih telah membagi rezeki tuk seluruh makhluk



Referensi

1.  Lihat: Dalíl Al-Fálihín li ±uruq Riyáð Aÿ-Ÿálihín karya Ibnu ‘Allán Aÿ-Ÿiddiqí (1/197-198).

2. HR. At-Tirmiæí (3426).

3.Madárij As-Sálikín karya Ibn Al-Qayyim (2/114).

4. HR. Al-Bukhari (1523).

5.At-Tawakkal ‘ala Allah karya Ibnu Abu Abi Ad-Dunya hal. 51.

6. At-Tawakkal ‘ala Allah karya Ibnu Abu Abi Ad-Dunya hal. 49.


Proyek Hadis